Wednesday, 6 July 2016

NOVEL "Mimpi Dalam Kendali" : PART XIII

Setelah terbangun, aku masih merasa kaget dengan segala kisah yang kulihat tadi. Aku terdiam membisu dan menatap Seifa dan Arsen. Aku tak kuasa untuk menahan tangis, satu persatu air mata mengalir dipipiku. Arsen dan Sefa merasa heran melihat tingkahku.
“Oke, Orlin? Hey? Orlin, ayo kita lakuin tahap ini. Biar semua mimpi lo ga terbuang gitu aja,”ujar Seifa sambil mengeluarkan buku catatan dari lemari belajarku.
“Ini minum dulu nih, baru ceritain,”ujar Arsen seraya menyodorkan segelas air putih kepadaku.
Aku pun mengontrol perasaaanku dan menceritakan segalanya kepada Arsen dan Seifa secara detail. Tak ada satu pun cerita yang aku lewatkan semua masih teringat jelas dikepalaku. Perasaanku tak karuan, air mata terus saja mengalir di pipiku.
“Oke, sekarang tenangin diri lo. Abis itu makan ya, karena lo pasti capek dan butuh tenaga lagi untuk cari langkah selanjutnya”
Saat aku beristirahat, Seifa terdiam di sampingku dan membaca tahap demi tahap ceritaku itu. Ia terlihat sangat serius, baru kali ini aku melihat Seifa sangat serius. Sedikit tidak percaya, aku bisa menemukan orang seperti Seifa dan Arsen yang selalu menemaniku saat aku membutuhkan mereka.
Hari mulai malam, kami memutuskan untuk tidur dan melanjutkan misi ini esok hari. Sebab, keadaanku juga tidak memungkinkan, aku masih sedih dan tak bisa berkata apa-apa.
***
Keesokan harinya, kami bangun pagi-pagi sekali dan memutuskan untuk mencari petunjuk lagi dari bukti yang telah kami dapatkan. Kami mulai dari mencari nama orang yang tidak sempat aku dengar kemarin.
“Oke, ayah lo punya temen ga yang namanya depannya Fer?”Tanya Seifa kepadaku.
“Gue ga begitu tau, tapi setau gue ga ada deh,”ujarku polos.
“Kamu yakin? Coba ditanya lagi ke mamah kamu”ujar Arsen.
“Iya, bener coba telepon ibu lo, Lin”Saut Seifa.
“Iya, bentar, aku telepon ibu dulu”ujarku seraya mengambil ponsel yang ku taruh di kasur.
Untung saja ibu tidak sibuk, teleponku segera diangkat olehnya.
“Halo? Bu?”
“Ya, Orlin? Ada apa sayang?”
“Bu, aku mau tanya, tolong jawab cepat ya bu, teman ayah ada yang bernama dengan nama depan Fer gak?”
“Hmmm…. Banyak, ada Feri, Ferdinan, Fernan, Fera. Kenapa?”
“Gapapa bu, aku iseng aja,”
“Kalo mau liat yang lebih lengkap lihat aja dibuku telepon, disitu biasanya lengkap, nama dan identitas teman ayahmu”
“Oh, iya, bu. Makasih ya bu. Assalamualaikum”
“Iya, Waalaikumsalam”
Setelah mendapat jawaban dari ibu, aku berlari ke bawah dan mengambil buku telepon, lalu kembali ke kamarku.
“Oke kita cari yang sama dengan ciri-ciri yang mau kita tuju! Fer dan pekerjaannya itu dokter hewan”ujarku.
“Iya, oke yang teliti ya”ujar Seifa menambahkan.
Setelah mencari secara seksama dan teliti, aku mendapatkan satu nama yangs ama dengan ciri-ciri yang kita bertiga butuhkan.
“Liat nih! Menurut kalian gimana? Cocok ga sih sama ciri-cirinya?”Tanyaku pada Arsen dan Seifa.
“Iya, bener-bener coba kita cari tahu data yang lebih konkret”ujar Arsen.
“Eh, tapi tunggu dulu, ini…. Namanya Feran? HAAA? Alamatnya liat, Sen!!!”Ujarku kaget.
“Astagfirullah, ini alamatnya ALESHAA?!!!!”Ujar Arsen dengan wajah tidak percaya.
“Iya, Sen… Iya!”Ujarku seraya meyakinkan Arsen.
“Tunggu, tunggu! Apa sih maksud kalian? Ujar Seifa penasaran.
“Alesha yang gue ceritain waktu itu, waktu Kettin sakit gue ke klinik hewan ayahnya. Terus, tempat gue ngadopsi moti itu disanaaa”ujarku seraya meneteskan air mata.
“HAAH?”Ujar Seifa dengan ekspresi tidak percaya.
“Ngga, ngga, gamungkin, bukannya dia orang baik?”Ujar Arsen kepadaku.
“Aku juga gatau, Sen. Tapi tunggu, mana album foto punya ayahku itu? Mana?”Ujarku kepada Seifa.
Seifa memberikan album foto tersebut kepadaku. Ku buka lembaran demi lembaran yang ada. Aku baru teringat bahwa aku pernah melihat salah satu foto halaman yang ada di dalam album ini persis seperti halaman yang ada dibelakang tempat penampungan hewan hewan milik dokter Fernan.
“Liat ini, ini sama kan Sen? Sama apa yang kitalihat di temoat penampungan hewan hewan”ujarku seraya menunjuk Foto yang sedikit blur, tetapi jika diperhatikan sangat mirip dengan halaman tersebut.
“Tunggu, tunggu, iya, bener lin! Bener! Ini dia!”Ujar Arsen meyakinkanku.
“Aku gamau berlama-lama ayo kita ke polisi! Kita harus pergi ke rumahnya dokter itu! Dia membunuh ayahku! Ayo! “ujarku memaksa seraya meninggalkan kamar.
“Orlin, tunggu Orlin! Lo jangan kaya gitu, sekarang udah larut malam, besok pagi-pagi banget kita kesana, oke? Tenangin diri lo dulu, kita ga akan berhasil kalo lo masih di penuhi emosi gini”ujar Seifa mengejarku.
“Tunggu apa apalagi sih Fa? Ayah gue fa! Ini soal Ayah gue! Lo harus ngertiin gue! Ini menyangkut kedamaiana yah gue, fa! Ini ga mungkin di tunda lagi! Lo ngerti ga sih? HAHH?”Ujarku memberontak seraya menangis dan berbicara dengan nada yang keras.
“Oke, gue ngerti. Tapi ini ga akan baik buat lo! Lo ga akan bisa ngomong yang jernih sama poilisi nanti, yang ada masalah ga akan selesai”ujar Seifa seraya memelukku.
“iya, sayang, mending kamu istirahat, besok aku janji, kita akan bisa tangkep pelaku itu”ujar Arsen seraya mengusap rambutku.
Aku menangis di pelukan Seifa dan Arsen. Ini benar-benar sulit untukku, aku merasa sangat terpukul mengetahui kebenaran ini. Karena ternyata orang yang terdekat pun bisa menjadi bumerang untuk diri kita sendiri.
Keesokan harinya, kami bertiga bangun pagi-pagi sekali dan segera menyiapkan segala bukti yang ada untuk segera diserahkan kepada pihak kepolisian. Setelah semua bukti cukup, kami langsung pergi ke kantor polisi untuk memberikan pernyataan.
“Baik, semua pernyataan telah kami catat. Kami akan mulai penelusuran berdasarkan bukti yang ada”ujar Pak Polisi.
“Pak, tolong jangan diperlambat, bisa kita langsung saja menggeledah penampungan hewan hewan itu? Ini bukan hanya soal jasad ayah saya, tetapi juga nyawa para binatang yang terlantar, Pak,”ujarku meyankinkan.
“Ya, benar, Pak. Saya rasa dengan adanya album foto itu bukti yang kami bawa sudah cukup kuat”ujar Seifa menambahkan.
“Maaf, mbak. Saya harus melapor terlebih dahulu, baru kami akan melakukan tindakan selanjutnya. Mba silahkan menunggu di rumah, saya akan memberi kabar,”ujar Pak Polisi seraya menyuruh kami keluar.
Aku hanya bisa pasrah dan lagi-lagi hanya tangisan yang bisa melegakan perasaanku. Namun, aku tahu selalu ada jalan untuk mengungkap semua ini. Akhirnya, aku serahkan semua kepada kepolisian dan memutuskan untuk menunggu kabar di rumah. Arsen dan Seifa telah kembali ke rumah mereka masing-masing, mereka telah banyak membantuku, aku menyuruh mereka untuk beristirahat.
“Lo gapapa gue tinggal sendirian gini di rumah?”Ujar Seifa kepadaku.
“Gapapa, gue biasa kok kalo nyokap keluar kota, gue sendiri. Kalian juga pasti capek, kan. Kalo ada kabar selanjutnya, gue langsung telepon kalian”ujarku kepada Seifa dan Arsen.
“Aku disini aja, aku temenin kamu. Aku takut kamu kenapa-kenapa. Aku tungguin sampe mamah kamu datang. Oke?”Ujar Arsen dengan nada khawatir.
“Gausah, kamu pulang aja, nanti keluarga kamu nyariin. Aku akan kasih kabar secara intensif ke kamu”ujarku seraya memberikan senyum kecil kepada Arsen.
Akhirnya, mereka pulang ke rumah mereka masing-masing. AKu berhasil meyakinkan mereka, kalau aku akan baik-baik saja. Beberapa jam kemudian, ibu pulang dari dinas luar kota. Ia panik melihat mataku yang sembab dan hidungku yang memerah bak tomat.
“Kamu kenapa sayang? Kamu gapapa? Beneran?”Ujar ibu seraya mengelus-elus pipiku.
“Gapapa, Bu. Udah ibu istirahat aja, ya. Aku bawain kopernya sini,”ujarku seraya menenangkan ibu dan mengalihkan perhatian dengan membawa kopernya ke kamar.
Untung saja ia sama sekali tidak curiga dengan sikapku. Paling tidak ia tidak banyak bertanya soal mata sembabku ini. Mungkin ibu berpikir bahwa aku sedang putus cinta. Ditambah lagi, dengan sikapku yang berusaha untuk relaks di depan ibu.
Tiga hari kemudian setelah hari itu, pihak kepolisian meneleponku dan mengatakan bahwa mereka akan melakukan penggeledahan di klinik dokter Fernan. Perasaanku tak karuan pada saat itu, antara senang dan sedih bercampur menjadi satu. Di satu sisi aku merasa senang, karena pelaku yang membunuh ayah akan tertangkap. Tetapi di sisi lain, aku merasa sedih, karena ibu pasti akan merasa sangat terpukul setelah melihat jasad ayah ditemukan.
Orang yang pertama kali akan aku beri kabar adalah Seifa dan Arsen. Sebab, hanya kami yang mengetahui masalah ini. Aku berniat untuk memberitahu ibu setelah semua masalah selesai. Aku tidak ingin melihat ibu sedih saat aku memberitahu hal tersebut. Belum lagi, aku yakin ibu tak akan percaya bahwa yang telah melakukan semua ini adalah teman baik ayah semasa dulu.
“Halo? Seifa?”
“Iya, kenapa? Udah ada kabar Lin?”Ujarnya Antusias.
“udah, ayo ke TKP”ujarku tergesa-gesa.
“Oke, Oke. Gue kesana,”
Setelah itu ku telepon Arsen.
“Halo? Arsen?”
“Iya? Halo? Kenapa sayang? Ada perkembangan?”Ujar Arsen penasaran.
“Iya, sekarang juga kamu ke rumahku dan kita ke TKP ya,”ujarku seraya menutup telepon.
Setelah Arsen sampai di rumahku, aku langsung menyuruhnya untuk ke klinik dokter Fernan. Saat sampai di sana, sudah ada Seifa yang menunggu kami. Telah banyak mobil polisi yang terparkir tepat di depan klinik, beberapa anjing pelacak pun ikut mencari jejak.
Setelah kurang lebih 6 jam pencarian, akhirnya polisi memutuskan untuk membongkar tempat penampungan hewan hewan. Karena berdasarkan bukti yang ada, polisi menduga, ayahku dikuburkan disana. Akhirnya, polisi meluluhlantahkan penampungan hewan hewan dan mencari jasad ayahku.
Alangkah terkejutnya diriku, jasad ayah ditemukan dalam keadaan tak berbentuk yang dibalut dengan seprai. Aku tak kuasa menahan emosi dan kemudian pingsan di tempat kejadian. Arsen kemudian menangkapku dan membawaku ke dalam mobil. Sementara Seifa berada di TKP untuk memantau perkembangan. Setelah beberapa menit, akhirnya aku sadarkan diri dan meminta Arsen untuk mengambil ponselku untuk segera menghubungi ibu.
“Halo? Ibu?”
“Iya, sayang? Kenapa? Suara kamu kok lesu bergitu?”Ujar ibu panik.
“Bu, aku mohon sekarang ibu datang kesini, ke klinik dokter Fernan,”
“YAudah, kamu tunggu disana. Jangan kemana-kemana. Oke?”Ujar ibu lebih panik.
Setelah itu, aku kembali ke tempat kejadian. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, dokter Fernan di tangkap oleh polisi. Aku merasa sangat lega, karena melihat borgol menghiasi tangannya. Tak lama kemudian ibu datang dan berlari ke arahku.
“Orlin”ujar Ibu.
“Bu, akhirnya aku bisa ketemu ayah, bu”ujarku seraya memeluk ibu dan tak kuasa meneteskan air mataku.
“Selama belasan tahun, aku selalu menunggu kepulangan ayah, akhirnya ayah pulang, Bu,”Sautku lagi.
IBu hanya diam membisu tak menyuarakan apa pun. Aku mengerti, ibu pasti sangat terpukuk dengan kejadian ini. Ibu lah yang setiap hari lebih rindu pada ayah dibanding diriku. Setelah belasan tahun, wanita yang sangat aku cintai ini tak pernah absen untuk ke kantor polisi dan menanyakan perkembangan kabar dari ayahku. Tak satu pun hasil yang ia dapatkan.
Selama belasan tahun penantian, ibuku ini harus hidup dalam bayang-bayang wajah ayahku. Kini, aku yakin, ibu akan semakin menderita, sebab lelaki yang dicintainya harus meninggal dengan cara yang seperti ini. Di tambah lagi, ia harus menerima kenyataan bahwa orang yang ia pikir kerabat baik adalah dalang dari pembunuhan ayahku.
Aku mengerti perasaan ibu, tetapi setidaknya, ayahku kini telah kubuatkan kasur yang nyaman. Meski jasadnya tak lagi berbentuk, aku masih bisa menemuinya lewat mimpi. Sebab, mimpi adalah salah satu-satunya jalan yang mampu mempertemukan orang yang sulit kita gapai.
TAMAT

