Wednesday, 6 July 2016

NOVEL "Mimpi Dalam Kendali" : PART XI

Hari ini adalah hari terakhir aku dan Arsen bimbingan dengan Bu Tika. Tidak tahu mengapa, aku merasa sangat cemas, aku takut kalau gagal dalam olimpiade ini. Sementara itu, Arsen terlihat berbanding terbalik dengan sikapku ini, Arsn merasa sangat antusias dan bersemangat serta yakin akan menang dalam olimpiade nanti. Setelah semua mata pelajaran selesai, Aku dan Arsen bergegas menuju ke ruang Bu Tika. Sebab, hari ini kami harus membahas kembali semua materi yang telah kami pelajari beberapa pekan ini.
“Kamu udah siap?”Tanya Arsen padaku saat perjalanan menuju ruang Bu Tika.
“Siap Apa?”Tanyaku polos.
“Olimpiade laah, Orliiin!”Ucap Arsen gemas.
“Yaa, siap ga siap harus siap kan?”Ucapku santai.
“Ish gaboleh gitu, pokoknya kita harus optimis menang. Kalau kita menang, kamu bisa persembahin prestasi ini buat ibu kamu kan? Dia pasti bangga sama prestasi kamu ini,”ujar Arsen meyakinkanku.
“Iyaaaa, Arsenio Wirayudha, yang bawelllllllllll,”ujarku meledek seraya memeletkan lidak ke arahnya.
“Yeee songong ya kamu emang,”ujarnya sambil mengacak-acak rambutku.
Sesampainya di ruang Bu Tika, aku kaget karena meja tempat biasa kami belajar dipenuhi dengan kertas-kertas latihan. Tentu saja hal itu bukan berita yang bagus, karena hari ini aku harus berpusing-pusing ria dengan lembar soal ini.
“Eh kalian udah dateng?”ujar Bu Tika menyapaku dan Arsen.
“Iya, bu,”ujar Arsen sambil melontarkan senyum kepada Bu Tika.
“Masuk, dan baca ulang materi-materi itu ya, abis itu ibu akan adakan sesi tanya jawab,”ujar Bu Tika.
Sementara itu, aku dan Arsen hanya bisa menghela nafas yang dalam.
“Sen, kamu baca materi ini yaa, aku yang ini. Kan kamu lebih menguasai yang ini,”ujarku membagi tugas dengan Arsen.
“Iyaaa, siap ibuuu,”ujar Arsen seraya meledekku dan mengambil materi dari tanganku.
“Yaudah, ayo mulai membaca tumpukan materi ini,”ujarku menyemangati Arsen.
“Semangat, inget, abis olimpiade ini kita akan segera jadi dekektif!”Ujar Arsen sambil membisikkan kata-kata itu ditelingaku.
Aku hanya menatap Arsen dan memberikan senyuman terbaikku padanya. Dalam hati, aku sangat bersyukur karena ada Arsen disini. Ia tak pernah lelah menyemangatiku, dalam keadaan apapun. Ia seorang pekerja keras, terlihat dari caranya belajar. Ia juga orang yang sabar, terlihat dari bagaimana sikapnya kepadaku, saat moodku sedang jelek, ia selalu punya cara untuk mengembalikkan moodku.
Tak lama kemudian, setelah membaca materi, Bu Tika menghampiri kami dan menanyakan kesiapan kami.
“Gimana? Udah siap tanya jawab?”Ujar Bu Tika.
“InsyaAllah, Bu,”ujar Arsen.
“Kamu gimana Karliza Orlin?”Tanya Bu Tika.
“Siap, Bu,”jawabku spontan
Bu Tika mulai mengajukan beberapa pertanyaan soal terkait materi yang telah ia ajarkan. Aku dan Arsen pun tidak merasa kesulitan saat menjawab beberapa pertanyaan yang diberikan olehnya. Paling
tidak, kami sudah menguasai 90% materi yang diberikan. Sedangkan, 10% score yang belum kami kuasai berasal dari materi yang menyangkut hitung-hitungan. Aku rasa, kami berdua hanya perlu latihan nanti malam dan semoga bisa menguasai keseluruhan materi.
