BAB IV
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
BULLYING
Definisi bullying merupakan
sebuah kata serapan dari bahasa Inggris. Bullying berasal dari
kata bully yang artinya penggertak, orang yang mengganggu
orang yang lemah. Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang seringkali
dipakai masyarakat untuk menggambarkan fenomena bullying di
antaranya adalah penindasan, penggencetan, perpeloncoan, pemalakan, pengucilan,
atau intimidasi (Susanti, 2006).
Barbara Coloroso (2003:44) :
“Bullying adalah tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja
yang bertujuan untuk menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan
menimbulkan terror. Termasuk juga tindakan yang direncanakan maupun yang
spontan bersifat nyata atau hampir tidak terlihat, dihadapan seseorang atau di
belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik
persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak.
Banyak para ahli yang mengemukakan
pendapatnya mengenai bullying. Seperti pendapat Olweus (1993)
dalam pikiran rakyat, 5 Juli 2007: “Bullying can consist of any action that is
used to hurt another child repeatedly and without cause”. Bullying merupakan
perilaku yang ditujukan untuk melukai siswa lain secara terus-menerus dan tanpa
sebab. Sedangkan menurut Rigby (2005; dalam Anesty, 2009) merumuskan bahwa
“bullying” merupakan sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan
dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung
oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab,
biasanya berulang dan dilakukan dengan perasaan senang (Retno Astuti, 2008: 3).Riauskina,
Djuwita, dan Soesetio (2001) mendefinisikan school bullying sebagai perilaku
agresif kekuasaan terhadap siswa yang dilakukan berulang-ulang oleh
seorang/kelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa lain yang lebih
lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
Beberapa ahli meragukan
pengertian-pengertian di atas bahwa bullying hanya sekedar
keinginan untuk menyakiti orang lain, mereka memandang bahwa “keinginan untuk
menyakiti seseorang” dan “benar-be nar menyakiti seseorang” merupakan dua hal
yang jelas berbeda. Oleh karena itu beberapa ahli psikologi menambahkan bahwa bullying merupakan
sesuatu yang dilakukan bukan sekedar dipikirkan oleh pelakunya, keinginan untuk
menyakiti orang lain dalam bullying selalu diikuti oleh tindakan negatif.
Dari berbagai definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa bullying merupakan serangan berulang secara
fisik, psikologis, sosial, ataupun verbal, yang dilakukan dalam posisi kekuatan
yang secara situasional didefinisikan untuk keuntungan atau kepuasan mereka
sendiri. Bullying merupakan bentuk awal dari perilaku agresif
yaitu tingkah laku yang kasar. Bisa secara fisik, psikis, melalui kata-kata,
ataupun kombinasi dari ketiganya. Hal itu bisa dilakukan oleh kelompok atau
individu. Pelaku mengambil keuntungan dari orang lain yang dilihatnya mudah
diserang. Tindakannya bisa dengan mengejek nama, korban diganggu atau
diasingkan dan dapat merugikan korban.
B.
JENIS
– JENIS TINDAKAN BULLYING
Barbara Coloroso (2006:47-50) membagi jenis-jenis bullying kedalam
empat jenis, yaitu sebagai berikut:
1.
Bullying secara verbal; perilaku ini dapat berupa julukan
nama, celaan, fitnah, kritikan kejam, penghinaan, pernyataan-pernyataan yang
bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, terror, surat-surat yang
mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar kasak-kusuk yang keji dan
keliru, gosip dan sebagainya. Dari ketiga jenis bullying, bullying dalam
bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan dan bullying bentuk
verbal akan menjadi awal dari perilaku bullying yang lainnya
serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih lanjut.
2.
Bullying secara fisik; yang termasuk dalam jenis ini
ialah memukuli, menendang, menampar, mencekik, menggigit, mencakar, meludahi,
dan merusak serta menghancurkan barang-barang milik anak yang tertindas.
Kendati bullying jenis ini adalah yang paling tampak dan mudah
untuk diidentifikasi, namun kejadian bullying secara fisik
tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain. Remaja yang secara
teratur melakukan bullying dalam bentuk fisik kerap merupakan
remaja yang paling bermasalah dan cenderung akan beralih pada tindakan-tindakan
kriminal yang lebih lanjut.
3.