NOVEL "Mimpi Dalam Kendali" : PART XII

Kicauan burung terdengar lebih tenang dari biasanya. Matahari yang menyapa seakan mengajakku berteman, tak seperti biasanya. Semalam aku tidur dengan tenang, tidak ada mimpi aneh yang datang ke dalam mimpiku. Ditambah lagi, minggu ini libur sekolah karena siswa kelas XII sedang melaksanakan try out.
“Hahhh nikmatnya minggu ini,”kataku seraya mengulet diatas kasur.
*tok tok tok* “Orliiiin!”Teriak ibu seraya mengetuk pintu kamarku.
“Iya, bu. Masuk aja ga aku kunciiii,”ujarku seraya membuka jendela.
“Orlin, ini makanannya ibu bawa ke atas, itung-itung hadiah buat anak ibu yang cerdas!”Ujar Ibu sambil menaruh makanan diatas meja belajarku.
“Makasih ibuuuu, coba ada ibu ada disanaaa aku pasti tambah semangatttt!”Ujarku seraya memeluk ibu.
“Iyaaa, maaf ya ibu ga dateng. Tapi anak gadis ibu ini memang pintaaaar bangett!”Ujar ibu sambil mencubit pipiku.
Aku lupa kalau hari ini aku janjian dengan Arsen dan Seifa pukul 10.00. Kemudian, aku bergegas masuk ke kamar mandi dan segera bersiap-siap.
“Bu, aku aku mandi ya, Arsen sama Seifa kalo udah dateng langsung suruh ke atas aja,”ujarku sambil lari masuk ke dalam kamar mandi.
“Hih, kebiasaan, deh,”ujar ibu sambil meninggalkan kamarku.
Saat keluar dari kamar mandi, ternyata sudah ada Seifa diatas kasurku. Seperti biasa, gadis imut yang satu ini selalu saja memiliki kesempatan untuk memejamkan mata dimana-mana.
“Fa, Seifa! Banguuuun ih,”ujarku sambil mengoyang-goyangkan kakinya.
“Ntar ah Lin, belom juga dateng si Arsen ih,”ujar Seifa sambil memeluk guling
“Yeeee, tuh dia dateng,”ujarku seraya melihat ke arah pintu.
“Hai, maaf ya aku telat,”ujar Arsen sambil menghampiriku.
“Iya gapapa, yaudah aku ambil minum dulu ya,”ujarku padanya.
Setelah itu, kami mulai pencarian dengan cara mencari jawaban dari mimpiku selama ini. AKu suruh mereka untuk melihat album foto ayah yang kutemukan tempo hari. Sambil mereka meneliti album foto tersebut, aku membuka laptop dan googling tentang tafsir mimpi.
“Ini emang mencurigakan sih, bukunya, yang,”ujar Arsen kepadaku.
“Iya, bener, Lin. Kata lo bokap lo itu jurnalis politik, kan? Kenapa foto binatang yang rada burem ini ada disini,”ujar Seifa.
“Nah, iya. Itu juga yang jadi dasar pemikiran gue, album ini bisa jadi petunjuk buat kita”ujarku kepad mereka.
“Yaudah, sekarang gue tanya, ayah lo ga pernah ngomong apa-apa ke lo tentang pekerjaannya?”Ujar Seifa.
Aku menemukan hal yang aku perlukan hasil dari pencarian melalui google. Ada cara untuk menjelajahi mimpi yang dikenal sebagai lucid dream. Aku tak menghiraukan perkataan Seifa, aku fokus membaca artiklel tersebut.
“Wey! Orlin! Gue nanya… kacang yaa”ujar Seifa sambil menimpuk gumpalan tisue ke arahku.
“Eh, maap maap…. Sini deh baca nih artikel,”ujarku seraya menyuruh mereka membaca artikel mengenai pengendalian mimpi yang kutemukan tadi.
“Ih, bagus nih lin. Lo bisa gunain cara ini buat tau tentang ayah lo. Kita Cuma harus paham dan hati-hati, ya kan?”Ujar Seifa seraya menatap wajahku.
“Iya, sih, tapi lihat deh ada bahayanya jugaaaa,”ujarku dengan keraguan.
“Yaaaa, lo yakinin dulu diri lo cari lagi coba artikel yang lain, kali aja ada cara-cara yang lebih konkret. Menurut lo gimana Sen?” Ujar Seifa seraya menepuk pundak Arsen.
“Hh? Iya, tungu. tunggu. Gue baca dulu yak, baru gue kasih pendapat”ujar Arsen.
Saat Arsen dengan serius memandangi laptop untuk membaca dan memahami artikel tersebut, aku dan Seifa berusaha mencari informasi lain dengan cara browsing melalui tablet milik Seifa.
“Lin, liat deh udah ada tokoh yang berhasil! Namanya Richard Feynman, peraih nobel fisika yang terkenal saat berhasil menemukan kenapa Shuttle Chalengger meledak itu seorang penjelajah mimpi yang andal hanya dalam sekali mencoba. Orang yang udah andal itu disebut O…..One…. apa tuh di situ bacaannya,”ujar Seifa dengan mengeja.
“Oneironaut!”Spontan Arsen menjawab dengan lancar.
“Ohh itu, iya gue tau tuh, td baca sekelibatan aja, itu julukan orangnya kan?”Ujarku santai.
“He’eh. Itu tokoh udah expert banget ngelakuin lucid dream! Dia aja bisa, kenapa lo ngga? Ya kan?”Ujar Seifa meyakinkan.
“Aku ga setuju kamu ngelakuin ini lin, setelah aku baca, ini bisa membahayakan kamu, Lin,”ujar Arsen seraya menatap wajahku dengan penuh harapan bahwa aku akan menuruti perkataannya.
“Yaa, apa salahnya sih Sen kalo dicoba? Toh kita ada disini, mana mungkin Orlin dalam bahaya?”Ujar Seifa menatap Arsen dengan sinis.
“Fa, lo baca nih bahayanya! Banyak banget! Lo mau Orlin kenapa-kenapa? Lo mau Orlin ga balik-balik lagi?”Ujar Arsen dengan nada yang sedikit keras.
“Oke, oke. Gue ngerti gimana khawatirnya lo, tp lo punya jalan pintas lain selain ini? Lo ada ide lain? HA?”Ujar Seifa membalas perkataan Arsen.
“Heyyy, kok malah jadi pada berantem, sih? Oke. Karliza Orlin yang akan memutuskan disini. Karena aku mau banget memecahkan masalah ini dengan cara yang cepat, aku setuju sama Seifa. Percaya, Sen aku bakal baik-baik aja. Resiko itu hanya perlu kita temuin penangkalnya. Kita gaboleh takut sama masalah yang akan datang. Yang terjadi, yaudah biar terjadi. Tugas kita sekarang ini hanya perlu Y-A-K-I-N. Okeey? Are you belive me?”Kataku sambil menggenggam tangan Arsen dan menatap matanya.
“Oke”ujar Arsen lemas dan mengalah.
“Nah, gitu kan enak! Oke langkah yang harus kita lakuin selanjutnya, kita harus caritahu cara meminimalisir semua kemungkinan yang sama sekali ga kita pengen. Kita harus mencari langkah-langkah yang tepat untuk melakukan lucid dream ini. Oke? Setuju?”Ujar Seifa seraya menjulurkan tangannya ditengah-tengah lingkaran tempat duduk kita.
“Oke! Deal!”Ujarku seraya menjulurkan tanganku yang kutumpuk diatas tangan Seifa.
“Sen, lo gimana?”Ujar Seifa singkat.
Arsen tidak melakukan respon apapun. NamPaknya, ia masih tidak setuju. Namun, aku meliriknya dan menatap matanya serta memberi isyarat kedipan mata agar ia setuju dengan rencana pertama kita. Tanpa berkata-kata Arsen pun menjulurkan tangannya dan meletakkan tangannya diatas Tanganku.
“Oke, misi dimulai!”Ujar Seifa dengan semangat.
“Oke. Bismillah!”Sautku.
Akhirnya kami memilih jalan ini untuk segera mengetahui penyebab kematian ayahku. Aku tidak tahu apakah cara ini akan berhasil, tetapi usaha dan tekadku yang bulat seakan berbicara bahwa “inilah jalanku”. Aku berjanji akan membuat jasad ayahku terlelap dengan tenang di surga. Aku pun yakin, Tuhan akan selalu memberikan cahaya penerangan di dalam jalanku.