Setelah itu, kami pun pulang, ternyata hari ini tak seburuk yang aku pikirkan. Aku pikir kami berdua akan pulang hingga petang tiba. Namun ternyata dugaanku salah, sebelum petang tiba, aku dan Arsen sudah boleh pulang oleh Bu Tika. Ia menasehati aku dan Arsen untuk istirahat agar besok kami tidak terlalu gugup karena sudah istirahat dengan cukup. Aku dan Arsen pun menuruti semua nasehat dari Bu Tika.
13 September 2016
Hari Olimpiade pun tiba, aku merasa lebih baik dari kemarin. JAntungku mulai berdetak dengan stabil. Aku bangun lebih pagi dari biasanya, karena hari ini Arsen akan menjemputku pukul 05.30. Sebab, aku dan Arsen telah berjanji dengan Bu Tika sampai ke sekolah pukul 06.00.
“Linnn, Arsen dateng nih,”Teriak ibu dari bawah.
“Iya, Bu. Tunggu, lagi pakai sepatu,”ujarku sambil membuat simpul tali sepatuku.
“Tunggu ya, nak Arsen,”ujar ibu kepada Arsen.
“Nih, aku udah selesai,”ujarku seraya menuruni anak tangga dan menghampiri ibu dan Arsen.
“Yaudah, ati-ati, nih ibu bawain dua bekel, dimakan bareng Arsen nanti. Kamu kan ga sempet sarapan. Jangan lupa baca doa sebelum mulai ya. Pas ngerjain soal, jangan lupa dibaca yang teliti dulu. Terus, kalau lolos kan ada sesi tanya jawab, jangan lupa yang fokus, ya Lin. Maaf ibu gabisa dateng, ada banyak kerjaan ibu dikantor,”ujar ibu seraya mengelus rambutku dan menyodorkan kotak makan.
“Makasih, Bu. Doain aku ya, semoha berhasil sama Arsen,”ujarku seraya menerima kotak makan dan mencium tangan ibu.
“Iya, doa seorang ibu itu pasti selalu ada di setiap langkah kamu,”ujar ibu seraya mengelus rambutku lagi.
“Makasih ya tante, maaf ngerepotin sampe bikin bekel buat aku juga. Doain Arsen sama Orlin ya, tante,”ujar Arsen seraya mencium tangan ibu.
“Gapapa, nak. Pasti di doain, jangan terlalu nervous nanti, ya. Inget yang penting itu udah usaha semaksimal mungkin, soal juara itu bonus kalian,”ujar ibu seraya tersenyum kepadaku dan Arsen.
“Yaudah, assalamualaikum bu,”pamitku sambil berjalan keluar dan melambaikan tangan kepada ibu.
“Assalamualaikum, tante,”ujar Arsen sambil mengenakan helm.
“Ya, waalaikumsalam,”ujar ibu seraya melambaikan tangan kepada kami berdua.
Saat tiba di sekolah, ternyata Bu Tika sudah menunggu kami tepat di depan lobby sekolah. Ia nampak tak seperti biasanya, wajahnya sedikit tak bergairah persis seperti diriku beberapa waktu lalu, yang kerap gugup karena olimpiade sudah di depan mata. Dengan memberanikan diri, Aku dan Arsen menghampirinya. Aku mengira Bu Tika akan marah karena ia datang lebih dulu dariku dan Arsen, tetapi ternyata dugaanku salah.
”Eh, Arsen, Orlin, kalian sudah datang,”ujar Bu Tika.
“Iya, Bu,”ujarku dan Arsen seraya mencium tangan Bu Tika.
Aku merasa lega setelah melihat perubahan wajah Bu Tika yang semula terlihat gugup menjadi sangat sumringah melihat kedatangan kami.
