Wednesday, 6 July 2016

NOVEL "Mimpi Dalam Kendali" : PART XII

Kicauan burung terdengar lebih tenang dari biasanya. Matahari yang menyapa seakan mengajakku berteman, tak seperti biasanya. Semalam aku tidur dengan tenang, tidak ada mimpi aneh yang datang ke dalam mimpiku. Ditambah lagi, minggu ini libur sekolah karena siswa kelas XII sedang melaksanakan try out.
“Hahhh nikmatnya minggu ini,”kataku seraya mengulet diatas kasur.
*tok tok tok* “Orliiiin!”Teriak ibu seraya mengetuk pintu kamarku.
“Iya, bu. Masuk aja ga aku kunciiii,”ujarku seraya membuka jendela.
“Orlin, ini makanannya ibu bawa ke atas, itung-itung hadiah buat anak ibu yang cerdas!”Ujar Ibu sambil menaruh makanan diatas meja belajarku.
“Makasih ibuuuu, coba ada ibu ada disanaaa aku pasti tambah semangatttt!”Ujarku seraya memeluk ibu.
“Iyaaa, maaf ya ibu ga dateng. Tapi anak gadis ibu ini memang pintaaaar bangett!”Ujar ibu sambil mencubit pipiku.
Aku lupa kalau hari ini aku janjian dengan Arsen dan Seifa pukul 10.00. Kemudian, aku bergegas masuk ke kamar mandi dan segera bersiap-siap.
“Bu, aku aku mandi ya, Arsen sama Seifa kalo udah dateng langsung suruh ke atas aja,”ujarku sambil lari masuk ke dalam kamar mandi.
“Hih, kebiasaan, deh,”ujar ibu sambil meninggalkan kamarku.
Saat keluar dari kamar mandi, ternyata sudah ada Seifa diatas kasurku. Seperti biasa, gadis imut yang satu ini selalu saja memiliki kesempatan untuk memejamkan mata dimana-mana.
“Fa, Seifa! Banguuuun ih,”ujarku sambil mengoyang-goyangkan kakinya.
“Ntar ah Lin, belom juga dateng si Arsen ih,”ujar Seifa sambil memeluk guling
“Yeeee, tuh dia dateng,”ujarku seraya melihat ke arah pintu.
“Hai, maaf ya aku telat,”ujar Arsen sambil menghampiriku.
“Iya gapapa, yaudah aku ambil minum dulu ya,”ujarku padanya.
Setelah itu, kami mulai pencarian dengan cara mencari jawaban dari mimpiku selama ini. AKu suruh mereka untuk melihat album foto ayah yang kutemukan tempo hari. Sambil mereka meneliti album foto tersebut, aku membuka laptop dan googling tentang tafsir mimpi.
“Ini emang mencurigakan sih, bukunya, yang,”ujar Arsen kepadaku.
“Iya, bener, Lin. Kata lo bokap lo itu jurnalis politik, kan? Kenapa foto binatang yang rada burem ini ada disini,”ujar Seifa.
“Nah, iya. Itu juga yang jadi dasar pemikiran gue, album ini bisa jadi petunjuk buat kita”ujarku kepad mereka.
“Yaudah, sekarang gue tanya, ayah lo ga pernah ngomong apa-apa ke lo tentang pekerjaannya?”Ujar Seifa.
Aku menemukan hal yang aku perlukan hasil dari pencarian melalui google. Ada cara untuk menjelajahi mimpi yang dikenal sebagai lucid dream. Aku tak menghiraukan perkataan Seifa, aku fokus membaca artiklel tersebut.
“Wey! Orlin! Gue nanya… kacang yaa”ujar Seifa sambil menimpuk gumpalan tisue ke arahku.
“Eh, maap maap…. Sini deh baca nih artikel,”ujarku seraya menyuruh mereka membaca artikel mengenai pengendalian mimpi yang kutemukan tadi.
“Ih, bagus nih lin. Lo bisa gunain cara ini buat tau tentang ayah lo. Kita Cuma harus paham dan hati-hati, ya kan?”Ujar Seifa seraya menatap wajahku.