Keesokan harinya, Arsen dan juga Seifa datang ke rumahku pukul 11.00. Mereka akan menginap di rumahku selama tiga hari. Karena ibu sedang dinas ke luar kota, maka kami bisa melakukan misi kami dengan leluasa. Jika ibu tahu apa yang akan kami lakukan ini adalah hal yang berbahaya, ibu pasti tidak akan mengizinkannya.
Setelah mereka datang, kami langsung masuk ke kamarku dan melakukan langkah pertama yang diinstruksikan oleh Seifa.
“Oke, kita mulai denegan penjelasan langkah-langkahnya dulu ya. Karena ada beberapa fse yang harus gue jelasin ke lo sebelum kita ngelakuin lucid dream. Nah, langkah pertama,ini emang butuh adaptasi, Lin. Jadi lo mesti benar-benar relaks dan konsentrasi lah. Tutup mata dan konsenterasikan pikiran ke relaksasi sekujur tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Kontrol pernafasan dan lambatkan,”ujar Seifa mengajarkanku.
“Oke, lo bisa?”Saut Seifa lagi.
“Iya, gue bisa,”ujarku kepadanya.
“Langkah yang kedua, Buka mata pikiran kamu. Maksudnya, coba buat bayangan visual sementara tutup mata kamu sekarang, bayangin wajah ayah kamu, apa yang kamu ingin dengar dari ayahmu”ujar Arsen seraya menuntunku.
“Terus langkah ketiga kamu harus Jaga pikiran agar tetap sadar. Inti dari Wake Initiated Lucid Dreaming (WILD) membuat tubuh relaks tetapi pikiran terjaga dalam keadaan santai. Kalau pikiran tegang, tubuh kamu gak akan mau tidur. Cara ini bisa kamu lakuin dengan berbagai cara, misalnya berhitung, membayangkan diri sedang naik turun tangga, dan lain sebagainya. Intinya kamu akan masuk ke alam mimpi tapi pastiin kalo kamu itu tetap terjaga dan tidak terbawa untuk masuk ke deep sleep. Inget kamu harus tetap sadar kalau kamu ada di dalam mimpi. Oke? Ngerti kan?”Ujar Arsen seraya mengelus rambutku.
“Iya, aku ngerti,”ujarku seraya menatap wajah Arsen.
“Oke itu bagus, Lin. Oke mana tangan lo? Gue kasih huruf “A” di tangan lo ini berarti “Awake”. Jadi, setiap kali ngeliat tanda ini waktu lo dalam keadaan tidur, ini tandanya lo berhasil dan harus tetap inget untuk selalu sadar, ya,” Ujar Seifa seraya menuliskan huruf ditanganku.
“Oke, langkah ke empat itu, lo harus kuat dan coba buat menikmati segala fase yang dirasakan, entah itu getaran,tarikan, atau yang lainnya. Jangan pernah berontak waktu fase ini terjadi. Oke? Intinya jalananin aja,”ujar Seifa meyakinkanku.
“Nah setelah proses itu, kamu akan masuk ke fase sleep paralysis, hal terpenting adalah jangan memunculkan rasa takut kamu sedikit pun disini. Ini fase dimana kamu seolah terbangun, tetapi tidak dapat menggerakan anggota tubuh kamu,”ujar Arsen meyakinkanku.
“Ya, oke aku mengerti. Terus apa lagi?”Ujarku sambil menatap mata Arsen dan Seifa.
“Tunggu beberapa saat. Gak lama kemudian, lo akan merasa terjatuh ke dalam lubang dan visualisasi lo akan gelap. Lo akan mengalami sensasi seperti berada di ruangan atau terowongan yang gelap gulita. Oke kuncinya lo harus tetep relaks disini. Jangan terlalu banyak bergerak karena kaget. Konsentrasi dan tetap pikirkan mimpi yang akan lo jelajahi. Oke? Ngerti?”Ujar Seifa dengan wajah yang serius.
“Iya, iya, paham-paham. Udahan tahapnya?”Ujarku penasaran.
“Belum, habis itu lo akan harus coba untuk gerakin anggota tubuh lo. Nah, Saat kita tiba di sini, lo harus berkonsenterasi dengan cukup keras dan lo bisa memilih dan menjelajahi mimpi lo sendiri. Oke udah ngerti kan semuanya?”Tanya Seifa.
“Iya, oke gue ngerti semuanya. Bisa kita mulai sekarang?”Ujarku.
“Oke, kita mulai, inget ya jangan terbawa mimpi. Lo harus bisa tetap sadar,”ujar Seifa mengingatkanku.
“Iya, sayang, Kamu harus balik dengan keadaan yang sehat. Cari ayah kamu dan tanyakan semua secara cepat. Jangan terlalu bertele-tele karena kalau lama, konsentrasi kamu bisa berkurang. Dan kamu ga akan bisa balik lagi,”ujar Arsen seraya memelukku erat.
“Kalian tenang aja, kalian harus yakin, kalau ini akan berhasil,”ujarku seraya menggenggam tangan Seifa dan Arsen.
Aku pun membaringkan tubuhku dan melakukan langkah demi langkah yang diperintahkan oleh Arsen dan Seifa. Semilir angin di cuaca mendung siang hari ini membuat proses relaksasi terasa lebih mudah. Suasana yang tenang dan sunyi membuat konsentrasi pikiranku lebih baik. Aku berhasil melakukan langkah pertama, lalu kupejamkan mataku dan berusaha melakukan tahap kedua dimana aku harus membayangkan ayahku. Aku berpikir bahwa nanti aku akan bertemu dengan ayah.
Aku memvisualisasikan segala yang aku inginkan didalam pejaman mataku. Setelah fase tersebut aku merasa sedikit demi sedikit melayang dan aku sadar bahwa aku masuk ke dalam mimpi. Aku rasa kali ini aku telah berhasil melakukan fase ketiga ini. Karena apa yang aku rasakan sama dengan apa yang dijelaskan oleh Arsen dan Seifa tadi. Untuk memastikan aPakah aku sudah tertidur atau belum, aku melihat tanganku dan ada huruf “A” yang sama dengan yang ditulis oleh Seifa tadi.
“Baiklah, ini berarti fase ini telah berhasil,”gumamku.
Setelah itu, aku kembali berkonsentrasi dan merasakan getaran yang begitu hebat di sekitarku. Suara teriakkan yang amat sangat melengking membuat aku tidak tahan. Tetapi aku ingat kata-kata Seifa bahwa aku harus tetap menikmati setiap pergerakan yang ada. Aku tidak merasa takut pada saat itu, aku hanya mengikuti alurnya. Aku terus berusaha untuk tahan dengan semua itu. Namun, lama kelamaan suara-suara menyeramkan itu hilang dari pikiranku. Lalu, getaran hebat itu tidak lagi kurasakan.
“Ah syukurlah,”gumamku lagi.
Tetapi, saat aku ingin menggerakkan tanganku untuk melihat huruf “A” yang dibuat oleh Seifa, badanku menjadi kaku dan tidak bisa digerakkan. Aku mencoba memberontak, aku ingin sekali menangis aku berpikiran bahwa aku tidak akan bisa kembali ke alam nyata. Tetapi tiba-tiba saja suara Seifa terdengar di kupingku.
“Tenang, Lin, Tenang!”
Suara itu adalah suara Seifa aku kenal suara itu, aku baru ingat kalau fase ini kita memang harus bisa mengusir kepanikanku. Setelah aku diam beberapa saat dan berdoa agar segera keluar dari fase ini, tiba-tiba saja aku merasa seperti jatuh ke dalam sumur yang dalam. Aku berteriak tak karuan, aku merasa melayang diatas awan. Setelah itu, aku seperti mendarat di atas awan. Suasana ruangan sama seperti saat pertama kali aku bertemu ayah. Ruangan kosong berwarna putih, tidak ada satu pun suara di ruangan itu. AKu mulai berpikir, ini tidak seperti yang dikatakan oleh Seifa, ruangan yang diceritakan oleh Seifa adalah ruangan yang gelap gulita. Sementara ruangan ini sangat terang, sampai-sampai menyilaukan mataku. Aku mulai berpikir “Mungkin saja tidak semua tahap sama dengan apa yang diceritakan. Sekarang aku harus bisa mencari ayahku”
Ya, dengan tekad yang bulat, aku mulai melakukan fase terakhir dimana aku harus berkonsentrasi dan menemukan ayahku. Aku memejamkan mataku dan mulai berjalan dengan arah tak menentu. Tiba-tiba saja aku berada dalam sebuah ruangan yang dipenuhi dengan rak obat-obatan. Aku tidak tahu dimana aku berpijak. Kusentuh kotak demi kotak obat yang ada di ruangan itu. Tetapi di sudut ruangan, ada seseorang yang tak kukenal, ia seperti sedang meracik obat. Aku memberanikan diri untuk bertanya kepadanya.
“Permisi Pak, Bapak sedang apa?”Ujarku.
Namun, orang itu hanya terdiam, aku pikir ia tidak mendengar suaraku. Lalu, aku pegang pundaknya, ternyata tanganku tembus seperti di film-film horror. Aku baru saja tersadar bahwa yang aku bawa bukanlah jasadaku melainkan hanya arwahku. Aku mengerti, jelas mereka tidak mendengarku sebab dunia kita berbeda.
Aku memutuskan mengikuti dokter itu, ia membawa suntikan yang telah ia racik. Ia masuk ke ruangan praktek yang cukup tersembunyi, seperti ruangan bawah tanah. Disana ada 2 perawat lain yang menunggunya. Mereka lengkap berPakaian seperti orang yang akan melakukan operasi. Aku masuk ke dalam ruang praktek tersebut dan ternyata memang ada sesuatu yang salah disini.
“HA?”Alangkah terkejut diriku.
Tepat di hadapanku ada seekor orang Utan yang sedang terbaring lemah, ia menjerit kesakitan ketika dokter itu menyuntikkan cairan yang baru saja ia bawa dari laboratorium. Aku berpikir bahwa ini adalah langkah pengobatan untuk orang utan tersebut. Aku perhatikan caranya melakukan operasi hingga selesai. Seteleh itu, ia keluar dan membiarkan orang utan itu terbaring.
Saat sedang membalikkan badan, aku melihat ada bayangan orang yang terlihat dari ventilasi. Aku penasaran dan kemudian berlari keluar. Aku mencari orang itu, dihalaman. Aku mengikutinya berjalan, ia memegang kamera, memakai topi hitam dengan slayer yang menutupi setengah wajahnya.
“Jangan-jangan itu, ayah!”Ujarku.
Aku pun berlari mengahmpirinya dan terus menatap wajahnya, aku ingin menyentuhnya, tapi apa daya itu tidak mungkin.
“Ikatan batin ini akhirnya menemukan kita berdua yah,”ujarku seraya menatap matanya dan tak sadar menestekan air mata.
Ayah berjalan dengan terburu-buru, iya seperti tak ingin terlihat oleh siapapun. Aku berhenti mengikuti ayah dan kembali ke dalam ruangan dokter, ia seperti sedang menelepon orang dan aku mendengarkan segala pembicaraannya. Ia mengatakan kata-kata yang sedikit membuatku curiga.
“Ya, baik jam 4 saya antar. Harga sesuai dengan yang kita sePakati kemarin ya,”ujar dokter tersebut.
Aku pun penasaran dan segera mengikuti kemana dokter pergi itu. Ia pergi ke ruang bawah tanah itu lagi, ia membuka ruangan di sebelah ruangan operasi. Sungguh aku tidak menyangka apa yang aku lihat dihadapanku ada seekor harimau sumatera yang di kurung di dalam kandang.
“Astaga, hewan langka kaya gini kok bisa disini? Jangan-jangan mau dijual?”Ujarku dalam hati.
Aku mengikuti kemana hewan itu akan dibawa, aku merasa ada yang tidak beres disini. Ternyata benar saja mereka bertemu disebuah gedung tua yang terpencil, mereka bertransaksi dan melakukan sesuatu yang ilegal dengan menjual hewan langka yang dilindungi.
“Astaga benar dugaanku, benar-benar tak habis pikir diriku ini,”ujarku setelah melihat Sang dokter menerima satu koper uang yang bernilai miliaran rupiah.
Tiba-tiba saat mereka sedang bertransaksi, ada suara jejak kaki yang masuk ke dalam tempat mereka. Aku pun kembali dikejutkan dengan semua ini. Aku tahu siapa yang datang, ia adalah orang yang sangat aku kenal, ia memiliki mata yang tajam, hidung yang macung, kulit sawo matang dan bibir tipis yang menghiasi senyumnya. AKu tak percaya, itu adalah ayahku, ia datang bak pahlawan dengan penuh keberanian.
“Kalian sudah tertangkap basah dengan saya! Kalian tidak bisa kemana-mana lagi, cepat lepaskan hewan itu dan bersiaplah untuk mendekam dipenjara,”ujar ayah kepada mereka.
“Ronto? Sedang apa kamu disini?”Ujar dokter itu.
“Aku sudah tau kebusukanmu sekarang, aku tidak sudi lagi memiliki teman yang tidak memiliki hati sepertimu. Diam-diam kamu melakukan dosa yang sangat besar!”Ujar Ayah dengan lantang.
“Ini bukan seperti apa yang kamu pikirkan, kami hanya ingin mengirim hewan ini keluar negeri untuk mendapatkan perawatan intensif,”ujar dokter tersebut dengan nada memohon.
“Mau bicara apalagi dengan semua foto-foto ini? Aku sudah sering kali membuntutimu. Tidak ada lagi alasan untuk menghindar. Sekarang, saya akan telepon polisi agar kalian segera ditangkap!”Ujar Ayah seraya mengangkat ponselnya dan menelepon polisi.
Tiba-tiba saja saat ayah sedang menelepon polisi, salah satu ajudan dari dokter tersebut mengangkat senjata api. Aku sangat panik pada saat itu, jantungku berdebar, tubuhku berkeringat. Aku berlari ke hadapan ayah sambil berteriak.
“Ayahhhh!!! Awas ayah!!!”Ujarku sambil berlari.
Namun semuanya sia-sia, semua itu tidak ada gunanya. Senjata api itu ditembakkan sebanyak tiga kali. Peluru menembus bagian dada, kaki, dan kepala ayahku. Dengan hitungan detik tubuh ayah berlumuran darah. Nafasnya terhenti dalam hitungan menit. Tidak ada lagi harapan untuk ayah bisa hidup kemali. Aku yang melihat kejadian itu, terbujur kaku dan tersimpuh di hadapan jasad ayah. Sesaat sebelum penembakkan pada peluru ketiga, aku mendengar ayah mengatakan.
“Lihat nanti, kau….Fer…”
Ayah mengatakan itu, aku tidak bisa mendengar jelas semua perkataan ayah, karena suara ayah sangat pelan pada saat itu. Aku berteriak memanggil nama ayah, aku tak percaya ternyata ini penyebab kematian ayah. Begitu malang nasib ayahku ini, aku bertekad untuk mengetahui siapa nama dokter itu, ialah penyebab utama kematian ayahku.
Namun, tiba-tiba terdengar suara lelaki yang memanggilku berkali-kali
“Orlin, bangun orlin! Orlin, bangun! Ayo sadar! Kamu gaboleh lama-lama tertidur!”
Aku mengenal suara itu, ya itu adalah suara Arsen. Aku mengerti sekarang, Arsen sudah menyuruhku kembali. Jika aku mengikuti hasratku untuk mengikuti dokter itu lagi, aku mungkin tidak akan memiliki kesempatan untuk kembali ke dunia nyata. Lalu, bagaimana nasib ayahku selanjutnya? Usahaku ini akan sia-sia. Akhirnya, aku memutuskan untuk berkonsentrasi dan segera terbangun dari tidurku.