“Ah, sekarang aku ngerti, Sen. Bu Tika tadi mukanya kaya gitu tuh, gara-gara kita belum dateng. Dia takut kali ya kita lari dari olimpiade ini,”candaku pada Arsen dengan berbisik.
“Husss, gaboleh gitu. Aku laper, yang. Makan bekel dari mamahmu dulu, yuk,”ujar Arsen sambil mengelus-elus perutnya.
“Yaudah, ayo deh. Dimana tapi?”Tanyaku pada Arsen.
“Disitu aja,”ujar Arsen seraya menunjuk ke arah tempat duduk tepat di depan pos satpam.
Akhirnya kami menghabiskan bekal. Tak lama kemudian, Bu Tika memanggil kami untuk segera berangkat karena kami harus melakukan daftar ulang peserta terlebih dahulu. Kami pun bergegas menuju ke tempat olimpiade fisika. Kebetulan lokasi menuju ke tempat lomba tidak terlalu jauh, karena kami berangkat lebih pagi dari biasanya, hanya mebutuhkan waktu 30 menit untuk sampai kesana, lokasi perlombaan berada di kampus IPB.
Sesampainya disana, aku merasa sangat gugup melihat para peserta yang kelihatannya sangat jenius. Kebanyakan dari mereka sedang sibuk berkutat dengan buku, ada yang serius bermain handphone dan sibuk menghafal pelajaran. Sementara aku dan Arsen hanya berbicara santai. Jujur saja aku sangat tegang, tapi Arsen berusaha berbincang denganku, untuk menguragi rasa gugupku yang berlebihan ini.
Tepat pukul 08.30 upacara pembukaan pun dimulai, semua peserta sudah datang dan para pendamping pun namPak sudah siap. Setelah upacara berakhir, kami diperkenankan untuk mengambil nomor urut sebagai identitas di lembar soal nanti. “Ah, Alhamdulillah dapet nomor 4, Lin,”ujar Arsen sambil menunjukkan nomor urut di tangannya.
“Yaa nomor ga masalah Sen, kita harus tetap berusaha untuk sampai ke final,”ujarku menyemangati Arsen.
“Pasti, kok. Aku yakin!”Ujar Arsen meyakinkanku.
Aku hanya membalas perkataannya dengan senyuman. Lalu, aku dan Arsen pun di panggil oleh Bu Tika.
“Kalian, jangan sampai gugup. Kuncinya itu yakin, gausah mengarah ke juara 1. Lakukan saja yangf terbaik, usaha itu lebih berharga daripada hasil,”ujar Bu TIka menasehati kami berdua.
Saat Bu Tika sedang menasehati kami, tersengar suara pengumuman dari panitia yang mengharuskan kami untuk segera masuk ke dalam ruang ujian babak pertama
“Pengumuman, pengumuman! untuk para peserta, diharapkan segera masuk ke dalam ruang ujian tertulis yang berada di selatan lapangan”
Setelah mendengar pengumuman tersebut, aku dan Arsen mencium tangan Bu Tika sebagai simbol permintaan restu. Lalu, Kami bergegas menuju ke ruang ujian. Ujian pertama yang harus kami jalani adalah ujian tertulis, yang akan disusul oleh ujian tanya jawab. Kedua ujian tersebut akan diakumulasi dan di jadikan sebagai acuan siapa yang akan menuju ke final untuk memperebutkan juara utama 1, 2 dan 3.
Saat masuk ke dalam ruang ujian, kami duduk di tempat duduk yang telah disediakan. Tempat duduk diurutkan berdasarkan tim sekolah masing-masing. Susunan meja dibentuk menjadi 2 susun persegi yang mengelilingi sudut ruangan. Kami mendapat tempat duduk dengan nomor urut ke 4 di sisi kanan meja pengawas.
“Ah, Sen… Aku malah jadi deg-degan,”ujarku pada Arsen seraya menaruh tas di bangku.