“Iya, sih, tapi lihat deh ada bahayanya jugaaaa,”ujarku dengan keraguan.
“Yaaaa, lo yakinin dulu diri lo cari lagi coba artikel yang lain, kali aja ada cara-cara yang lebih konkret. Menurut lo gimana Sen?” Ujar Seifa seraya menepuk pundak Arsen.
“Hh? Iya, tungu. tunggu. Gue baca dulu yak, baru gue kasih pendapat”ujar Arsen.
Saat Arsen dengan serius memandangi laptop untuk membaca dan memahami artikel tersebut, aku dan Seifa berusaha mencari informasi lain dengan cara browsing melalui tablet milik Seifa.
“Lin, liat deh udah ada tokoh yang berhasil! Namanya Richard Feynman, peraih nobel fisika yang terkenal saat berhasil menemukan kenapa Shuttle Chalengger meledak itu seorang penjelajah mimpi yang andal hanya dalam sekali mencoba. Orang yang udah andal itu disebut O…..One…. apa tuh di situ bacaannya,”ujar Seifa dengan mengeja.
“Oneironaut!”Spontan Arsen menjawab dengan lancar.
“Ohh itu, iya gue tau tuh, td baca sekelibatan aja, itu julukan orangnya kan?”Ujarku santai.
“He’eh. Itu tokoh udah expert banget ngelakuin lucid dream! Dia aja bisa, kenapa lo ngga? Ya kan?”Ujar Seifa meyakinkan.
“Aku ga setuju kamu ngelakuin ini lin, setelah aku baca, ini bisa membahayakan kamu, Lin,”ujar Arsen seraya menatap wajahku dengan penuh harapan bahwa aku akan menuruti perkataannya.
“Yaa, apa salahnya sih Sen kalo dicoba? Toh kita ada disini, mana mungkin Orlin dalam bahaya?”Ujar Seifa menatap Arsen dengan sinis.
“Fa, lo baca nih bahayanya! Banyak banget! Lo mau Orlin kenapa-kenapa? Lo mau Orlin ga balik-balik lagi?”Ujar Arsen dengan nada yang sedikit keras.
“Oke, oke. Gue ngerti gimana khawatirnya lo, tp lo punya jalan pintas lain selain ini? Lo ada ide lain? HA?”Ujar Seifa membalas perkataan Arsen.
“Heyyy, kok malah jadi pada berantem, sih? Oke. Karliza Orlin yang akan memutuskan disini. Karena aku mau banget memecahkan masalah ini dengan cara yang cepat, aku setuju sama Seifa. Percaya, Sen aku bakal baik-baik aja. Resiko itu hanya perlu kita temuin penangkalnya. Kita gaboleh takut sama masalah yang akan datang. Yang terjadi, yaudah biar terjadi. Tugas kita sekarang ini hanya perlu Y-A-K-I-N. Okeey? Are you belive me?”Kataku sambil menggenggam tangan Arsen dan menatap matanya.
“Oke”ujar Arsen lemas dan mengalah.
“Nah, gitu kan enak! Oke langkah yang harus kita lakuin selanjutnya, kita harus caritahu cara meminimalisir semua kemungkinan yang sama sekali ga kita pengen. Kita harus mencari langkah-langkah yang tepat untuk melakukan lucid dream ini. Oke? Setuju?”Ujar Seifa seraya menjulurkan tangannya ditengah-tengah lingkaran tempat duduk kita.
“Oke! Deal!”Ujarku seraya menjulurkan tanganku yang kutumpuk diatas tangan Seifa.
“Sen, lo gimana?”Ujar Seifa singkat.
Arsen tidak melakukan respon apapun. NamPaknya, ia masih tidak setuju. Namun, aku meliriknya dan menatap matanya serta memberi isyarat kedipan mata agar ia setuju dengan rencana pertama kita. Tanpa berkata-kata Arsen pun menjulurkan tangannya dan meletakkan tangannya diatas Tanganku.
“Oke, misi dimulai!”Ujar Seifa dengan semangat.
“Oke. Bismillah!”Sautku.