Bersambung ....

NOVEL "Mimpi Dalam Kendali" : PART XI

Hari ini adalah hari terakhir aku dan Arsen bimbingan dengan Bu Tika. Tidak tahu mengapa, aku merasa sangat cemas, aku takut kalau gagal dalam olimpiade ini. Sementara itu, Arsen terlihat berbanding terbalik dengan sikapku ini, Arsn merasa sangat antusias dan bersemangat serta yakin akan menang dalam olimpiade nanti. Setelah semua mata pelajaran selesai, Aku dan Arsen bergegas menuju ke ruang Bu Tika. Sebab, hari ini kami harus membahas kembali semua materi yang telah kami pelajari beberapa pekan ini.
“Kamu udah siap?”Tanya Arsen padaku saat perjalanan menuju ruang Bu Tika.
“Siap Apa?”Tanyaku polos.
“Olimpiade laah, Orliiin!”Ucap Arsen gemas.
“Yaa, siap ga siap harus siap kan?”Ucapku santai.
“Ish gaboleh gitu, pokoknya kita harus optimis menang. Kalau kita menang, kamu bisa persembahin prestasi ini buat ibu kamu kan? Dia pasti bangga sama prestasi kamu ini,”ujar Arsen meyakinkanku.
“Iyaaaa, Arsenio Wirayudha, yang bawelllllllllll,”ujarku meledek seraya memeletkan lidak ke arahnya.
“Yeee songong ya kamu emang,”ujarnya sambil mengacak-acak rambutku.
Sesampainya di ruang Bu Tika, aku kaget karena meja tempat biasa kami belajar dipenuhi dengan kertas-kertas latihan. Tentu saja hal itu bukan berita yang bagus, karena hari ini aku harus berpusing-pusing ria dengan lembar soal ini.
“Eh kalian udah dateng?”ujar Bu Tika menyapaku dan Arsen.
“Iya, bu,”ujar Arsen sambil melontarkan senyum kepada Bu Tika.
“Masuk, dan baca ulang materi-materi itu ya, abis itu ibu akan adakan sesi tanya jawab,”ujar Bu Tika.
Sementara itu, aku dan Arsen hanya bisa menghela nafas yang dalam.
“Sen, kamu baca materi ini yaa, aku yang ini. Kan kamu lebih menguasai yang ini,”ujarku membagi tugas dengan Arsen.
“Iyaaa, siap ibuuu,”ujar Arsen seraya meledekku dan mengambil materi dari tanganku.
“Yaudah, ayo mulai membaca tumpukan materi ini,”ujarku menyemangati Arsen.
“Semangat, inget, abis olimpiade ini kita akan segera jadi dekektif!”Ujar Arsen sambil membisikkan kata-kata itu ditelingaku.
Aku hanya menatap Arsen dan memberikan senyuman terbaikku padanya. Dalam hati, aku sangat bersyukur karena ada Arsen disini. Ia tak pernah lelah menyemangatiku, dalam keadaan apapun. Ia seorang pekerja keras, terlihat dari caranya belajar. Ia juga orang yang sabar, terlihat dari bagaimana sikapnya kepadaku, saat moodku sedang jelek, ia selalu punya cara untuk mengembalikkan moodku.
Tak lama kemudian, setelah membaca materi, Bu Tika menghampiri kami dan menanyakan kesiapan kami.
“Gimana? Udah siap tanya jawab?”Ujar Bu Tika.
“InsyaAllah, Bu,”ujar Arsen.
“Kamu gimana Karliza Orlin?”Tanya Bu Tika.
“Siap, Bu,”jawabku spontan
Bu Tika mulai mengajukan beberapa pertanyaan soal terkait materi yang telah ia ajarkan. Aku dan Arsen pun tidak merasa kesulitan saat menjawab beberapa pertanyaan yang diberikan olehnya. Paling
tidak, kami sudah menguasai 90% materi yang diberikan. Sedangkan, 10% score yang belum kami kuasai berasal dari materi yang menyangkut hitung-hitungan. Aku rasa, kami berdua hanya perlu latihan nanti malam dan semoga bisa menguasai keseluruhan materi.
Setelah itu, kami pun pulang, ternyata hari ini tak seburuk yang aku pikirkan. Aku pikir kami berdua akan pulang hingga petang tiba. Namun ternyata dugaanku salah, sebelum petang tiba, aku dan Arsen sudah boleh pulang oleh Bu Tika. Ia menasehati aku dan Arsen untuk istirahat agar besok kami tidak terlalu gugup karena sudah istirahat dengan cukup. Aku dan Arsen pun menuruti semua nasehat dari Bu Tika.
13 September 2016
Hari Olimpiade pun tiba, aku merasa lebih baik dari kemarin. JAntungku mulai berdetak dengan stabil. Aku bangun lebih pagi dari biasanya, karena hari ini Arsen akan menjemputku pukul 05.30. Sebab, aku dan Arsen telah berjanji dengan Bu Tika sampai ke sekolah pukul 06.00.
“Linnn, Arsen dateng nih,”Teriak ibu dari bawah.
“Iya, Bu. Tunggu, lagi pakai sepatu,”ujarku sambil membuat simpul tali sepatuku.
“Tunggu ya, nak Arsen,”ujar ibu kepada Arsen.
“Nih, aku udah selesai,”ujarku seraya menuruni anak tangga dan menghampiri ibu dan Arsen.
“Yaudah, ati-ati, nih ibu bawain dua bekel, dimakan bareng Arsen nanti. Kamu kan ga sempet sarapan. Jangan lupa baca doa sebelum mulai ya. Pas ngerjain soal, jangan lupa dibaca yang teliti dulu. Terus, kalau lolos kan ada sesi tanya jawab, jangan lupa yang fokus, ya Lin. Maaf ibu gabisa dateng, ada banyak kerjaan ibu dikantor,”ujar ibu seraya mengelus rambutku dan menyodorkan kotak makan.
“Makasih, Bu. Doain aku ya, semoha berhasil sama Arsen,”ujarku seraya menerima kotak makan dan mencium tangan ibu.
“Iya, doa seorang ibu itu pasti selalu ada di setiap langkah kamu,”ujar ibu seraya mengelus rambutku lagi.
“Makasih ya tante, maaf ngerepotin sampe bikin bekel buat aku juga. Doain Arsen sama Orlin ya, tante,”ujar Arsen seraya mencium tangan ibu.
“Gapapa, nak. Pasti di doain, jangan terlalu nervous nanti, ya. Inget yang penting itu udah usaha semaksimal mungkin, soal juara itu bonus kalian,”ujar ibu seraya tersenyum kepadaku dan Arsen.
“Yaudah, assalamualaikum bu,”pamitku sambil berjalan keluar dan melambaikan tangan kepada ibu.
“Assalamualaikum, tante,”ujar Arsen sambil mengenakan helm.
“Ya, waalaikumsalam,”ujar ibu seraya melambaikan tangan kepada kami berdua.
Saat tiba di sekolah, ternyata Bu Tika sudah menunggu kami tepat di depan lobby sekolah. Ia nampak tak seperti biasanya, wajahnya sedikit tak bergairah persis seperti diriku beberapa waktu lalu, yang kerap gugup karena olimpiade sudah di depan mata. Dengan memberanikan diri, Aku dan Arsen menghampirinya. Aku mengira Bu Tika akan marah karena ia datang lebih dulu dariku dan Arsen, tetapi ternyata dugaanku salah.
”Eh, Arsen, Orlin, kalian sudah datang,”ujar Bu Tika.
“Iya, Bu,”ujarku dan Arsen seraya mencium tangan Bu Tika.
Aku merasa lega setelah melihat perubahan wajah Bu Tika yang semula terlihat gugup menjadi sangat sumringah melihat kedatangan kami.
“Ah, sekarang aku ngerti, Sen. Bu Tika tadi mukanya kaya gitu tuh, gara-gara kita belum dateng. Dia takut kali ya kita lari dari olimpiade ini,”candaku pada Arsen dengan berbisik.
“Husss, gaboleh gitu. Aku laper, yang. Makan bekel dari mamahmu dulu, yuk,”ujar Arsen sambil mengelus-elus perutnya.
“Yaudah, ayo deh. Dimana tapi?”Tanyaku pada Arsen.
“Disitu aja,”ujar Arsen seraya menunjuk ke arah tempat duduk tepat di depan pos satpam.
Akhirnya kami menghabiskan bekal. Tak lama kemudian, Bu Tika memanggil kami untuk segera berangkat karena kami harus melakukan daftar ulang peserta terlebih dahulu. Kami pun bergegas menuju ke tempat olimpiade fisika. Kebetulan lokasi menuju ke tempat lomba tidak terlalu jauh, karena kami berangkat lebih pagi dari biasanya, hanya mebutuhkan waktu 30 menit untuk sampai kesana, lokasi perlombaan berada di kampus IPB.
Sesampainya disana, aku merasa sangat gugup melihat para peserta yang kelihatannya sangat jenius. Kebanyakan dari mereka sedang sibuk berkutat dengan buku, ada yang serius bermain handphone dan sibuk menghafal pelajaran. Sementara aku dan Arsen hanya berbicara santai. Jujur saja aku sangat tegang, tapi Arsen berusaha berbincang denganku, untuk menguragi rasa gugupku yang berlebihan ini.
Tepat pukul 08.30 upacara pembukaan pun dimulai, semua peserta sudah datang dan para pendamping pun namPak sudah siap. Setelah upacara berakhir, kami diperkenankan untuk mengambil nomor urut sebagai identitas di lembar soal nanti. “Ah, Alhamdulillah dapet nomor 4, Lin,”ujar Arsen sambil menunjukkan nomor urut di tangannya.
“Yaa nomor ga masalah Sen, kita harus tetap berusaha untuk sampai ke final,”ujarku menyemangati Arsen.
“Pasti, kok. Aku yakin!”Ujar Arsen meyakinkanku.
Aku hanya membalas perkataannya dengan senyuman. Lalu, aku dan Arsen pun di panggil oleh Bu Tika.
“Kalian, jangan sampai gugup. Kuncinya itu yakin, gausah mengarah ke juara 1. Lakukan saja yangf terbaik, usaha itu lebih berharga daripada hasil,”ujar Bu TIka menasehati kami berdua.
Saat Bu Tika sedang menasehati kami, tersengar suara pengumuman dari panitia yang mengharuskan kami untuk segera masuk ke dalam ruang ujian babak pertama
“Pengumuman, pengumuman! untuk para peserta, diharapkan segera masuk ke dalam ruang ujian tertulis yang berada di selatan lapangan”
Setelah mendengar pengumuman tersebut, aku dan Arsen mencium tangan Bu Tika sebagai simbol permintaan restu. Lalu, Kami bergegas menuju ke ruang ujian. Ujian pertama yang harus kami jalani adalah ujian tertulis, yang akan disusul oleh ujian tanya jawab. Kedua ujian tersebut akan diakumulasi dan di jadikan sebagai acuan siapa yang akan menuju ke final untuk memperebutkan juara utama 1, 2 dan 3.
Saat masuk ke dalam ruang ujian, kami duduk di tempat duduk yang telah disediakan. Tempat duduk diurutkan berdasarkan tim sekolah masing-masing. Susunan meja dibentuk menjadi 2 susun persegi yang mengelilingi sudut ruangan. Kami mendapat tempat duduk dengan nomor urut ke 4 di sisi kanan meja pengawas.
“Ah, Sen… Aku malah jadi deg-degan,”ujarku pada Arsen seraya menaruh tas di bangku.
“Tenang, Orlinnn. Kamu bisa, inget ya, abis ini misi kita masih panjang,”ujarnya menyemangatiku.
“Yaaak, sudah siap kah kalian saya bagikan soal?”Ujar pengawas mencairkan suasana dengan nada pertanyaan yang terdengar santai.
“Siaaaap!”Semua murid yang ada di ruangan menjawab dengan serentak.
Setelah itu, pengawas memberikan lembar soal dan jawaban kepada masing-masing peserta. Kemudian, pengawas memberitahukan peraturan yang harus dipatuhi oleh para peserta. Setelah bel tanda dimulai terdengar kami pun mengerjakan 50 soal selama 90 menit.
Aku dan Arsen membagi dua pengerjaan soal agar menghemat waktu. Aku mengerjakan soal nomor 1 sampai 25 dan Arsen mengerjakan soal 26 sampai 50. Sebelum memulai, Arsen mengingatkanku nasehat Bu Tika dan Ibuku agar berdoa terlebih dahulu. Kami pun berdoa bersama-sama.
“Semangat, ya Lin,”ujar Arsen setelah berdoa.
“Iya, kamu juga, ya Sen,”ujarku seraya menatapnya.
Suasana yang sunyi dan sepi membatku semakin berkonsentrasi. Kami mengerjakan dengan penuh ketelitian. Seluruh peserta namPak sangat serius dan berambisi untuk menang. Hingga tak terasa waktu hanya tingga 10 menit lagi.
“Kamu berapa nomer lagi?”Tanyaku pada Arsen.
“Aku tinggal 3 nih,”jawab Arsen yang tetap menatap lembar soal.
“Yaudah, semangat aku tinggal 1 lagi ini”ujarku seraya kembali mengerjakan soal.
KRINGGG…. KRINGGG….KRINGGG….