“Tenang, Orlinnn. Kamu bisa, inget ya, abis ini misi kita masih panjang,”ujarnya menyemangatiku.
“Yaaak, sudah siap kah kalian saya bagikan soal?”Ujar pengawas mencairkan suasana dengan nada pertanyaan yang terdengar santai.
“Siaaaap!”Semua murid yang ada di ruangan menjawab dengan serentak.
Setelah itu, pengawas memberikan lembar soal dan jawaban kepada masing-masing peserta. Kemudian, pengawas memberitahukan peraturan yang harus dipatuhi oleh para peserta. Setelah bel tanda dimulai terdengar kami pun mengerjakan 50 soal selama 90 menit.
Aku dan Arsen membagi dua pengerjaan soal agar menghemat waktu. Aku mengerjakan soal nomor 1 sampai 25 dan Arsen mengerjakan soal 26 sampai 50. Sebelum memulai, Arsen mengingatkanku nasehat Bu Tika dan Ibuku agar berdoa terlebih dahulu. Kami pun berdoa bersama-sama.
“Semangat, ya Lin,”ujar Arsen setelah berdoa.
“Iya, kamu juga, ya Sen,”ujarku seraya menatapnya.
Suasana yang sunyi dan sepi membatku semakin berkonsentrasi. Kami mengerjakan dengan penuh ketelitian. Seluruh peserta namPak sangat serius dan berambisi untuk menang. Hingga tak terasa waktu hanya tingga 10 menit lagi.
“Kamu berapa nomer lagi?”Tanyaku pada Arsen.
“Aku tinggal 3 nih,”jawab Arsen yang tetap menatap lembar soal.
“Yaudah, semangat aku tinggal 1 lagi ini”ujarku seraya kembali mengerjakan soal.
KRINGGG…. KRINGGG….KRINGGG….
Bel pun telah berbunyi, itu berarti waktu telah selesai. Untung saja Arsen mengerjakan dengan tepat waktu, setidaknya ada harapan untuk mendapatkan score yang maksimal. Setelah itu, pengawas mengangkat semua lembar soal dan lembar jawaban. Kami pun dipersilahkan untuk keluar ruangan dan bersiap menunggu pengumuman siapa 5 tim terbaik yang berhak maju ke 2, yaitu babak cepat tepat.
Waktu telah menunjukkan pukul 12.00 ini waktunya untuk beristirahat. Sementara itu, panitia sedang memeriksa seluruh lembar soal dan akan segera mengumumkan siapa 5 tim terbaik yang berhak masuk.
“Sen, sholat dulu yuk, berdoa biar kita masuk,”ujarku seraya menarik tangan Arsen.
“Iya. Lin. Abis ini makan ya, aku laper banget,”ujar Arsen sambil mengelus-elus perutnya.
“Iyaaaa,”ujarku sambil berjalan menuju masjid.
Kami pun menunaikan sholat zuhur bersama. Setalah selesai, Arsen menungguku di pelataran masjid. Kemudian, aku menghampirinya.
“Ayo Sen,”ujarku seraya menepuk pundak Arsen.
“Eh, udah? Ayok!”Ujar Arsen seraya mengambil sepatu.
Arsen nampaknya lelah setelah berpikir dan menjadi sangat lapar. Ia berjalan dengan langkah yang cepat, aku tertinggal dibelakangnya. “Ayo, lin. Kamu lama deh,”ujar Arsen seraya menjulurkan tangan ke arahku.
“Iya, kamunya kecepetan,”ujarku sambil mengerutkan dahi.
“Yaudah buruan,”ujarnya seraya menggandengku.
Sesampainya di kantin, Arsen sangat tidak sabar untuk segera memesan makanan.
“Aku mau makan itu, ah!”Ujarnya seraya menunjuk ke warung mie ayam.
“Iya, yaudah pesan sana. Aku makan siomay aja”
Ia pun berjalan ke arah gerobak mie ayam, tetap dengan tempo langkah kaki yang cepat. Aku heran, jarang sekali Arsen seperti ini.