Akhirnya kami memilih jalan ini untuk segera mengetahui penyebab kematian ayahku. Aku tidak tahu apakah cara ini akan berhasil, tetapi usaha dan tekadku yang bulat seakan berbicara bahwa “inilah jalanku”. Aku berjanji akan membuat jasad ayahku terlelap dengan tenang di surga. Aku pun yakin, Tuhan akan selalu memberikan cahaya penerangan di dalam jalanku.

Keesokan harinya, Arsen dan juga Seifa datang ke rumahku pukul 11.00. Mereka akan menginap di rumahku selama tiga hari. Karena ibu sedang dinas ke luar kota, maka kami bisa melakukan misi kami dengan leluasa. Jika ibu tahu apa yang akan kami lakukan ini adalah hal yang berbahaya, ibu pasti tidak akan mengizinkannya.
Setelah mereka datang, kami langsung masuk ke kamarku dan melakukan langkah pertama yang diinstruksikan oleh Seifa.
“Oke, kita mulai denegan penjelasan langkah-langkahnya dulu ya. Karena ada beberapa fse yang harus gue jelasin ke lo sebelum kita ngelakuin lucid dream. Nah, langkah pertama,ini emang butuh adaptasi, Lin. Jadi lo mesti benar-benar relaks dan konsentrasi lah. Tutup mata dan konsenterasikan pikiran ke relaksasi sekujur tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Kontrol pernafasan dan lambatkan,”ujar Seifa mengajarkanku.
“Oke, lo bisa?”Saut Seifa lagi.
“Iya, gue bisa,”ujarku kepadanya.
“Langkah yang kedua, Buka mata pikiran kamu. Maksudnya, coba buat bayangan visual sementara tutup mata kamu sekarang, bayangin wajah ayah kamu, apa yang kamu ingin dengar dari ayahmu”ujar Arsen seraya menuntunku.
“Terus langkah ketiga kamu harus Jaga pikiran agar tetap sadar. Inti dari Wake Initiated Lucid Dreaming (WILD) membuat tubuh relaks tetapi pikiran terjaga dalam keadaan santai. Kalau pikiran tegang, tubuh kamu gak akan mau tidur. Cara ini bisa kamu lakuin dengan berbagai cara, misalnya berhitung, membayangkan diri sedang naik turun tangga, dan lain sebagainya. Intinya kamu akan masuk ke alam mimpi tapi pastiin kalo kamu itu tetap terjaga dan tidak terbawa untuk masuk ke deep sleep. Inget kamu harus tetap sadar kalau kamu ada di dalam mimpi. Oke? Ngerti kan?”Ujar Arsen seraya mengelus rambutku.
“Iya, aku ngerti,”ujarku seraya menatap wajah Arsen.
“Oke itu bagus, Lin. Oke mana tangan lo? Gue kasih huruf “A” di tangan lo ini berarti “Awake”. Jadi, setiap kali ngeliat tanda ini waktu lo dalam keadaan tidur, ini tandanya lo berhasil dan harus tetap inget untuk selalu sadar, ya,” Ujar Seifa seraya menuliskan huruf ditanganku.
“Oke, langkah ke empat itu, lo harus kuat dan coba buat menikmati segala fase yang dirasakan, entah itu getaran,tarikan, atau yang lainnya. Jangan pernah berontak waktu fase ini terjadi. Oke? Intinya jalananin aja,”ujar Seifa meyakinkanku.
“Nah setelah proses itu, kamu akan masuk ke fase sleep paralysis, hal terpenting adalah jangan memunculkan rasa takut kamu sedikit pun disini. Ini fase dimana kamu seolah terbangun, tetapi tidak dapat menggerakan anggota tubuh kamu,”ujar Arsen meyakinkanku.
“Ya, oke aku mengerti. Terus apa lagi?”Ujarku sambil menatap mata Arsen dan Seifa.
“Tunggu beberapa saat. Gak lama kemudian, lo akan merasa terjatuh ke dalam lubang dan visualisasi lo akan gelap. Lo akan mengalami sensasi seperti berada di ruangan atau terowongan yang gelap gulita. Oke kuncinya lo harus tetep relaks disini. Jangan terlalu banyak bergerak karena kaget. Konsentrasi dan tetap pikirkan mimpi yang akan lo jelajahi. Oke? Ngerti?”Ujar Seifa dengan wajah yang serius.