Bel pun telah berbunyi, itu berarti waktu telah selesai. Untung saja Arsen mengerjakan dengan tepat waktu, setidaknya ada harapan untuk mendapatkan score yang maksimal. Setelah itu, pengawas mengangkat semua lembar soal dan lembar jawaban. Kami pun dipersilahkan untuk keluar ruangan dan bersiap menunggu pengumuman siapa 5 tim terbaik yang berhak maju ke 2, yaitu babak cepat tepat.
Waktu telah menunjukkan pukul 12.00 ini waktunya untuk beristirahat. Sementara itu, panitia sedang memeriksa seluruh lembar soal dan akan segera mengumumkan siapa 5 tim terbaik yang berhak masuk.
“Sen, sholat dulu yuk, berdoa biar kita masuk,”ujarku seraya menarik tangan Arsen.
“Iya. Lin. Abis ini makan ya, aku laper banget,”ujar Arsen sambil mengelus-elus perutnya.
“Iyaaaa,”ujarku sambil berjalan menuju masjid.
Kami pun menunaikan sholat zuhur bersama. Setalah selesai, Arsen menungguku di pelataran masjid. Kemudian, aku menghampirinya.
“Ayo Sen,”ujarku seraya menepuk pundak Arsen.
“Eh, udah? Ayok!”Ujar Arsen seraya mengambil sepatu.
Arsen nampaknya lelah setelah berpikir dan menjadi sangat lapar. Ia berjalan dengan langkah yang cepat, aku tertinggal dibelakangnya. “Ayo, lin. Kamu lama deh,”ujar Arsen seraya menjulurkan tangan ke arahku.
“Iya, kamunya kecepetan,”ujarku sambil mengerutkan dahi.
“Yaudah buruan,”ujarnya seraya menggandengku.
Sesampainya di kantin, Arsen sangat tidak sabar untuk segera memesan makanan.
“Aku mau makan itu, ah!”Ujarnya seraya menunjuk ke warung mie ayam.
“Iya, yaudah pesan sana. Aku makan siomay aja”
Ia pun berjalan ke arah gerobak mie ayam, tetap dengan tempo langkah kaki yang cepat. Aku heran, jarang sekali Arsen seperti ini.
“Kenapa jadi Arsen yang doyan makan nih sekarang?”Gumamku dalam hati.
Setelah usai memesan, kami mencari tempat duduk. Karena suasana kantin sangat ramai, Aku dan Arsen merasa kesulitan untuk menemukan tempat duduk. Namun, ada orang berbaik hati yang bersedia membagi sisa bangkunya kepada kami berdua.
“Ah, akhirnya makan juga,”ujar Arsen sambil melahap makanannya.
Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya. Aku merasa sangat aneh dengan sikap Arsen yang satu ini.
“Mungkin begini ya, pikiran Arsen kalo lagi ngeliatin tingkahku yang doyan makan ini,”ujarku dalam hati.
Setelah menghabiskan satu porsi mie ayam dan segelas es teh manis, Arsen terlihat sangat kenyang. Ia merasa lebih tenang dari sebelumnya. Akhirnya, kami memutuskan untuk ke ruangan tempat pengumuman berlangsung, karena 10 menit lagi, akan diumumkan siapa yang lolos ke babak selanjutnya.
“Hey kalian dari mana aja?”Ujar Bu Tika.
“Abis makan, bu,”ujar Arsen seraya mencium tangab Bu Tika.
“Oh, gitu. Udah sholat tapi kan?”
“Sudah, kok, Bu,”jawabku.
“Yaudah duduk sini, dikit lagi pengumuman, berdoa biar lulus,”ujar Bu Tika seraya menarik kursi ke dekatnya.
Para panitia pun berkumpul di panggung. Aku dan Arsen saling berpegangan tangan, berharap agar nama sekolah kita disebutkan. Tak lama kemudian, ketua panitia maju ke depan mimbar dan memberikan pengumuman.
“Baik, saya sebutkan nama sekolah yang lulus dari nilai 5 teratas, yang berada pada posisi ke 5 adalahh SMA 5 Bogor, posisi ke 4 adalah SMA Regina Pacis Bogor, lalu yang berada di posisi ke 3 adalah SMA 3 Bogor. Penasaran siapa 2 peserta yang akan masuk ke babak selanjutnya yaitu……”ujar Ketua panitia membuat kami semakin gugup.
“Hah, kayanya bukan kita, Sen,”ujarku lemas
“Optimis, sayang,”ujar Arsen sambil menggenggam tanganku erat.
“Ya, baik, pada posisi ke 2 adalah SMA….Sa……..Tu….Bogor, dan urutan pertama adalah……. SMA…..Du…..aaaa…..Bogoooor,”
“Yeayyyyyy!!! Orlin, kita disebut!!!”Ujar Arsen sambil menggoyang-goyangkan pundakku.
“Yeeey! Alhamdulillah!!!”Ujarku seraya bersujud syukur.
Aku tidak menyangka kami bisa lolos ke babak selanjutnya, Aku dan Arsen tak bisa berkata-kata lagi. Meski mendapat urutan kedua, kami masih bisa berjuang untuk duduk di peringkat pertama pada babak kedua cepat tepat.
Tepat pukul 14.00 kami pun diminta untuk segera masuk ke ruangan babak kedua. Lalu, diminta untuk segera menempati meja yang telah disediakan untuk babak cepat tepat. Ruangan itu di desain seperti ruangan debat. Ada 5 meja peserta yang dibuat menjadi setengah lingkaran dengan satu microfone dan bel diatasnya. Di depan meja peserta yang lolos, ada satu meja untuk pemberi pertanyaan.
Aku dan Arsen akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengharumkan nama baik sekolah kami.
“Baik, kali ini ada 10 pertanyaan yang akan diperebutkan oleh 5 tim, tim yang berada pada peringkat pertama akan maju ke tingkat nasional. Dalam soal hitungan, kami tidak memberikan waktu, siapa yang paling cepat, silahkan tekan tombolnya”ujar moderator.
Lalu, soal pertama dibacakan
“Sebuah benda bergerak ke arah timur sejauh 40 m lalu ke tmur laut dengan sudut 37° terhadap horizontal sejauh 100 m lalu ke utara 100 m. Besar perpindahan yang dilakukan benda adalah… (sin 37° = 0.6)”
*teeeeeeeet* Saat aku selesai menghitung, tiba-tiba bunyi bel lebih dulu terdengar dari kubu SMA 5 Bogor.
“200 m”ujar SMA 5 Bogor
“Ya, betul! 10 poin untuk SMA 5 Bogor” Ujar moderator.
Kemudian, soal kedua dibacakan “Gelombang RADAR adlah gelombang elektromagnetik yang dapat digunakan untuk…”
Aku langsung menekan bel dan akhirnya tim kami adalah tim pertama yang menekan. Begitu dipersilahkan menjawab, aku pun langsung menjawab pertanyaan itu dengan benar.
“mencari jejak sebuah benda”
“Ya, bagus, 10 poin untuk SMA 1 Bogor,”
Lalu, soal selanjutnya dibacakan “Manfaat radioisotop dalam bidang industri adalah …,”
*teeeeet* “untuk meneliti kekuatan material tanpa merusaknya dengan teknik radioaktif”
Tim dari SMA 3 Bogor berhasil mengambil poin pada soal nomor 3. Setelah itu, pertanyaan keempat pun dibacakan, aku bersiap untuk menekan tombol.
“Ya soal nomor empat, Menurut teori kuantum, berkas cahaya terdiri atas foton. Intensitas cahaya ini berbanding lurus dengan… ”
Meski pun aku merasa tanganku sudah cepat menekan tombol bel, ternyata ini bukan rezeki diriku dan Arsen. SMA 5 Bogor kembali menjawab pertanyaan keempat.
*teeeeeet* “energi foton”
“Mohon maaf, jawaban kalian salaah. Soal akan dilempar ke peserta yang lain”ujar moderator
Dengan spontan aku menekan tombol dan poin dijatuhkan kepada timku.
“berbanding lurus dengan banyaknya foton,”Jawabku yakin.
“Ya, benar! 10 poin untuk SMA 1 Bogor”
“YES!”Ujarku kepada Arsen dan mengangkat kedua tanganku ke arahnya.
Kemudian, poin soal ke 5 diraih oleh SMA Regina Pacis. Lalu, soal keenam diraih oleh SMA 2 Bogor. Kemudian, soal ketujuh kembali direbut oleh SMA 2 Bogor. Lalu, soal ke delapan diraih oleh SMA 5 Bogor.
Aku merasa kahwatir karena sudah soal kedepalan, tetapi poin sekolahku dan dua sekolah lainnya berada pada kedudukan yang sama. Paling tidak aku harus berhasil merebut 2 poin terakhir ini. Agar berada pada titik aman dan keluar sebagai seorang pemenang.
“Ya, baik, namPaknya SMA 1 Bogor, SMA 2 Bogor dan SMA 5 Bogor berada pada poin yang sama. Persaingan semakin ketat dan suasana dalam ruangan ini semakin seru bukan? Kita beri tepuk tangan dulu untuk para finalis kompetisi fisika ini”ujar moderator mencairkan suasana.
Suara gemuruh tepuk tangan terdengar meriah di dalam ruangan ini. Aku menjadi lebih semangat untuk melanjutkan perlombaan.
“Ya, baik, soal nomor sembilan, Untuk memperbesar kapasitas suatu kapasitor keping sejajar dapat dilakukan dengan cara…,”
*Teeeeet* Suara bel SMA 2 Bogor berbunyi lebih dulu.
“YA! Silahkan SMA 2 Bogor”ujar moderator
“luas tiap-tiap keping diperbesar”
“Ya, benar! 10 poin untuk SMA 2 Bogoooor!”
Aku langsung menjadi lemas, aku merasa sangat bodoh karena tidak cepat menekan bel. AKu menatap Arsen dengan wajah yang lesu seperti tidak memiliki harapan lagi.
aku yakin bisa meraih poin pada soal terakhir nanti.
“Iya, kali ini aku pasti bisa!”Ujarku seraya menatap wajah Arsen.
“Yaa, untuk kali ini SMA 2 Bogor unggul daripada peserta yang lainnya. Soal berikutnya adalah soal terkahir, jika SMA 2 Bogor kembali menjawab soal terakhir ini, maka pemenangnya adalah SMA 2 Bogor. Namun, bila peserta lain yang telah memiliki nilai 20 poin mampu menjawab, maka akan di berikan satu soal lagi untuk menentukan pemenangnya,”
“Soalnya adalah sebagai berikut, Urutan gelombang elektromagnetik berikut ini dari frekuensi rendah ke frekuensi tinggi adalah…”
*Teeeeeeeeeeeeeeeeeeet*
“Ya, baik SMA 1 Bogor”ujar moderator menyebut nama sekolahku.
“gelombang radio, gelombang TV, gelombang radar, sinar inframerah, cahaya tamPak, sinar ultraviolet, sinar-X, dan sinar gamma,”Arsen menjawab pertanyaan tersebut dengan tepat.
“Ya, 10 poin untuk SMA 1 Bogor, yang kini kedudukannya sama dengan SMA 2 Bogor. Maka, kita akan memberikan 1 soal lagi yang ditujukan untuk SMA 2 dan SMA 1 Bogooooor. Beri tepuk tangan untuk keduanyaaa!”
“Arsen, makasihhhhh”ujarku seraya menatapnya dengan penuh kebahagiaan.
“Sama-sama, Lin. Ayo satu langkah lagi, Lin,”ujar Arsen seraya memegang pundakku.
“Ya, baik soal penentuan…. Yaitu….. Energi kinetik rata-rata molekul gas monoatomik dipengaruhi oleh faktor…”
*Teeeeeeeeet*
“Ya, SMA 2 Bogor,”ujar moderator.
Aku merasa amat sangat lemas, kecewa pada diriku sendiri, harapanku pupus, aku merasa gagal untuk membanggakan orang-orang disekitarku. Hanya tinggal 1 langkah lagi, tapi aku tidak mampu.
“Tenang, Lin. Tenang…”ujar Arsen mendekapku dengan erat.
Kemudian, tim SMA 2 Bogor pun menjawab pertanyaan “ Massa molekul gas”
“Yaaaa, mohon maaf untuk SMA 1 Bogor kalian berhak menjawab pertanyaan. Karena, jawaban SMA 2 Bogor belum tepat”ujar moderator seraya menaikkan nada berbicara.
Aku dan Arsen kaget dan saling menatap. Aku merasa tidak percaya ternyata Tuhan selalu memiliki rencana dibalik kesungguhan kita. Perasaanku yang sedih berubah menjadi berbunga-bunga, aku merasa sangat senang dan bersyukur atas keajaiban ini.
“suhu mutlak gas!”Arsen menjawab dengan yakin pertanyaan tersebut.
“Ya…..baik, jawabannya adalahhhhh………. B E T U L”ujar modeator
“Yeayyyy!!!”Aku spontan meloncat seraya menggenggam tangan Arsen dan segera bersujud syukur.
“Alhamdulillah, selamat ”ujar Arsen seraya memelukku.
Bu Tika menghampiri kami dan memberikan selamat kepada kami. Lalu, aku dan Arsen maju ke atas panggung untuk diberikan piala dan piagam penghargaan. Setelah itu, kami pulang dan berjanji kepada BaPak Bupati untuk bekerja keras agar menang di tingkat nasional.
Aku percaya bawa segal hal yang kita perjuangkan tidak akan pernah sia-sia. Doa dan usaha adalah bumbu dari kesuksesan. Karena segala sesuatu yang dikerjakan sungguh-sungguh akna menuai hasil yang indah dikemudian hari.
Bersambung ....