“Kenapa jadi Arsen yang doyan makan nih sekarang?”Gumamku dalam hati.
Setelah usai memesan, kami mencari tempat duduk. Karena suasana kantin sangat ramai, Aku dan Arsen merasa kesulitan untuk menemukan tempat duduk. Namun, ada orang berbaik hati yang bersedia membagi sisa bangkunya kepada kami berdua.
“Ah, akhirnya makan juga,”ujar Arsen sambil melahap makanannya.
Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya. Aku merasa sangat aneh dengan sikap Arsen yang satu ini.
“Mungkin begini ya, pikiran Arsen kalo lagi ngeliatin tingkahku yang doyan makan ini,”ujarku dalam hati.
Setelah menghabiskan satu porsi mie ayam dan segelas es teh manis, Arsen terlihat sangat kenyang. Ia merasa lebih tenang dari sebelumnya. Akhirnya, kami memutuskan untuk ke ruangan tempat pengumuman berlangsung, karena 10 menit lagi, akan diumumkan siapa yang lolos ke babak selanjutnya.
“Hey kalian dari mana aja?”Ujar Bu Tika.
“Abis makan, bu,”ujar Arsen seraya mencium tangab Bu Tika.
“Oh, gitu. Udah sholat tapi kan?”
“Sudah, kok, Bu,”jawabku.
“Yaudah duduk sini, dikit lagi pengumuman, berdoa biar lulus,”ujar Bu Tika seraya menarik kursi ke dekatnya.
Para panitia pun berkumpul di panggung. Aku dan Arsen saling berpegangan tangan, berharap agar nama sekolah kita disebutkan. Tak lama kemudian, ketua panitia maju ke depan mimbar dan memberikan pengumuman.
“Baik, saya sebutkan nama sekolah yang lulus dari nilai 5 teratas, yang berada pada posisi ke 5 adalahh SMA 5 Bogor, posisi ke 4 adalah SMA Regina Pacis Bogor, lalu yang berada di posisi ke 3 adalah SMA 3 Bogor. Penasaran siapa 2 peserta yang akan masuk ke babak selanjutnya yaitu……”ujar Ketua panitia membuat kami semakin gugup.
“Hah, kayanya bukan kita, Sen,”ujarku lemas
“Optimis, sayang,”ujar Arsen sambil menggenggam tanganku erat.
“Ya, baik, pada posisi ke 2 adalah SMA….Sa……..Tu….Bogor, dan urutan pertama adalah……. SMA…..Du…..aaaa…..Bogoooor,”
“Yeayyyyyy!!! Orlin, kita disebut!!!”Ujar Arsen sambil menggoyang-goyangkan pundakku.
“Yeeey! Alhamdulillah!!!”Ujarku seraya bersujud syukur.
Aku tidak menyangka kami bisa lolos ke babak selanjutnya, Aku dan Arsen tak bisa berkata-kata lagi. Meski mendapat urutan kedua, kami masih bisa berjuang untuk duduk di peringkat pertama pada babak kedua cepat tepat.
Tepat pukul 14.00 kami pun diminta untuk segera masuk ke ruangan babak kedua. Lalu, diminta untuk segera menempati meja yang telah disediakan untuk babak cepat tepat. Ruangan itu di desain seperti ruangan debat. Ada 5 meja peserta yang dibuat menjadi setengah lingkaran dengan satu microfone dan bel diatasnya. Di depan meja peserta yang lolos, ada satu meja untuk pemberi pertanyaan.
Aku dan Arsen akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengharumkan nama baik sekolah kami.
“Baik, kali ini ada 10 pertanyaan yang akan diperebutkan oleh 5 tim, tim yang berada pada peringkat pertama akan maju ke tingkat nasional. Dalam soal hitungan, kami tidak memberikan waktu, siapa yang paling cepat, silahkan tekan tombolnya”ujar moderator.