Bullying secara
relasional; adalah pelemahan harga diri korban secara sistematis
melalui pengabaian, pengucilan atau penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup
sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata,
helaan nafas, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang mengejek. Bullying
dalam bentuk ini cenderung perilaku bullying yang paling sulit dideteksi dari
luar. Bullying secara relasional mencapai puncak kekuatannya diawal masa
remaja, karena saat itu tejadi perubahan fisik, mental emosional dan seksual
remaja. Ini adalah saat ketika remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka dan
menyesuaikan diri dengan teman sebaya.
4.
Bullying elektronik; merupakan bentuk perilaku bullying yang
dilakukan pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone,
internet, website, chatting room, e-mail, SMS dan sebagainya. Biasanya
ditujukan untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan
rekaman video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau
menyudutkan. Bullying jenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok
remaja yang telah memiliki pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi
informasi dan media elektronik lainnya.
Pada umumnya, anak laki-laki lebih banyak menggunakan bullying secara
fisik dan anak wanita banyak menggunakan bullying relasional/emosional,
namun keduanya sama-sama menggunakan bullying verbal.
Perbedaan ini, lebih berkaitan dengan pola sosialisasi yang terjadi antara anak
laki-laki dan perempuan (Coloroso, 2006:51).
C.
FAKTOR PENYEBAB BULLYING
Bullying dapat terjadi dimana saja, di perkotaan, pedesaan, sekolah
negeri, sekolah swasta, di waktu sekolah maupun di luar waktu sekolah. Bullying
terjadi karena interaksi dari berbagai faktor yang dapat berasal dari pelaku,
korban, dan lingkungan dimana bullying tersebut terjadi.
Pada
umumnya, anak-anak korban bullying memiliki salah satu atau beberapa
faktor resiko berikut:
- Dianggap “berbeda”, misalnya memiliki ciri fisik tertentu yang mencolok seperti lebih kurus, gemuk, tinggi, atau pendek dibandingkan dengan yang lain, berbeda dalam status ekonomi, memiliki hobi yang tidak lazim, atau menjadi siswa/siswi baru.
- Dianggap lemah atau tidak dapat membela dirinya.
- Memiliki rasa percaya diri yang rendah.
- Kurang populer dibandingkan dengan yang lain, tidak memiliki banyak teman.
Sedangkan
untuk pelaku bullying, Ada beberapa karakteristik anak yang memiliki
kecenderungan lebih besar untuk menjadi pelaku bullying, yaitu mereka
yang:
- Peduli dengan popularitas, memiliki banyak teman, dan senang menjadi pemimpin diantara teman-temannya. Mereka dapat berasal dari keluarga yang berkecukupan, memiliki rasa percaya diri tinggi, dan memiliki prestasi bagus di sekolah. Biasanya mereka melakukan bullying untuk meningkatkan status dan popularitas di antara teman-teman mereka.
- Pernah menjadi korban bullying. Mereka juga mungkin mengalami kesulitan diterima dalam pergaulan, kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolah, mudah terbawa emosi, merasa kesepian dan mengalami depresi.
- Memiliki rasa percaya diri yang rendah, atau mudah dipengaruhi oleh teman-temannya. Mereka dapat menjadi pelaku bullying karena mengikuti perilaku teman-teman mereka yang melakukan bullying, baik secara sadar maupun tidak sadar.
Dalam penelitian Riauskina, Djuwita,
dan Soesetio, (2005) alasan seseorang melakukan bullying adalah karena
korban mempunyai persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena tradisi,
balas dendam karena dia dulu diperlakukan sama (menurut korban laki-laki),
ingin menunjukkan kekuasaan, marah karena korban tidak berperilaku sesuai
dengan yang diharapkan, mendapatkan kepuasan (menurut korban laki – laki ), dan
iri hati (menurut korban perempuan). Adapun korban juga mempersepsikan dirinya
sendiri menjadi korban bullying karena penampilan yang menyolok, tidak
berperilaku dengan sesuai, perilaku dianggap tidak sopan, dan tradisi.
Menurut psikolog Seto Mulyadi, Bullying
disebabkan karena :
1.
Menurutnya, saat ini remaja di Indonesia penuh dengan tekanan. Terutama yang
datang dari sekolah akibat kurikulum yang padat dan teknik pengajaran yang
terlalu kaku. Sehingga sulit bagi remaja untuk menyalurkan bakat nonakademisnya
Penyalurannya dengan kejahilan-kejahilan dan menyiksa.