Tuesday, 5 July 2016

NOVEL "Mimpi Dalam Kendali" : PART X

“Kejanggalan yang terus menghantui ini, harus memiliki jalan keluar,” tekadku dalam hati.
Akhirnya aku memutuskan untuk memulai pencarian dari ruang kerja ayah. Satu-satunya media yang ibu gunakan untuk mengenang ayah. Jika sedang rindu pada ayah, ibu selalu duduk di kursi tempat ayah bekerja. Ruangannya memang tak begitu besar, tapi aku merasa disinilah ayah menyimpan seribu satu hasil karyanya. Saat masuk ke dalam ruangan, aku disuguhkan dengan foto-foto yang digantung di sekeliling ruangan.
“Oke, aku mulai dari rak buku sebelah kanan!”Ujarku dengan semangat.
Aku melihat tumpukan jadwal kerja ayah pada map berwarna biru, ku teliti satu persatu, hanya ada lembaran kertas usang berisi tanggal dan jam kerja, taka ada yang mencurigakan sepertinya. Begitu pula surat-surat kontrak ayah yang ada di map berwarna merah, dan beberpa album foto yang berderet di sisi kiri. Tak ada satu pun yanhg mencurigakan.
“Hahhh sudah hampir 4 jam aku mencari, ga ada petunjuk apa-apa yang aku temuin,”ujarku lelah sambil duduk diantara tumpukan kertas berserakan.
“Orliiiiin!”Teriak ibu dari ruang makan.
“Aduh, ibu lagi,”gerutuku dalam hati.
Aku sangat kaget mendengar suara ibu. Spontan aku langsung membereskan hamparan kertas yang berantakan di lantai, ku bersihkan mereka dan ku tempatkan ke tempat semula.
“Orliiiin!”Teriak ibu lagi.
“Iyaaa, tunggu tunggu,”sautku.
“Karliza Orliiin!”Teriak ibu dengan nada lebih keras dari sebelumnya.
“Iya buu, tunggu, ini juga udah mau turun,”teriakku.
Aku menutup pintu ruangan kerja ayah dengan perlahan, agar tidak ketahuan oleh ibu. Lalu, segera aku berlari menuruni anak tangga dan menuju ke meja makan. Kulihat ibu sudah siap untuk menyantap hidangan makan malam.
“Kamu darimana aja sih, dipanggil kupingnya suka ga denger, deh,”gerutu ibu seraya menaruh nasi ke piringku.
“Ngga, itu tadi aku abis….hmmm… abis beresin buku buat dipelajarin nanti malam,”jawabku dengan terbata-bata.
“Yaudah, makan dulu. Udah sholat isya belum? Sholat isya dulu nanti sebelum belajar!”Perintah ibu.
“Iya, bu,”
Setelah usai makan malam, aku masuk ke kamar dengan tergesa-gesa. Ibu menatapku heran, aku sadar itu. Namun, aku berusaha untuk menutupi ini semua. Aku tidak ingin menambah pikiran ibu yang sudah lelah seharian bekerja.
Saat masuk ke dalam kamar, aku membuka ponselku yang sejak tadi tidak ku sentuh. Pada saat ku lihat notifikasi di ponselku, ternyata Ada 15 panggilan tidak terjawab dan 10 pesan di whatsApp yang belum kubaca. Saat ku buka, ternyata ada 10 panggilan dari Arsen, 2 dari Alesha dan 3 dari Seifa, serta 10 pesan whatsApp dari Arsen. Setelah melihat semuanya, ku baringkan tubuhku di atas kasur untuk sedikit menghilangkan lelah.
“Hahh, maafin aku yaaa. Aku gamau kaya gini sebenernya, cuma daripada kalian kena imbas dari betenya aku,”pikirku dalam hati sambil menatap layar handphone yang sedang ku genggam.
Saat sedang asyik tiduran di kasur, aku lupa kalau ada beberapa materi olimipade yang harus ku pelajari. Aku harus belajar lebih extra dari sebelumnya, karena olimpiade hanya tinggal 2 minggu lagi. Aku harus bisa menghapus masalah pribadiku sejenak dan fokus pada olimpiade ini. Aku belajar dengan tekun membuka lembar demi lembar materi yang diberikan Bu Tika dan mengerjakan semua latihan soal. Namun, tak kusadari aku belajar hingga larut malam dan ketiduran diatas tumpukan buku fisika. Meski tidurku tidak senyenyak malam-malam sebelumnya karena memikirkan mimpiku itu. Namun, aku tetap berusaha untuk bersikap biasa saja, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
“Orlin, bangun, nak. Sudah jam berapa itu? Nanti kamu kesiangan,”ujar ibu seraya membuka gorden dan jendela kamar.
“Hmmmm…. Ibu, jam berapa ini?”Ujarku sambil menyeka mata.
“Masih setengah 6,”ujar ibu.
“Astaga, ini aku udah kesiangan, ibu,”teriakku
Aku spontan melompat dari kasur dan segera masuk ke kamar mandi. Aku bersiap ke sekolah dengan tergesa-gesa. Aku baru bisa tidur nyenyak pada pukul 03.00, jelas saja aku bangun telat hari ini.
“Orliiiin, ini ada Arsen,”teriak ibu dari bawah.
“Ya Allah….Arsen,”keluhku.
“Yaa tunggu, dikit lagi aku selesai,”teriakku kepada ibu.
Setelah usai membereskan segala keperluan sekolah, aku berlari menuruni anak tangga. Lalu, segera menuju ke ruang makan. Disana sudah ada Arsen dan ibu yang sedang asik berbincang.
“Bu, aku telat, aku ga sarapan ya,”ucapku tergesa-gesa sambil menghampiri ibu dan pamit kepadanya.
“Ayok!”Ajakku kepada Arsen sambil mencolek perutnya.
Arsen pun berpamitan dengan ibu dan ibu pun mengantar kami sampai ke depan pintu.
“Hati-hati, ya, Sen. Jangan ngebut-ngebut”ujar ibu sambil melambaikan tangan.
“Iya, tante. Aku jalan ya, Assalamualaikum,”Saut Arsen seraya menyalakan mesin motor.
Saat sedang dalam perjalanan, Arsen bertanya, “Kamu kenapa sih? Semua pesan aku ga dibales, teleponku ga diangkat. Aku kan khawatir. Aku sampe nyuruh Alesha sama Seifa telepon kamu tau ga?!”
Aku hanya bisa menjawab semua pertanyaan Arsen dengan satu kata “Maaf”.
Kami pun sampai di sekolah, aku masuk lebih dulu ke dalam kelas, aku bingung harus berkata apa saat ditanya seperti itu. Terlihat jelas dari raut wajah Arsen, ia sangat kecewa dengan sikapku. Namun, apa boleh buat, aku belum bisa menceritakan apapun kepadanya.
“Lin, tunggu!”Ujar Arsen sambil berlarian mengejarku yang sudah lebih dulu berjalan.
“Kamu kenapa sih?”
Lagi dan lagi pertanyaan itu yang terlontar. Jawabannya masih tetap sama, “aku gapapa”.
Hari ini Seifa tidak masuk sekolah, karena demam. Aku pun terpaksa duduk sendiri, ternyata terasa sekali perbedaannya, saat Seifa tidak masuk sekolah. Kelas terasa sangat sepi, sebab tiada yang teriak-teriak seperti biasanya. SAmpai pulang pun, kelas terasa amat sangat sepi.

