Tuesday, 5 July 2016

NOVEL "Mimpi Dalam Kendali" : PART VIII

Arsen dan Orlin jadian. Itu berita yang sedang booming dikelasku. Aku menceritakan segalanya kepada Seifa. Ia tampak tenang mendengarkan. Ia merasa sangat senang mendengar berita ini. Aku berpikir ia akan mencaci makiku, ternyata prasangkaku salah. Ia nampaknya sangat mendukung hubungan kami berdua.
Saat sedang asik mengobrol. Arsen mengajakku untuk berkunjung ke tempat penampungan hewan Alesha.
“Lin, ntar main yuk, ke tempatnya Alesha. Aku mau nanya sesuatu tentang Nior. Aku sekalian mau beli kalung kucing yang lucu buat Nior sama Kettin,”ujarnya.
Alesha bukan hanya membuka tempat penampungan hewan kucing, ia juga menjual macam-macam aksesoris untuk binatang. Seperti kalung, baju, kandang, pita, dan yang lainnya. Aku pun langsung menyetujui ajakan Arsen.
“Boleh tuh, Sen. Aku juga sekalian mau beli makanan si Kettin, udah abis di rumah,”ucapku santai.
“Kamu bilang Pak Diman dulu dari sekarang, biar gausah jemput kamu, aku aja nanti yang antar kamu pulang, bilang mamah juga,”ucapnya penuh perhatian.
“He’eh”Jawabku sambil mengeluarkan ponsel untuk memberi kabar kepada mamah dan Pak Diman.
Mata pelajaran pun telah usai. Hari ini tidak ada bimbingan dari Bu Tika, jadi ada waktu luang untuk aku dan Arsen. Setelah bel pulang berbunyi, kami bergegas menuju tempat penampungan hewan Alesha. Setelah sampai di tempat tujuan, aku langsung mencari Alesha.
“Mba, ada Alesha nya?”Ucapku.
“Ada, di tempat biasa mba Orlin,”jawabnya.

Aku mengajak Arsen ke tempat biasa Alesha duduk menatapi binatang-binatang itu bermain.
“Tuh dia,”ucap Arsen seraya menunjukkan tangannya ke arah Alesha.
“Alesha!”Teriakku seraya melambaikan tangan.
“Orlin!”Sapanya kembali.
“kenapa? Ngapain kesini? Kettin sakit lagi?”Tanya Alesha penasaran.
“Ngga, tau nih si Arsen mau cari sesuatu buat Nior,”ucapku sambil menatap Arsen.
“Gue mau cari kalung buat si Nior sama Kettin deh, Les. Di sini jual ga sih?”Ujar Arsen kepada Alesha.
“Ada, tuh di situ kalau mau cari aksesoris. Disini mah lengkap, Sen,”jawab Alesha.
“Sen, Kettin gausah dibeliin, udah banyak koleksi kalungnya, Sen,”ucapku kepada Arsen sambil menggoyang-goyangkan pergelangan tangannya.
Arsen hanya tersenyum melihat tingkahku yang kekanak-kanakan. Aku sadari itu, tetapi bersikap manja dengan Arsen adalah salah satu caraku untuk mencuri perhatiannya.
“Gapapa, kita cari yang mirip ya, buat Kettin sama Nior,”ujarnya seraya mencubit pipiku.
Lalu, Alesha pun memiliki ide untuk kami berdua.
“Beli baju aja, lebih lucu kayanya buat Nior sama Kettin,”ucap Alesha sambil menunjuk lemari Pakaian yang penuh dengan gantungan baju-baju kucing.
“Ih, lucu banget. Iya, Sen bener, beli baju aja yaa? Aku cuma punya 2 baju buat Kettin,”ucapku merayu Arsen.
“Yaudah, ayo kita cari baju,”ucap Arsen menurutiku.
Saat sedang memilih baju untuk kedua kucing kami, aku menemukan baju yang lucu untuk Kettin dan Nior. Baju merah maroon dengan corak hitam. Untuk Nior ada pita kupu-kupu dibagian lehernya. Namun, untuk Kettin ada hiasan renda berwarna pink disekitar leher.
“Sen, ini gimana?”Ucapku sambil menunjukkan baju tersebut kepada Arsen.
Ia hanya menjawab “Iya, bagus kok bagus”
Sepertinya Arsen masih ingin membeli kalung untuk Kettin dan Nior. Sebab, sejak tadi ia hanya berkutat di gantungan aksesoris yang berisi kalung-kalung kucing yang lucu.
“Sen, aku haus, nanti kita ke kedai kopi disana dulu ya,”ujarku sambil menghampiri Arsen.
“Iya,”ujarnya singkat. Ia namPaknya masih sibuk dengan kalung-kalung itu.
“Lin, menurut kamu ini gimana?”Ujarnya sambil menunjukkan kalung yang ia pilih.
“Ih bagus, aku suka, cocok sama baju yang aku pilihin ini,”ujarku sambil menyentuh kalung pilihan Arsen.
“Yaudah aku pilih baju ini sama kalungnya, Les. Tolong dibungkus ya,”ujar Arsen sambil menyodorkan kalung dan baju yang telah kami pilih kepada Alesha.
“Sen, ayo cepetan aku bukan cuma haus sekarang, aku juga laper,”keluhku.
“Iya, tunggu yaaa, sabar,” Arsen menjawab dengan penuh sabar Ia nampak kasihan melihat wajahku yang terlihat sangat lapar.
Aku memang mengidap penyakit maag. Sedikit saja telat makan, wajahku akan pucat, perutku akan berteriak. Oleh karena itu, tak satu pun waktu makan yang ku lewati begitu saja. Aku tidak ingin menyiksa diriku sendiri dengan melupakan waktu makanku, karena aku tahu, ternyata yang mahal itu adalah kesehatan.
“Alesha, ikut aja yuk sama kita. Kita ngobrol-ngobrol aja,”Ajakku.
“Hmm… ngga deh, Lin. Gaenak,”jawab Alesha dengan wajah yang malu-malu.
“Gapapaa, kita sama sekali ga keganggu kok. Ya kan Sen?”Sautku sambil menatap Arsen.
“Iya, gapapa ayo ikut aja Les,”ujar Arsen.
Alesha hanya menjawab dengan satu bahasa tubuh. Ia hanya mengangguk dan akhirnya kami pergi ke kedai kopi yang berada di seberang klinik milik ayah Alesha.