Lalu, soal pertama dibacakan
“Sebuah benda bergerak ke arah timur sejauh 40 m lalu ke tmur laut dengan sudut 37° terhadap horizontal sejauh 100 m lalu ke utara 100 m. Besar perpindahan yang dilakukan benda adalah… (sin 37° = 0.6)”
*teeeeeeeet* Saat aku selesai menghitung, tiba-tiba bunyi bel lebih dulu terdengar dari kubu SMA 5 Bogor.
“200 m”ujar SMA 5 Bogor
“Ya, betul! 10 poin untuk SMA 5 Bogor” Ujar moderator.
Kemudian, soal kedua dibacakan “Gelombang RADAR adlah gelombang elektromagnetik yang dapat digunakan untuk…”
Aku langsung menekan bel dan akhirnya tim kami adalah tim pertama yang menekan. Begitu dipersilahkan menjawab, aku pun langsung menjawab pertanyaan itu dengan benar.
“mencari jejak sebuah benda”
“Ya, bagus, 10 poin untuk SMA 1 Bogor,”
Lalu, soal selanjutnya dibacakan “Manfaat radioisotop dalam bidang industri adalah …,”
*teeeeet* “untuk meneliti kekuatan material tanpa merusaknya dengan teknik radioaktif”
Tim dari SMA 3 Bogor berhasil mengambil poin pada soal nomor 3. Setelah itu, pertanyaan keempat pun dibacakan, aku bersiap untuk menekan tombol.
“Ya soal nomor empat, Menurut teori kuantum, berkas cahaya terdiri atas foton. Intensitas cahaya ini berbanding lurus dengan… ”
Meski pun aku merasa tanganku sudah cepat menekan tombol bel, ternyata ini bukan rezeki diriku dan Arsen. SMA 5 Bogor kembali menjawab pertanyaan keempat.
*teeeeeet* “energi foton”
“Mohon maaf, jawaban kalian salaah. Soal akan dilempar ke peserta yang lain”ujar moderator
Dengan spontan aku menekan tombol dan poin dijatuhkan kepada timku.
“berbanding lurus dengan banyaknya foton,”Jawabku yakin.
“Ya, benar! 10 poin untuk SMA 1 Bogor”
“YES!”Ujarku kepada Arsen dan mengangkat kedua tanganku ke arahnya.
Kemudian, poin soal ke 5 diraih oleh SMA Regina Pacis. Lalu, soal keenam diraih oleh SMA 2 Bogor. Kemudian, soal ketujuh kembali direbut oleh SMA 2 Bogor. Lalu, soal ke delapan diraih oleh SMA 5 Bogor.
Aku merasa kahwatir karena sudah soal kedepalan, tetapi poin sekolahku dan dua sekolah lainnya berada pada kedudukan yang sama. Paling tidak aku harus berhasil merebut 2 poin terakhir ini. Agar berada pada titik aman dan keluar sebagai seorang pemenang.
“Ya, baik, namPaknya SMA 1 Bogor, SMA 2 Bogor dan SMA 5 Bogor berada pada poin yang sama. Persaingan semakin ketat dan suasana dalam ruangan ini semakin seru bukan? Kita beri tepuk tangan dulu untuk para finalis kompetisi fisika ini”ujar moderator mencairkan suasana.
Suara gemuruh tepuk tangan terdengar meriah di dalam ruangan ini. Aku menjadi lebih semangat untuk melanjutkan perlombaan.
“Ya, baik, soal nomor sembilan, Untuk memperbesar kapasitas suatu kapasitor keping sejajar dapat dilakukan dengan cara…,”
*Teeeeet* Suara bel SMA 2 Bogor berbunyi lebih dulu.
“YA! Silahkan SMA 2 Bogor”ujar moderator
“luas tiap-tiap keping diperbesar”
“Ya, benar! 10 poin untuk SMA 2 Bogoooor!”
Aku langsung menjadi lemas, aku merasa sangat bodoh karena tidak cepat menekan bel. AKu menatap Arsen dengan wajah yang lesu seperti tidak memiliki harapan lagi.
aku yakin bisa meraih poin pada soal terakhir nanti.