Setelah pulang, Aku sudah memiliki rencana, hari ini ingin membongkar beberapa berkas ayah di rak buku sebelah kiri yang belum kusentuh kemarin. Saat tiba di rumah, aku langsung mengganti bajuku dan langsung masuk ke ruangan kerja ayah.
“Kali ini harus kerja extra, ini bagian sulit, banyak banget album fotonya soalnya,”ucapku menyemangati diri sendiri.
Kutelusuri satu per satu album foto yang ada, rata-rata isi fotonya hanya foto jurnalistik karya ayah. Sudah hampir 5 jam aku mencari, namun tidak juga ada foto-foto yang bisa dijadikan petunjuk. Hanya tinggal 3 album yang belum ku periksa.
Saat aku memeriksa album terakhir, ku lihat albumnya berbeda dari segi sampul hingga isi. Sampul pada album foto ini berwarna biru sedangkan yang lainnya hitam. Sampul album ini adalah sampul paling terawat diantara yang lainnya. Kemudian, isi fotonya pun ada beberapa yang tidak jelas, seperti diambil secara diam-diam. Namun, ada beberapa foto yang terlihat jelas, dan foto itu berisi binatang-binatang yang mati secara mengenaskan. Tubuhku merinding melihat beberapa foto yang ada didalamnya. Tetapi hal itu membuat diriku lebih penasaran dengan foto-foto yang ada di album tersebut. Aku membuka perlahan, lembar demi lembar. Kucermati dengan teliti, foto demi foto yang ada didalamnya.
“Ini apa?”Tanyaku dalam hati.
Ku periksa satu per satu foto yang blur itu.
“Ini kaya ruang praktik,”ujarku dalam hati.
Setelah ku pelajari setiap foto yang ada di dalam album ini, entah mengapa aku memiliki firasat bahwa album ini mampu menjadi petunjuk pertama untuk mengungkap kematian ayah. Setelah itu, aku keluar dari kamar ayah dengan membawa satu hasil yaitu album foto binatang yang ku temukan.
“Hahh Alhamdulillah,”ujarku sambil menutup pintu ruang kerja ayah perlahan.
Saat itu, aku langsung menuju ke kamar dan membalas pesan-pesan yang masuk sejak tadi sore. Tiba-tiba, saat aku sedang membalas pesan dari Arsen.
Setelah menunaikan kewajiban, aku pun berdoa kepada Allah agar aku diberikan kemudahan untuk setiap perjalananku mengungkap kasus kematian ayah. Hanya itu harapanku satu-satunya, agar jenazah ayah cepat ditemukan dan dikuburkan dengan layak.
Setelah usai berdoa, aku sudah tidak niat lagi untuk belajar dan makan malam, akhirnya aku putuskan untuk langsung tidur. Lagi pula, ibu sedang dinas di luar kota, jadi tidak akan ada yang memaksaku untuk makan malam.
“Hahh akhirnya bisa istirahat juga,”ujarku sambil membaringkan tubuh ke kasur dan langsung memeluk guling kesayanganku.
Sekarang tidurku bisa lebih nyenyak dari malam kemarin, setidaknya album foto itu mampu membawa perasaanku lebih tenang dari sebelumnya. Aku tidur dengan lelap malam ini, ditemani semilir angin malam dan suara jangkrik seakan menyanyikanku lagu tidur.
Aku mulai terbawa ke alam mimpi, terbawa ke ruang putih itu lagi. Tempat dimana aku dipertemukan oleh ayahku. Ruangan itu seakan mengeluarkan bunyi, namun suaranya tak begitu jelas. Ia seakan memanggil namaku dengan penuh kasih dan sayang.
“Orlinn…. Orliiiinnnn…. Orlinnn”
Suara itu terus terdengar di telingaku. Aku seperti sedang berada di arena balap lari, dimana semua orang memanggil namaku. Aku merasa bingung, ku putar badanku ke kanan, ke kiri untuk mencari dimana sumber suara itu. Namun, hal itu percuma, suara itu seperti keluar dari segala penjuru ruangan.
Setelah beberapa lama, suara itu berubah. Ia tak lagi menyerukan namaku, kini ruangan itu sunyi dan tak lagi bersuara. Aku seperti sedang didalam penjara, tak ada satu pun tanda-tanda kehidupan di ruangan itu. Tak lama kemudian, ruangan itu seperti sedang menyiksaku, ruangan itu seperti menjerit meminta tolong kepadaku. Lalu, suara-suara itu datang lagi namun dengan lafal yang berbeda. Kali ini ia menyerukan hal yang sama sekali tak membuatku tenang.
Ia berkata “Tolong, ayah. Tolong, Tolong, Tolong,”
Aku pun spontan terbangun dari tidurku, tubuhku berkeringat, jantungku berdetak kencang, nafasku tak lagi teratur. Aku menangis sendirian pada saat itu, tak ada orang yang menenangkanku. Aku berusaha untuk mengendalikan diri dan berjalan keluar kamar menuju ruang makan untuk mengambil minum.
Setelah itu, aku merasa sedikit lebih baik. Lagi dan lagi, aku tidak bisa melanjutkan tidurku. Aku sangat gelisah pada saat itu, khawatirku lebih hebat dari mimpi sebelumnya. Aku seperti ingin gila. Ingin berteriak rasanya. Namun, hal itu sepertinya tak ada gunanya.

Aku pun berusaha menangani itu semua sendirian, aku melamun di jendela kamar. MEmerhatikan keadaan sekitar, hanya bintang-bintang dan semilir angin yang menemaniku malam itu. SAmpai fajar pun tiba, aku bergegas untuk mandi dan menunaikan sholat subuh.
Tiba-tiba saat ingin menyisir rambut du meja rias, mataku tertuju pada akbum foto itu. Aku merasa bingung, setelah album foto ini menjadi petunjuk utama, lalu apa yang harus aku lakukan? Bagaimana kalau ini hanyalah album foto biasa dan dugaanku salah? Aku bertanya-tanya dalam hati. AKu kubur dalam-dalam pertanyaan itu, lalu ku bergegas berangkat ke sekolah.
Saat pelajaran berlangsung,tiba-tiba saja aku teringat dengan mimpiku semalam. Mimpi itu jauh lebih mengganggu daripada mimpi pada malam sebelumnya. Suaranya lebih jelas, rintihan ayah terasa sangat dekat dengan telingaku. Tubuhku merinding, tiap kali mengingat suara itu.
“Baik, Karliza Orlin. Jawab pertanyaan di papan tulis ini,”Ujar Bu Susi memanggilku.
Aku terlalu larut dalam lamunanku, sampai-sampai tak mendengar perintah Bu Susi
“Lin, Orlin!”Ucap Arsen berbisik kearahku.
“Orlin, heh!”Ucap Seifa sambil menyentuh sikutku.
“Eh, iya, kenapa bu?”Spontan aku tersadar dari lamunanku dan menjawab pertanyaan Bu Susi.
“Daritadi ibu perhatikan kamu tidak fokus ya, Orlin? Kamu kalau tidak niat mengikuti pelajaran ibu, lebih baik di luar saja,”ujar Bu Susi Ketus kepadaku.
“Maaf, bu,”Aku hanya bisa menunduk termenung.
Aku merasa bersalah karena tidak memerhatikan Bu Susi, tapi apa boleh buat, semua telah terjadi. Ini memang salahku yang tidak bisa fokus, aku malah memikirkan hal lain yang seharusnya bisa ku kesampingkan sebentar. Saat bel istirahat berbunyi, aku langsung keluar kelas dan pergi ke kantin bersama Arsen dan Seifa.
“Kamu kenapa sih sebenernya? Belakangan ini aku liatin kamu manyun mulu, udah gitu sering ga fokus,”ujar Arsen sambil menatap wajahku.
“Iya, lo kenapa sih Lin. KAlo ada masalah apa-apa tuh cerita, jangan di pendem sendiri,”ujar Seifa sambil menggenggam tanganku.
Aku pun berpikir, bahwa ini saat yang tepat untuk menceritakan semuanya. Karena tidak ada salahnya bila mereka tahu apa masalahku, siapa tahu mereka bisa membantuku. Pada akhirnya, ku putuskan untuk menceritakan semuanya kepada mereka berdua. Aku jelaskan satu per satu kronologi kematian ayah yang misterius, sampai akhirnya mimpi ayahku yang datang beberapa waktu lalu.
“Jadi, lo mau kita bantu?”Ucap Seifa.
“He..eh”ucapku mengangguk.
“Yaudah, kamu tenang aja, ya. Kita cari masalah ini bareng-bareng,”ujar Arsen menenangkanku.
“Iya, Lin. Gue siap kok bantu lo. Mulai besok, kita pecahin teka-teki ini,”ucap Seifa Serius.
“Makasih ya, kalian,”Jawabku terharu melihat kesiapan mereka untuk membantuku.

Setelah menceritakan semua kisah kepada mereka, hatiku menjadi sangat lega. Hal yang selalu aku cemaskan belakangan ini dapat dipikul oleh beberapa orang. Aku merasa sangta beruntung saat itu, karena hidup diantara orangorang yang selalu ada disaat aku membutuhkan mereka.
Bersambung ....