Setelah makan kami pun hendak pulang kerumah, Sesampainya di rumah, ternyata ibu masih duduk di ruang tamu sambil menggenggam ponselnya. Wajahnya terlihat lesu karena seharian bekerja, tetapi nampaknya ia masih setia menungguku di ruang tamu sampai aku pulang.
“Ini, ada Arsen, Bu,saautku lagi.
“Oh, iya, masuk Sen,”ucap ibu
“Iya tante,”jawab Arsen sambil mencium tangan ibuku.
Arsen ikut singgah sebentar dan masuk ke dalam rumah, untuk berpamitan dengan ibu. Ibu memang telah mengetahui hubunganku dengan Arsen. Ibu seringkali khawatir jika aku pulang lebih dari pukul delapan malam. Ia seperti bodyguard yang siap mengawasiku 24 jam meski hanya memantauku lewat telepon atau pesan singkat. Jika aku tidak mengangkat atau membalas pesan siangkatnya, saat aku tiba dirumah ibu pasti langsung memarahiku.
“Tante, maaf ya, aku pulangin Orlin telat, tadi dia keasyikan ngobrol sama Alesha,”ucap Arsen sambil menatap ibu dengan senyum rayuannya.
“Iya, gapapa, tante itu yang penting diberi kabar. Jangan sampai hilang komunikasi. Orlin itu anak tante satu-satunya, jadi kalau dia ga ada kabar sebentar aja, tante udah khawatir banget, nak Arsen,”ucap Ibu menasehati Arsen.
“Iya, tante, maaf ya tante,”ucap Arsen dengan nada bersalah.
Aku hanya tersenyum kecil melihat Arsen dengan ibu
“Rupanya, sekarang bukan aku lagi yang akan dinasehati, tapi laki-laki itu. Haha,”ucapku dalam hati seraya menatap Arsen. “Yaudah, tante. Ini udah malam, paman pasti nyari aku juga. Aku pulang dulu ya, tante,”pamit Arsen.
“Ya, hati-hati, gausah ngebut-ngebut, nak Arsen,”ucap ibu sambil berjalan mengantar Arsen.
“Dadaaaah, makasih yaa”ucapku sambil melambaikan tangan kepada Arsen.
Setelah itu, aku langsung pergi ke kamar untuk membersihkan tubuhku yang penuh keringat ini. Tangan dan kakiku serasa ingin copot, entah mengapa aku merasa sangat lelah hari ini. Setelah usai membersihkan tubuh, aku merasa segar sekali. Namun, aku tidak bisa langsung bermanja-manja dengan kasurku, aku teringat kalau aku belum sempat sholat isya tadi di café. Mukena dan sajadah kuambil dari lemari dan segera kukerjakan kewajibanku. Semua tugasku sebelum tidur telah kuselesaikan.
“Hahhh, akhirnya,”ucapku seraya meloncat dengan posisi tengkurap ke kasurku.
Sebelumnya, ku panjatkan doa kepada-Nya untuk mendapat mimpi indah malam ini. Agar lelahku terbayar oleh mimpi yang indah. Dalam hitungan kurang dari 5 menit, aku sudah bisa terlelap dalam tidurku. Melepas penat dengan mimpi itu salah satu caraku menghapus lelah. Cukup dengan cara sederhana, aku bisa bahagia.
“Lin, liiiin,”
Aku melihat sosok yang kukenal beberapa tahun silam, seseorang yang amat sangat aku kenal. Ia memiliki tubuh semampai, dengan kulit sawo matang dan mata yang bulat. Ada tahi lalat kecil di bawah yang menghiasi senyumnya. Kumis tipis dengan alis yang tebal membuatnya semakin tampan.
“Yah!”Ucapku.

Bersambung ....




No comments:

Post a Comment