2. Budaya
feodalisme yang masih kental di masyarakat juga dapat menjadi salah satu
penyebab bullying sebagai wujudnya adalah timbul budaya senioritas, yang bawah
harus nurut sama yang atas.
Perilaku bullying pada anak, bisa dikarenakan :
- Teori Instink Mc Dougall
Menurut Mc Dougall dalam diri setiap
orang terdapat instink untuk menyerang dan berkelahi. Dorongan dari naluri ini
yaitu rasa marah karena suatu hal terutama karena merasa terancam atau
kebutuhannya tidak terpenuhi. Jadi ia melakukan bullying untuk melepaskan emosi
yang ia pendam.
- Teori Belajar Sosial (Social Learning)
Teori belajar sosial yang dicetuskan
oleh Bandura menekankan bahwa kondisi lingkungan dapat memberikan dan
memelihara respon-respon kekerasan pada diri seseorang. Asumsi dasar dari teori
ini yaitu sebagian besar tingkah laku individu diperoleh dari hasil belajar
melalui pengamatan yang dilakukan anak atas tingkah laku yang ditampilkan oleh
individu–individu lain yang menjadi model, yang biasanya adalah orang terdekat
di lingkungannya seperti orang tua. Anak–anak yang melihat model orang dewasa
melakukan kekerasan secara kosisten ia akan memiliki kecenderungan berperilaku
kekerasan bila dibandingkan dengan anak-anak yang melihat model orang dewasa
yang tidakmelakukan kekerasan.
- Pengaruh media
Tayangan televisi yang bebas di
Indonesia, dari film kartun hiburan anak-anak, adegan di sinetron, berita
kekerasan di daerah lain yang dapat dilihat secara bebas oleh anak-anak dapat
memberikan mereka contoh perilaku kekrasan yang akan ia praktekkan di sekolah.
Atau bila ia melihat hal itu secara terus menerus maka keempatiannya terhadap
perilaku kekerasan itu makin memudar, ia akan menganggap kekerasan itu adalah
hal yang wajar.
D.
DAMPAK TINDAKAN BULLYING
Bullying memiliki berbagai dampak negatif yang dapat dirasakan oleh
semua pihak yang terlibat di dalamnya, baik pelaku, korban, ataupun orang-orang
yang menyaksikan tindakan bullying.
Dampak bagi korban
Hasil studi yang dilakukan National
Youth Violence Prevention Resource Center Sanders (2003; dalam Anesty, 2009)
menunjukkan bahwa bullying dapat membuat remaja merasa cemas dan ketakutan,
mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah dan menuntun mereka untuk
menghindari sekolah. Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama,
dapat mempengaruhi self-esteem siswa, meningkatkan isolasi sosial, memunculkan
perilaku menarik diri, menjadikan remaja rentan terhadap stress dan depreasi,
serta rasa tidak aman. Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan
remaja berbuat nekat, bahkan bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (commited
suicide).
Coloroso (2006) mengemukakan
bahayanya jika bullying menimpa korban secara berulang-ulang. Konsekuensi
bullying bagi para korban, yaitu korban akan merasa depresi dan marah, Ia marah
terhadap dirinya sendiri, terhadap pelaku bullying, terhadap orang-orang di
sekitarnya dan terhadap orang dewasa yang tidak dapat atau tidak mau
menolongnya. Hal tersebut kemudan mulai mempengaruhi prestasi akademiknya.
Berhubung tidak mampu lagi muncul dengan cara-cara yang konstruktif untuk
mengontrol hidupnya, ia mungkin akan mundur lebih jauh lagi ke dalam
pengasingan.
Terkait dengan konsekuensi bullying,
penelitian Banks (1993, dalam Northwest Regional Educational Laboratory, 2001;
dan dalam Anesty, 2009) menunjukkan bahwa perilaku bullying berkontribusi
terhadap rendahnya tingkat kehadiran, rendahnya prestasi akademik siswa,
rendahnya self-esteem, tingginya depresi, tingginya kenakalan remaja dan
kejahatan orang dewasa. Dampak negatif bullying juga tampak pada penurunan skor
tes kecerdasan (IQ) dan kemampuan analisis siswa. Berbagai penelitian juga
menunjukkan hubungan antara bullying dengan meningkatnya depresi dan agresi.