“Iya, kali ini aku pasti bisa!”Ujarku seraya menatap wajah Arsen.
“Yaa, untuk kali ini SMA 2 Bogor unggul daripada peserta yang lainnya. Soal berikutnya adalah soal terkahir, jika SMA 2 Bogor kembali menjawab soal terakhir ini, maka pemenangnya adalah SMA 2 Bogor. Namun, bila peserta lain yang telah memiliki nilai 20 poin mampu menjawab, maka akan di berikan satu soal lagi untuk menentukan pemenangnya,”
“Soalnya adalah sebagai berikut, Urutan gelombang elektromagnetik berikut ini dari frekuensi rendah ke frekuensi tinggi adalah…”
*Teeeeeeeeeeeeeeeeeeet*
“Ya, baik SMA 1 Bogor”ujar moderator menyebut nama sekolahku.
“gelombang radio, gelombang TV, gelombang radar, sinar inframerah, cahaya tamPak, sinar ultraviolet, sinar-X, dan sinar gamma,”Arsen menjawab pertanyaan tersebut dengan tepat.
“Ya, 10 poin untuk SMA 1 Bogor, yang kini kedudukannya sama dengan SMA 2 Bogor. Maka, kita akan memberikan 1 soal lagi yang ditujukan untuk SMA 2 dan SMA 1 Bogooooor. Beri tepuk tangan untuk keduanyaaa!”
“Arsen, makasihhhhh”ujarku seraya menatapnya dengan penuh kebahagiaan.
“Sama-sama, Lin. Ayo satu langkah lagi, Lin,”ujar Arsen seraya memegang pundakku.
“Ya, baik soal penentuan…. Yaitu….. Energi kinetik rata-rata molekul gas monoatomik dipengaruhi oleh faktor…”
*Teeeeeeeeet*
“Ya, SMA 2 Bogor,”ujar moderator.
Aku merasa amat sangat lemas, kecewa pada diriku sendiri, harapanku pupus, aku merasa gagal untuk membanggakan orang-orang disekitarku. Hanya tinggal 1 langkah lagi, tapi aku tidak mampu.
“Tenang, Lin. Tenang…”ujar Arsen mendekapku dengan erat.
Kemudian, tim SMA 2 Bogor pun menjawab pertanyaan “ Massa molekul gas”
“Yaaaa, mohon maaf untuk SMA 1 Bogor kalian berhak menjawab pertanyaan. Karena, jawaban SMA 2 Bogor belum tepat”ujar moderator seraya menaikkan nada berbicara.
Aku dan Arsen kaget dan saling menatap. Aku merasa tidak percaya ternyata Tuhan selalu memiliki rencana dibalik kesungguhan kita. Perasaanku yang sedih berubah menjadi berbunga-bunga, aku merasa sangat senang dan bersyukur atas keajaiban ini.
“suhu mutlak gas!”Arsen menjawab dengan yakin pertanyaan tersebut.
“Ya…..baik, jawabannya adalahhhhh………. B E T U L”ujar modeator
“Yeayyyy!!!”Aku spontan meloncat seraya menggenggam tangan Arsen dan segera bersujud syukur.
“Alhamdulillah, selamat ”ujar Arsen seraya memelukku.
Bu Tika menghampiri kami dan memberikan selamat kepada kami. Lalu, aku dan Arsen maju ke atas panggung untuk diberikan piala dan piagam penghargaan. Setelah itu, kami pulang dan berjanji kepada BaPak Bupati untuk bekerja keras agar menang di tingkat nasional.
Aku percaya bawa segal hal yang kita perjuangkan tidak akan pernah sia-sia. Doa dan usaha adalah bumbu dari kesuksesan. Karena segala sesuatu yang dikerjakan sungguh-sungguh akna menuai hasil yang indah dikemudian hari.
Bersambung ....

No comments:

Post a Comment