“Dimana lin tempatnya?”
“Disana, Sen. Lurus aja, nanti di pertigaan tinggal belok kanan, ga jauh dari situ nanti juga kelihatan,”sautku.
Saat sampai di tempat tujuan, Alesha sepertinya sejak tadi sudah menungguku. Seperti terakhir kali kulihat, ia selalu bahagia memandangi binatang-binatang ini.
“Alesha!”Panggilku.
“Eh, Orlin! Sini masuk!”Ajak Alesha sambil melambaikan tangannya ke arahku.
“Ayo, Sen,”ucapku mengajak Arsen.
“Ini Lin. Suka ga? Jenis persia juga, aku sih kasih nama dia moti, mirip kan sama Kettin?”Ucap Alesha sambil menawarkan kucing itu kepadaku.
“Bagus ga menurut lo Sen?”Tanyaku pada Arsen.
“Bagus, sih, tapi gue lebih suka sama yang itu,”ucap Arsen sambil menunjuk ke arah kucing lokal berwarna abu-abu dan putih. Ia nampak cantik dengan matanya yang berwarna cokelat serta sentuhan kalung lonceng membentuk kepala kucing di lehernya.
“Yang mana? Yang itu? Yang di pojok?”Ucap Alesha.
“Iya, yang itu. Boleh dibawa kesini?”Jawab Arsen.
“Boleh, ambil aja. Dia belum lama disini, baru sekitar 3 mingguan, aku temuin juga di depan toko di seberang sana, kasian waktu itu dia sendirian dan terus mengeong, aku ambil aja dan aku bersihkan serta rawat disini,”jelas Alesha kepadaku dan Arsen.
“Liat deh Lin. Ganteng kan?”Ucap rsen sambil menyodorkan kucing lokal itu kepadaku.
“Lucu, Sen. Lo suka itu? Ambil aja,”tawarku.
“Siapa namanya Les?”Tanyaku pada Alesha.
“Belum aku kasih nama, belum nemu nama yang pas buat karakter dia, Lin,”jawab Alesha.
“Nior. Namanya Nior,”saut Arsen.
“Ha? Siapa Sen?”Tanyaku menegaskan
“N-i-o-r keren kan lin?”Tegas Arsen.
“Boleh juga, sih. Jadi lo ambil yang itu?”Tanyaku lagi.
“Iya, gue ambil nior. Lo ambil moti? Jadi?”
“Iya, jadi dong”
“Yaudah, aku ambil moti, Arsen ambil si nior ya, Les? Boleh kan?”Tanyaku pada Alesha.
“Iya, boleh kok, boleh banget Lin. Diurus yang baik, ya. Yuk, isi berkas pernyataan dulu, biar lebih afdol hehe,”ucap Alesha.
“Oh iya okedeh hehe Ayo Sen, kesana”
Setelah usai menandatangani semua surat pernyataan, aku dan Arsen membeli kandang untuk kedua kucing lucu ini. Aku membelinya di petshop milik Alesha, tempatnya tepat di sebelah kanan klinik. Setelah semua beres, aku dan Arsen berpamitan kepada Alesha.
“Les, makasih ya. Aku jagain kok moti hehe,”ucapku.
“Iya, sama-sama Lin. Main lagi ya kesini,”ucapnya ramah.
“iya, les, makasih juga ya, akhirnya gue punya binatang peliharaan,”ucap Arsen.
“Iya, sama-sama Sen. Lain kali main lagi ya kesini sama Orlin”
“iya pasti, gue balik dulu ya”
“iya, hati-hati ya. Jaga Orlinnya ya hehe daaah!!”Ucap Alesha seraya melambaikan tangan kepada Arsen dan diriku.
Setelah itu, kami pun beranjak pulang. Sepanjang perjalanan, aku merasa canggung dengan Arsen. Entah harus membicarakan apa. Lalu, untuk mencairkan suasana aku sengaja saja bernyanyi dengan nada yang sedikit keras, agar Arsen mendengarnya.
Arsen membalas laguku dan kami bernyanyi bersama. Namun, ditengah perjalanan hujan turun tiba-tiba dan lumayan deras. Kami pun menepi sebentar hingga hujan reda, kasihan kalau dipaksakan, Moti dan Nior pasti ikut basah juga.
“Lin, maaf ya, harusnya kita pulang dari tadi. Jadi keujanan gini kan,”ujar Arsen merasa bersalah.
“Lah kenapa sih, Sen. Gapapa kali, gue yang minta maaf udah ngerepotin lo,”ujarku sambil menyeka tetesan air hujan di rambutku.
“Ih gapapa, gue seneng kok bantu lo,”ujar Arsen sambil mengusap-usap tangannya karena kedinginan.
“Nanti, Nior jangan lupa langsung dikasih makan ya, Sen. Ntar sakit juga kaya Kettin,”ujarku basa-basi.
“Tenang, ajaaa. Gue pengasuh kucing yang baik kok hahaha,”ujarnya mencairkan suasana.
Ujan turun semakin deras, Aku dan Arsen terjebak oleh hujan. Aku berbincang banyak dengannya, mulai dari Olimpiade, orangtua, keluarga sampai makanan kesukaan kami berdua. Ternyata Arsen tidak seburuk yang dipikirkan anak-anak dikelas. Selain pintar, ia juga orang yang pandai mengambil hati orang, terlihat dari caranya berbicara.
“Sayang banget anak-anak mandang Arsen sebelah mata,”kataku dalam hati saat sedang berbincang dengan Arsen.
Tak lama kemudian, hujan mulai reda, meski masih gerimis kami memutuskan untuk pulang. Sebab, aku takut ibu akan marah, karena ponselku mati dan tidak bisa memberi kabar.
“Gapapa kita pulang gerimis kaya gini Lin?”Ujar Arsen seraya menatapku.
“Iya, gapapa Sen. Gue yakin ibu udah khawatir nih,”ujarku padanya.
“Yaudah, lo pake jaket gue aja ya, nih!”Ujarnya sambil mengenakan jaket ke arahku.
“Ih, gausah, nanti lo pake apa?”Ujarku menolak.
“Gapapa, kalo lo sakit, ga ada partner Olimpiade gue nanti hahaha,”ujarnya meledek
“Ish!”Ujarku sambil merapikan jaket yang diberikan Arsen.
Bersambung ....
No comments:
Post a Comment