“Iya, iya, paham-paham. Udahan tahapnya?”Ujarku penasaran.
“Belum, habis itu lo akan harus coba untuk gerakin anggota tubuh lo. Nah, Saat kita tiba di sini, lo harus berkonsenterasi dengan cukup keras dan lo bisa memilih dan menjelajahi mimpi lo sendiri. Oke udah ngerti kan semuanya?”Tanya Seifa.
“Iya, oke gue ngerti semuanya. Bisa kita mulai sekarang?”Ujarku.
“Oke, kita mulai, inget ya jangan terbawa mimpi. Lo harus bisa tetap sadar,”ujar Seifa mengingatkanku.
“Iya, sayang, Kamu harus balik dengan keadaan yang sehat. Cari ayah kamu dan tanyakan semua secara cepat. Jangan terlalu bertele-tele karena kalau lama, konsentrasi kamu bisa berkurang. Dan kamu ga akan bisa balik lagi,”ujar Arsen seraya memelukku erat.
“Kalian tenang aja, kalian harus yakin, kalau ini akan berhasil,”ujarku seraya menggenggam tangan Seifa dan Arsen.
Aku pun membaringkan tubuhku dan melakukan langkah demi langkah yang diperintahkan oleh Arsen dan Seifa. Semilir angin di cuaca mendung siang hari ini membuat proses relaksasi terasa lebih mudah. Suasana yang tenang dan sunyi membuat konsentrasi pikiranku lebih baik. Aku berhasil melakukan langkah pertama, lalu kupejamkan mataku dan berusaha melakukan tahap kedua dimana aku harus membayangkan ayahku. Aku berpikir bahwa nanti aku akan bertemu dengan ayah.
Aku memvisualisasikan segala yang aku inginkan didalam pejaman mataku. Setelah fase tersebut aku merasa sedikit demi sedikit melayang dan aku sadar bahwa aku masuk ke dalam mimpi. Aku rasa kali ini aku telah berhasil melakukan fase ketiga ini. Karena apa yang aku rasakan sama dengan apa yang dijelaskan oleh Arsen dan Seifa tadi. Untuk memastikan aPakah aku sudah tertidur atau belum, aku melihat tanganku dan ada huruf “A” yang sama dengan yang ditulis oleh Seifa tadi.
“Baiklah, ini berarti fase ini telah berhasil,”gumamku.
Setelah itu, aku kembali berkonsentrasi dan merasakan getaran yang begitu hebat di sekitarku. Suara teriakkan yang amat sangat melengking membuat aku tidak tahan. Tetapi aku ingat kata-kata Seifa bahwa aku harus tetap menikmati setiap pergerakan yang ada. Aku tidak merasa takut pada saat itu, aku hanya mengikuti alurnya. Aku terus berusaha untuk tahan dengan semua itu. Namun, lama kelamaan suara-suara menyeramkan itu hilang dari pikiranku. Lalu, getaran hebat itu tidak lagi kurasakan.
“Ah syukurlah,”gumamku lagi.
Tetapi, saat aku ingin menggerakkan tanganku untuk melihat huruf “A” yang dibuat oleh Seifa, badanku menjadi kaku dan tidak bisa digerakkan. Aku mencoba memberontak, aku ingin sekali menangis aku berpikiran bahwa aku tidak akan bisa kembali ke alam nyata. Tetapi tiba-tiba saja suara Seifa terdengar di kupingku.
“Tenang, Lin, Tenang!”