Dampak bagi pelaku
Sanders (2003; dalam Anesty, 2009)
National Youth Violence Prevention mengemukakan bahwa pada umumnya, para pelaku
ini memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula,
cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal
orang berwatak keras, mudah marah dan impulsif, toleransi yang rendah terhadap
frustasi. Para pelaku bullying ini memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi
orang lain dan kurang berempati terhadap targetnya. Apa yang diungkapkan
tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Coloroso (2006:72) mengungkapkan
bahwa siswa akan terperangkap dalam peran pelaku bullying, tidak dapat
mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap untuk memandang dari perspektif
lain, tidak memiliki empati, serta menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai
sehingga dapat mempengaruhi pola hubungan sosialnya di masa yang akan datang.
Dengan melakukan bullying, pelaku
akan beranggapan bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika
dibiarkan terus-menerus tanpa intervensi, perilaku bullying ini dapat
menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan
perilaku kriminal lainnya.
Dampak bagi siswa lain yang
menyaksikan bullying (bystanders)
Jika bullying dibiarkan tanpa tindak
lanjut, maka para siswa lain yang menjadi penonton dapat berasumsi bahwa
bullying adalah perilaku yang diterima secara sosial. Dalam kondisi ini,
beberapa siswa mungkin akan bergabung dengan penindas karena takut menjadi
sasaran berikutnya dan beberapa lainnya mungkin hanya akan diam saja tanpa
melakukan apapun dan yang paling parah mereka merasa tidak perlu
menghentikannya.
Selain
dampak-dampak bullying yang telah dipaparkan di atas, penelitian- penelitian
yang dilakukan baik di dalam maupun luar negeri menunjukkan bahwa bullying
mengakibatkan dampak-dampak negatif sebagai berikut:
- Gangguan psikologis, misalnya rasa cemas berlebihan, kesepian (Rigby K. 2003).
- Konsep diri sosial korban bullying menjadi lebih negatif karena korbam merasa tidak diterima oleh teman-temannya, selain itu dirinya juga mempunyai pengalaman gagal yang terus-menerus dalam membina pertemanan, yaitu di bully oleh teman dekatnya sendiri (Ratna Djuwita, dkk , 2005).
- Korban bullying merasakan stress, depresi, benci terhadap pelaku, dendam, ingin keluar sekolah, merana, malu, tertekan, terancam, bahkan ada yang menyilet-nyilet tangannya (Ratna Djuwita, dkk , 2005).
- Membenci lingkungan sosialnya, enggan ke sekolah (Forero et all.1999).
- Keinginan untuk bunuh diri (Kaltiala-Heino, 1999).
- Kesulitan konsentrasi; rasa takut berkepanjangan dan depresi (Bond, 2001).
- Cenderung kurang empatik dan mengarah ke psikotis (Banks R., 1993).
- Pelaku bullying yang kronis akan membawa perilaku itu sampai dewasa, akan berpengaruh negatif pada kemampuan mereka untuk membangun dan memelihara hubungan baik dengan orang lain.
- Korban akan merasa rendah diri, tidak berharga (Rigby, K, 1999).
- Gangguan pada kesehatan fisik: sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk- batuk, gatal-gatal, sakit dada, bibir pecah-pecah (Rigby, K, 2003).
Berdasarkan
paparan di atas, dapat kita lihat bahwa bullying memiliki dampak yang
luas terhadap semua orang yang terlibat di dalamnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang.
E.
UPAYA MENGATASI BULLYING
Dalam rangka mencegah bullying, banyak pihak telah
menjalankan program dan kampanye anti bullying di sekolah-sekolah, baik
dari pihak sekolah sendiri, maupun organisasi-organisasi lain yang berhubungan
dengan anak. Namun, pada nyatanya, bullying masih kerap terjadi di
sekolah-sekolah di Indonesia, seperti yang dapat kita amati melalui kejadian
baru-baru ini di salah satu SMA swasta yang disebutkan di awal tulisan ini.
Lalu apakah yang dapat kita –sebagai
perorangan- lakukan untuk memerangi bullying?