Suara itu adalah suara Seifa aku kenal suara itu, aku baru ingat kalau fase ini kita memang harus bisa mengusir kepanikanku. Setelah aku diam beberapa saat dan berdoa agar segera keluar dari fase ini, tiba-tiba saja aku merasa seperti jatuh ke dalam sumur yang dalam. Aku berteriak tak karuan, aku merasa melayang diatas awan. Setelah itu, aku seperti mendarat di atas awan. Suasana ruangan sama seperti saat pertama kali aku bertemu ayah. Ruangan kosong berwarna putih, tidak ada satu pun suara di ruangan itu. AKu mulai berpikir, ini tidak seperti yang dikatakan oleh Seifa, ruangan yang diceritakan oleh Seifa adalah ruangan yang gelap gulita. Sementara ruangan ini sangat terang, sampai-sampai menyilaukan mataku. Aku mulai berpikir “Mungkin saja tidak semua tahap sama dengan apa yang diceritakan. Sekarang aku harus bisa mencari ayahku”
Ya, dengan tekad yang bulat, aku mulai melakukan fase terakhir dimana aku harus berkonsentrasi dan menemukan ayahku. Aku memejamkan mataku dan mulai berjalan dengan arah tak menentu. Tiba-tiba saja aku berada dalam sebuah ruangan yang dipenuhi dengan rak obat-obatan. Aku tidak tahu dimana aku berpijak. Kusentuh kotak demi kotak obat yang ada di ruangan itu. Tetapi di sudut ruangan, ada seseorang yang tak kukenal, ia seperti sedang meracik obat. Aku memberanikan diri untuk bertanya kepadanya.
“Permisi Pak, Bapak sedang apa?”Ujarku.
Namun, orang itu hanya terdiam, aku pikir ia tidak mendengar suaraku. Lalu, aku pegang pundaknya, ternyata tanganku tembus seperti di film-film horror. Aku baru saja tersadar bahwa yang aku bawa bukanlah jasadaku melainkan hanya arwahku. Aku mengerti, jelas mereka tidak mendengarku sebab dunia kita berbeda.
Aku memutuskan mengikuti dokter itu, ia membawa suntikan yang telah ia racik. Ia masuk ke ruangan praktek yang cukup tersembunyi, seperti ruangan bawah tanah. Disana ada 2 perawat lain yang menunggunya. Mereka lengkap berPakaian seperti orang yang akan melakukan operasi. Aku masuk ke dalam ruang praktek tersebut dan ternyata memang ada sesuatu yang salah disini.
“HA?”Alangkah terkejut diriku.
Tepat di hadapanku ada seekor orang Utan yang sedang terbaring lemah, ia menjerit kesakitan ketika dokter itu menyuntikkan cairan yang baru saja ia bawa dari laboratorium. Aku berpikir bahwa ini adalah langkah pengobatan untuk orang utan tersebut. Aku perhatikan caranya melakukan operasi hingga selesai. Seteleh itu, ia keluar dan membiarkan orang utan itu terbaring.
Saat sedang membalikkan badan, aku melihat ada bayangan orang yang terlihat dari ventilasi. Aku penasaran dan kemudian berlari keluar. Aku mencari orang itu, dihalaman. Aku mengikutinya berjalan, ia memegang kamera, memakai topi hitam dengan slayer yang menutupi setengah wajahnya.
“Jangan-jangan itu, ayah!”Ujarku.
Aku pun berlari mengahmpirinya dan terus menatap wajahnya, aku ingin menyentuhnya, tapi apa daya itu tidak mungkin.
“Ikatan batin ini akhirnya menemukan kita berdua yah,”ujarku seraya menatap matanya dan tak sadar menestekan air mata.
Ayah berjalan dengan terburu-buru, iya seperti tak ingin terlihat oleh siapapun. Aku berhenti mengikuti ayah dan kembali ke dalam ruangan dokter, ia seperti sedang menelepon orang dan aku mendengarkan segala pembicaraannya. Ia mengatakan kata-kata yang sedikit membuatku curiga.
“Ya, baik jam 4 saya antar. Harga sesuai dengan yang kita sePakati kemarin ya,”ujar dokter tersebut.
Aku pun penasaran dan segera mengikuti kemana dokter pergi itu. Ia pergi ke ruang bawah tanah itu lagi, ia membuka ruangan di sebelah ruangan operasi. Sungguh aku tidak menyangka apa yang aku lihat dihadapanku ada seekor harimau sumatera yang di kurung di dalam kandang.
“Astaga, hewan langka kaya gini kok bisa disini? Jangan-jangan mau dijual?”Ujarku dalam hati.
Aku mengikuti kemana hewan itu akan dibawa, aku merasa ada yang tidak beres disini. Ternyata benar saja mereka bertemu disebuah gedung tua yang terpencil, mereka bertransaksi dan melakukan sesuatu yang ilegal dengan menjual hewan langka yang dilindungi.
“Astaga benar dugaanku, benar-benar tak habis pikir diriku ini,”ujarku setelah melihat Sang dokter menerima satu koper uang yang bernilai miliaran rupiah.
Tiba-tiba saat mereka sedang bertransaksi, ada suara jejak kaki yang masuk ke dalam tempat mereka. Aku pun kembali dikejutkan dengan semua ini. Aku tahu siapa yang datang, ia adalah orang yang sangat aku kenal, ia memiliki mata yang tajam, hidung yang macung, kulit sawo matang dan bibir tipis yang menghiasi senyumnya. AKu tak percaya, itu adalah ayahku, ia datang bak pahlawan dengan penuh keberanian.
“Kalian sudah tertangkap basah dengan saya! Kalian tidak bisa kemana-mana lagi, cepat lepaskan hewan itu dan bersiaplah untuk mendekam dipenjara,”ujar ayah kepada mereka.
“Ronto? Sedang apa kamu disini?”Ujar dokter itu.
“Aku sudah tau kebusukanmu sekarang, aku tidak sudi lagi memiliki teman yang tidak memiliki hati sepertimu. Diam-diam kamu melakukan dosa yang sangat besar!”Ujar Ayah dengan lantang.
“Ini bukan seperti apa yang kamu pikirkan, kami hanya ingin mengirim hewan ini keluar negeri untuk mendapatkan perawatan intensif,”ujar dokter tersebut dengan nada memohon.
“Mau bicara apalagi dengan semua foto-foto ini? Aku sudah sering kali membuntutimu. Tidak ada lagi alasan untuk menghindar. Sekarang, saya akan telepon polisi agar kalian segera ditangkap!”Ujar Ayah seraya mengangkat ponselnya dan menelepon polisi.
Tiba-tiba saja saat ayah sedang menelepon polisi, salah satu ajudan dari dokter tersebut mengangkat senjata api. Aku sangat panik pada saat itu, jantungku berdebar, tubuhku berkeringat. Aku berlari ke hadapan ayah sambil berteriak.
“Ayahhhh!!! Awas ayah!!!”Ujarku sambil berlari.
Namun semuanya sia-sia, semua itu tidak ada gunanya. Senjata api itu ditembakkan sebanyak tiga kali. Peluru menembus bagian dada, kaki, dan kepala ayahku. Dengan hitungan detik tubuh ayah berlumuran darah. Nafasnya terhenti dalam hitungan menit. Tidak ada lagi harapan untuk ayah bisa hidup kemali. Aku yang melihat kejadian itu, terbujur kaku dan tersimpuh di hadapan jasad ayah. Sesaat sebelum penembakkan pada peluru ketiga, aku mendengar ayah mengatakan.
“Lihat nanti, kau….Fer…”
Ayah mengatakan itu, aku tidak bisa mendengar jelas semua perkataan ayah, karena suara ayah sangat pelan pada saat itu. Aku berteriak memanggil nama ayah, aku tak percaya ternyata ini penyebab kematian ayah. Begitu malang nasib ayahku ini, aku bertekad untuk mengetahui siapa nama dokter itu, ialah penyebab utama kematian ayahku.
Namun, tiba-tiba terdengar suara lelaki yang memanggilku berkali-kali
“Orlin, bangun orlin! Orlin, bangun! Ayo sadar! Kamu gaboleh lama-lama tertidur!”
Aku mengenal suara itu, ya itu adalah suara Arsen. Aku mengerti sekarang, Arsen sudah menyuruhku kembali. Jika aku mengikuti hasratku untuk mengikuti dokter itu lagi, aku mungkin tidak akan memiliki kesempatan untuk kembali ke dunia nyata. Lalu, bagaimana nasib ayahku selanjutnya? Usahaku ini akan sia-sia. Akhirnya, aku memutuskan untuk berkonsentrasi dan segera terbangun dari tidurku.

Bersambung ....

No comments:

Post a Comment