1. Membantu anak-anak mengetahui dan
memahami bullying
Dengan menambah pengetahuan
anak-anak mengenai bullying, mereka dapat lebih mudah mengenali saat bullying
menimpa mereka atau orang-orang di dekat mereka. Selain itu anak-anak juga
perlu dibekali dengan pengetahuan untuk menghadapi bullying dan
bagaimana mencari pertolongan.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan pemahaman anak mengenai bullying, diantaranya:
- Memberitahu pada anak bahwa bullying tidak baik dan tidak dapat dibenarkan dengan alasan maupun tujuan apapun. Setiap orang layak diperlakukan dengan hormat, apapun perbedaan yang mereka miliki.
- Memberitahu pada anak mengenai dampak-dampak bullying bagi pihak-pihak yang terlibat maupun bagi yang menjadi “saksi bisu”.
2. Memberi saran mengenai cara-cara
menghadapi bullying
Setelah diberikan pemahaman mengenai
bullying, anak-anak juga perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan
ketika mereka menjadi sasaran dari bullying agar dapat menghadapinya
dengan aman tanpa menggunakan cara-cara yang agresif atau kekerasan, yang dapat
semakin memperburuk keadaan.
Cara-cara yang dapat digunakan,
misalnya dengan mengabaikan pelaku, menjauhi pelaku, atau menyampaikan
keberatan mereka terhadap pelaku dengan terbuka dan percaya diri. Mereka juga
dapat menghindari bullying dengan berada di sekitar orang-orang dewasa,
atau sekelompok anak-anak lain.
Apabila anak menjadi korban bullying
dan cara-cara di atas sudah dilakukan namun tidak berhasil, mereka sebaiknya
didorong untuk menyampaikan masalah tersebut kepada orang-orang dewasa yang
mereka percayai, baik itu guru di sekolah maupun orangtua atau anggota keluarga
lainnya di rumah.
3. Membangun hubungan dan komunikasi
dua arah dengan anak
Biasanya pelaku bullying akan
mengancam atau mempermalukan korban bila mereka mengadu kepada orang lain, dan
hal inilah yang biasanya membuat seorang korban bullying tidak mau
mengadukan kejadian yang menimpa mereka kepada orang lain.
Oleh karena itu, sangat penting
untuk senantiasa membangun hubungan dan menjalin komunikasi dua arah dengan
anak, agar mereka dapat merasa aman dengan menceritakan masalah yang mereka
alami dengan orang-orang terdekat mereka, dan tidak terpengaruh oleh
ancaman-ancaman yang mereka terima dari para pelaku bullying.
Dalam kehidupan masa kini yang serba
sibuk dan penuh aktivitas, semakin sulit bagi para orangtua dan anggota
keluarga untuk
4. Mendorong mereka untuk tidak
menjadi “saksi bisu” dalam kasus bullying
Berdasarkan sebuah penelitian yang
dilakukan pada anak-anak sekolah dasar di Kanada, sebagian besar kasus bullying
dapat dihentikan dalam 10 detik setelah kejadian tersebut berlangsung berkat
campur tangan saksi –anak anak lain yang hadir saat kejadian tersebut berlangsung-
misalnya dengan membela korban bullying melalui kata-kata ataupun secara
fisik (memisahkan korban dengan pelaku).
Anak-anak yang menyaksikan kasus bullying
juga dapat membantu dengan cara:
v Menemani atau menjadi teman bagi korban bullying,
misalnya dengan mengajak bermain atau berkegiatan bersama.
v Menjauhkan korban dari situasi-situasi yang memungkinkan ia
mengalami bullying.
v Mengajak korban bicara mengenai perlakuan yang ia terima,
mendengarkan ia bercerita dan mengungkapkan perasaannya.
- Apabila dibutuhkan, membantu korban mengadukan permasalahannya kepada orang dewasa yang dapat dipercaya.
5. Membantu anak menemukan minat dan
potensi mereka
Dengan mengetahui minat dan potensi
mereka, anak-anak akan terdorong untuk mengembangkan diri dan bertemu serta
berteman dengan orang-orang yang memiliki minat yang sama. Hal ini akan
meningkatkan rasa percaya diri dan mendukung kehidupan sosial mereka sehingga
membantu melindungi mereka dari bullying.
Terhadap
anak-anak yang berisiko terkena bullying atau menjadi korban bullying, lakukan
langkah berikut ini:
·
Jangan membawa barang-barang mahal
atau uang berlebihan. Merampas, merusak, atau menyandera barang-barang korban
adalah tindakan yang biasanya dilakukan pelaku bullying. Oleh karena itu,
sebisa mungkin jangan beri mereka kesempatan membawa barang mahal atau uang
yang berlebihan ke sekolah.
·
Jangan sendirian. Pelaku bullying
melihat anak yang menyendiri sebagai “mangsa” yang potensial. Oleh karena itu,
jangan sendirian di dalam kelas, di lorong sekolah, atau tempat-tempat sepi
lainnya. Kalau memungkinkan, beradalah di tempat di mana guru atau orang dewasa
lainnya dapat melihat. Akan lebih baik lagi, jika anak tersebut bersama-sama
dengan teman, atau mencoba berteman dengan anak-anak penyendiri lainnya.
·
Jangan cari gara-gara dengan pelaku
bullying.
·
Jika anak tersebut suatu saat
terperangkap dalam situasi bullying, kuncinya adalah tampil percaya diri.
Jangan memperlihatkan diri seperti orang yan lemah atau ketakutan.
·
Harus berani melapor pada orang tua,
guru, atau orang dewasa lainnya yang dipercayainya. Ajaklah anak tersebut untuk
berani bertindak dan mencoba
6. Memberi teladan lewat sikap dan
perilaku
Sebaik dan sebagus apapun slogan,
saran serta nasihat yang mereka dapatkan, anak akan kembali melihat pada
lingkungan mereka untuk melihat sikap dan perilaku seperti apa yang diterima
oleh masyarakat. Walaupun tidak terlihat demikian, anak-anak juga memerhatikan
dan merekam bagaimana orang dewasa mengelola stres dan konflik, serta bagaimana
mereka memperlakukan orang-orang lain di sekitar mereka.
Apabila kita ingin ikut serta dalam
memerangi bullying, hal paling sederhana yang dapat kita lakukan adalah
dengan tidak melakukan bullying atau hal-hal lain yang mirip dengan bullying.
Disadari maupun tidak, orang dewasa juga dapat menjadi korban ataupun pelaku bullying,
misalnya dengan melakukan bullying di tempat kerja, ataupun melakukan
kekerasan verbal terhadap orang-orang di sekitar kita.
BAB V
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Bullying adalah
suatu tindakan negatif yang dilakukan secara berulang-ulang dimana tindakan
tersebut sengaja dilakukan dengan tujuan untuk melukai dan memnuat seseorang
merasa tidak nyaman.
Pemahaman
moral adalah pemahaman individu yang menekankan pada alasan mengapa suatu
tindakan dilakukan dan bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa
sesuatu adalah baik atau buruk. Pemahaman moral bukan tentang apa yang baik
atau buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan
bahwa sesuatu adalah baik atau buruk.
Peserta
didik dengan pemahaman moral yang tinggi akan memikirkan dahulu perbuatan yang
akan dilakukan sehingga tidak akan melakukan menyakiti atau
melakukan bullying kepada temannya.
Selain
itu, keberhasilan remaja dalam proses pembentukan kepribadian yang wajar dan
pembentukan kematangan diri membuat mereka mampu menghadapi berbagai tantangan
dan dalam kehidupannya saat ini dan juga di masa mendatang. Untuk itu mereka
seyogyanya mendapatkan asuhan dan pendidikan yang menunjang untuk
perkembangannya.
B.
Saran
Seharusnya
bullying tidak dilakukan agar tidak
menimbulkan dendam dari orang yang di
bullying, apabila ada dendam akan berdampak
buruk di kemudian harinya.dan sebagai manusia
yang baik harus menghargai sesama teman, jangan
merasa paling kuat dan jangan melakukan
tindakan yang semena-mena terhadap orang yang
lebih lemah.
DAFTAR PUSTAKA
v http://dsh231295.blogspot.com/2014/07/makalah-bimbingan-dan-koseling-bullying.html
(Minggu
20 April 2015 jam akses 20.15)
v http://adityawiryatama.blogspot.com/2014/12/makalah-maraknya-perilaku-bullying-di.html
( Minggu 20 April 2015 jam akses 21.32 )
v http://www.psychologymania.com/2012/06/dampak-bullying-bagi-siswa.html
(
Minggu 20 April 2015 jam akses 21.32 )
v http://naufal.smamda.org/2009/05/28/bullying-di-sekolah-dan-upaya-meminimalisir
(Minggu 21 April 2015 Jam akses 8.36)
No comments:
Post a Comment