NOVEL "Mimpi Dalam Kendali" : PART IX

Ia hanya tersenyum mendengar lirihanku. Ia menatapku penuh kasih sayang, aku tahu itu. Bibirnya pucat, tangan yang ku genggam terasa dingin. Aku meraba setiap jengkal tubuhnya itu. RIndu dan air mata tak dapat tebendung lagi.
“Ayah jangan diem aja. Ayah apa kabar? Kemana aja ayah selama ini?”
Lagi dan lagi, lirihanku hanya dijawab dengan senyuman.
“Ayah, jawab. Ayah!”
Kali ini ku goyangkan tubuhnya yang kaku, dengan harapan pertanyaanku dijawab olehnya. Ia tetap tak berbicara padaku. Aku menangis di dadanya.
“Tolong ayah!”
Akhirnya, ku dengar lagi suara itu. Suara yang sudah lama tak lagi ku dengar, tangisanku semakin menjadi-jadi.
“Ayah kenapa?”Jawabku sambil menatap wajahnya
Ku eratkan pelukanku, seakan tak ingin lepas. Meski hanya kata-kata singkat yang keluar dari mulut ayah, setidaknya aku masih bisa mendengar suara ayah. Aku begitu penasaran, apa yang ayah inginkan dariku. Apa maksud ayah meminta pertolongan dariku.
Setelah itu, beberapa detik kemudian, tiba-tiba saja jasad ayah yang sedang ku peluk erat menghilang begitu saja. Tak ada lagi yang bisa kupeluk. Aku berlari kesana kemari, hanya ada ruangan putih yang tak berujung.
“Ayahhhhh dimanaaaa? Ini Orlin yaaaah!”Teriakku sambil terduduk dan menangis.
Pertemuan singkat itu, membuat rasa rinduku kepada ayah sedikit terobati.
“Lin, Lin hehhh kamu kenapa? Heh!”Ujar ibu dengan panik sambil menggoyang-goyangkan tubuhku.
“IBU!”Ucapku kaget dengan nafas yang terengah engah.
Aku terbangun dengan tubuh yang berkeringat, aku tersadar, bahwa tadi itu hanyalah bunga tidurku. Padahal, aku berharap semua itu adalah kenyataan.
“Kenapa kamu? Daritadi mengigau panggil-panggil ayah? Ini minum dulu,”ujar ibu sambil memberiku minum.
“Ayah datang ke mimpiku, bu,”ujarku.
“Kenapa kamu terdengar panik sekali?”Ujar ibu penasaran.
Aku ceritakan semua mimpiku kepada ibu, dengan detail. Tak ada satu pun cerita yang kulewatkan.
“Hmm, yaudah itu cuma mimpi. Kamu tidur, ya,”ujar ibu sambil beranjak dari kamarku.
Setelah ibu keluar dari kamar, aku langsung menelepon Arsen. Tetapi tidak diangkat. Aku merasa janggal dengan kata-kata ayah di mimpi. Ia seperti sedang kesulitan, ia membutuhkan diriku untuk membantunya.
“Ini pasti ada apa-apa. Jasad ayah setelah bertahun-tahun ini belum tenang. Aku tahu ayah pasti meninggalkan sedikit jejak tentang petunjuk kematiannya,”
“Yah , tenang ya, aku pasti bisa nemuin petunjuk kematian ayah, ayah pasti akan dikubur dengan layak dan jasad ayah pasti akan tenang,”ujarku sambil menatap foto ayah di atas meja belajarku.
Waktu masih menunjukkan pukul 4.00. Namun, aku tidak bisa tidur lagi. Masih tebayang wajah ayah, di mimpiku itu. Akhirnya daripada membuang waktu dikamar dengan lamunanku, ku putuskan untuk turun ke dapur dan membuat sarapan. Setelah itu, aku mandi dan bergegas untuk menunaikan sholat subuh. Kemudian, ku bersiap untuk sekolah.
“Bu, itu sarapannya udah selesai,”ujarku sambil mengetuk pintu kamar ibu.
“Iya, Lin. Ibu sudah selesai sedikit lagi, kamu makan duluan aja,”ujar ibu dari dalam kamar.
AKu turun ke ruang makan lebih dulu dan tak lama kemudian ibu menyusulku. Aku masih memikirkan mimpiku semalam, makanan yang ada didepanku hanya ku acak-acak. Aku makan sambil dibayang-bayangi oleh wajah ayah dan terngiang suara ayah ditelingaku.
“Hey, lin. Ada apa?”Ujar ibu sambil menatapku heran.
“Gapapa bu, ibu lanjutin aja makannya, aku berangkat ya,”jawabku mengakhiri sarapan dan beranjak menghampiri ibu untuk berpamitan.
“Kamu ga nunggu Pak Diman?”Teriak ibu.
“Ngga, nanti aku sms aja, aku naik ojek depan gang aja,”teriakku pada ibu sambil menutup pintu.
Sesampainya di sekolah, suasana sangat sepi seperti tak berpenghuni. Hanya ada diriku seorang ditemani dengan Pak Asep, yang sedang menyapu kelas.
“Neng, pagi amat datengnya,”sapanya padaku.
“Iya, Pak. Lagi kepagian,”jawabku ramah.
“Ini namanya kerajinan, neng,”ledeknya padaku.
“Gapapa lah, Pak. Sekali-kali kaya gini hahaha,”ujarku sambil membalas candaannya.
Aku duduk di depan kelas sambil menatap ke arah lapangan basket. Telepon yang sejak tadi berdering, tak aku hiraukan. Aku benar-benar ingin sendiri kali ini. Menghirup udara pagi yang belum terkontaminasi, barangkali bisa membuat pikiranku lebih jernih.
“Orliiiin!!!”Teriak Seifa dari kejauhan.
Aku menjawab sapaannya hanya dengan lambaian tangan.
“Kenapa lo? Murung Banget,”ujarnya.
“Gapapa,”jawabku singkat.
“Kantin kuy!”Ucapnya mengajakku ke kantin
“Lo duluan aja,”ucapku sambil mengangkat tasku, dan berjalan ke dalam kelas.
“Ngapa sih nih anak,”gerutu Seifa.
Aku duduk termenung di dalam kelas, sambil membolak-balikkan lembaran kertas yang ada di dalam buku fisika. Tatapanku kosong, pikiranku hanya tertuju pada satu hal “mimpi semalam” ujarku dalam hati.
Sejak tadi, aku berpikir ingin menemukan petunjuk kematian ayah darimana, karena aku sama sekali tidak mengetahui tentang pekerjaan apa yang ayah geluti, apa yang ayah lakukan setiap hari. Pada saat itu, aku masih sangat kecil untuk mengerti semua kejadian yang terjadi. Ayah menghilang tanpa jejak, sudah belasan tahun kasus ini tak terungkap.

Bersambung ....

NOVEL "Mimpi Dalam Kendali" : PART VIII

Arsen dan Orlin jadian. Itu berita yang sedang booming dikelasku. Aku menceritakan segalanya kepada Seifa. Ia tampak tenang mendengarkan. Ia merasa sangat senang mendengar berita ini. Aku berpikir ia akan mencaci makiku, ternyata prasangkaku salah. Ia nampaknya sangat mendukung hubungan kami berdua.
Saat sedang asik mengobrol. Arsen mengajakku untuk berkunjung ke tempat penampungan hewan Alesha.
“Lin, ntar main yuk, ke tempatnya Alesha. Aku mau nanya sesuatu tentang Nior. Aku sekalian mau beli kalung kucing yang lucu buat Nior sama Kettin,”ujarnya.
Alesha bukan hanya membuka tempat penampungan hewan kucing, ia juga menjual macam-macam aksesoris untuk binatang. Seperti kalung, baju, kandang, pita, dan yang lainnya. Aku pun langsung menyetujui ajakan Arsen.
“Boleh tuh, Sen. Aku juga sekalian mau beli makanan si Kettin, udah abis di rumah,”ucapku santai.
“Kamu bilang Pak Diman dulu dari sekarang, biar gausah jemput kamu, aku aja nanti yang antar kamu pulang, bilang mamah juga,”ucapnya penuh perhatian.
“He’eh”Jawabku sambil mengeluarkan ponsel untuk memberi kabar kepada mamah dan Pak Diman.
Mata pelajaran pun telah usai. Hari ini tidak ada bimbingan dari Bu Tika, jadi ada waktu luang untuk aku dan Arsen. Setelah bel pulang berbunyi, kami bergegas menuju tempat penampungan hewan Alesha. Setelah sampai di tempat tujuan, aku langsung mencari Alesha.
“Mba, ada Alesha nya?”Ucapku.
“Ada, di tempat biasa mba Orlin,”jawabnya.

Aku mengajak Arsen ke tempat biasa Alesha duduk menatapi binatang-binatang itu bermain.
“Tuh dia,”ucap Arsen seraya menunjukkan tangannya ke arah Alesha.
“Alesha!”Teriakku seraya melambaikan tangan.
“Orlin!”Sapanya kembali.
“kenapa? Ngapain kesini? Kettin sakit lagi?”Tanya Alesha penasaran.
“Ngga, tau nih si Arsen mau cari sesuatu buat Nior,”ucapku sambil menatap Arsen.
“Gue mau cari kalung buat si Nior sama Kettin deh, Les. Di sini jual ga sih?”Ujar Arsen kepada Alesha.
“Ada, tuh di situ kalau mau cari aksesoris. Disini mah lengkap, Sen,”jawab Alesha.
“Sen, Kettin gausah dibeliin, udah banyak koleksi kalungnya, Sen,”ucapku kepada Arsen sambil menggoyang-goyangkan pergelangan tangannya.
Arsen hanya tersenyum melihat tingkahku yang kekanak-kanakan. Aku sadari itu, tetapi bersikap manja dengan Arsen adalah salah satu caraku untuk mencuri perhatiannya.
“Gapapa, kita cari yang mirip ya, buat Kettin sama Nior,”ujarnya seraya mencubit pipiku.
Lalu, Alesha pun memiliki ide untuk kami berdua.
“Beli baju aja, lebih lucu kayanya buat Nior sama Kettin,”ucap Alesha sambil menunjuk lemari Pakaian yang penuh dengan gantungan baju-baju kucing.
“Ih, lucu banget. Iya, Sen bener, beli baju aja yaa? Aku cuma punya 2 baju buat Kettin,”ucapku merayu Arsen.
“Yaudah, ayo kita cari baju,”ucap Arsen menurutiku.
Saat sedang memilih baju untuk kedua kucing kami, aku menemukan baju yang lucu untuk Kettin dan Nior. Baju merah maroon dengan corak hitam. Untuk Nior ada pita kupu-kupu dibagian lehernya. Namun, untuk Kettin ada hiasan renda berwarna pink disekitar leher.
“Sen, ini gimana?”Ucapku sambil menunjukkan baju tersebut kepada Arsen.
Ia hanya menjawab “Iya, bagus kok bagus”
Sepertinya Arsen masih ingin membeli kalung untuk Kettin dan Nior. Sebab, sejak tadi ia hanya berkutat di gantungan aksesoris yang berisi kalung-kalung kucing yang lucu.
“Sen, aku haus, nanti kita ke kedai kopi disana dulu ya,”ujarku sambil menghampiri Arsen.
“Iya,”ujarnya singkat. Ia namPaknya masih sibuk dengan kalung-kalung itu.
“Lin, menurut kamu ini gimana?”Ujarnya sambil menunjukkan kalung yang ia pilih.
“Ih bagus, aku suka, cocok sama baju yang aku pilihin ini,”ujarku sambil menyentuh kalung pilihan Arsen.
“Yaudah aku pilih baju ini sama kalungnya, Les. Tolong dibungkus ya,”ujar Arsen sambil menyodorkan kalung dan baju yang telah kami pilih kepada Alesha.
“Sen, ayo cepetan aku bukan cuma haus sekarang, aku juga laper,”keluhku.
“Iya, tunggu yaaa, sabar,” Arsen menjawab dengan penuh sabar Ia nampak kasihan melihat wajahku yang terlihat sangat lapar.
Aku memang mengidap penyakit maag. Sedikit saja telat makan, wajahku akan pucat, perutku akan berteriak. Oleh karena itu, tak satu pun waktu makan yang ku lewati begitu saja. Aku tidak ingin menyiksa diriku sendiri dengan melupakan waktu makanku, karena aku tahu, ternyata yang mahal itu adalah kesehatan.
“Alesha, ikut aja yuk sama kita. Kita ngobrol-ngobrol aja,”Ajakku.
“Hmm… ngga deh, Lin. Gaenak,”jawab Alesha dengan wajah yang malu-malu.
“Gapapaa, kita sama sekali ga keganggu kok. Ya kan Sen?”Sautku sambil menatap Arsen.
“Iya, gapapa ayo ikut aja Les,”ujar Arsen.
Alesha hanya menjawab dengan satu bahasa tubuh. Ia hanya mengangguk dan akhirnya kami pergi ke kedai kopi yang berada di seberang klinik milik ayah Alesha.

Setelah makan kami pun hendak pulang kerumah, Sesampainya di rumah, ternyata ibu masih duduk di ruang tamu sambil menggenggam ponselnya. Wajahnya terlihat lesu karena seharian bekerja, tetapi nampaknya ia masih setia menungguku di ruang tamu sampai aku pulang.
“Ini, ada Arsen, Bu,saautku lagi.
“Oh, iya, masuk Sen,”ucap ibu
“Iya tante,”jawab Arsen sambil mencium tangan ibuku.
Arsen ikut singgah sebentar dan masuk ke dalam rumah, untuk berpamitan dengan ibu. Ibu memang telah mengetahui hubunganku dengan Arsen. Ibu seringkali khawatir jika aku pulang lebih dari pukul delapan malam. Ia seperti bodyguard yang siap mengawasiku 24 jam meski hanya memantauku lewat telepon atau pesan singkat. Jika aku tidak mengangkat atau membalas pesan siangkatnya, saat aku tiba dirumah ibu pasti langsung memarahiku.
“Tante, maaf ya, aku pulangin Orlin telat, tadi dia keasyikan ngobrol sama Alesha,”ucap Arsen sambil menatap ibu dengan senyum rayuannya.
“Iya, gapapa, tante itu yang penting diberi kabar. Jangan sampai hilang komunikasi. Orlin itu anak tante satu-satunya, jadi kalau dia ga ada kabar sebentar aja, tante udah khawatir banget, nak Arsen,”ucap Ibu menasehati Arsen.
“Iya, tante, maaf ya tante,”ucap Arsen dengan nada bersalah.
Aku hanya tersenyum kecil melihat Arsen dengan ibu
“Rupanya, sekarang bukan aku lagi yang akan dinasehati, tapi laki-laki itu. Haha,”ucapku dalam hati seraya menatap Arsen. “Yaudah, tante. Ini udah malam, paman pasti nyari aku juga. Aku pulang dulu ya, tante,”pamit Arsen.
“Ya, hati-hati, gausah ngebut-ngebut, nak Arsen,”ucap ibu sambil berjalan mengantar Arsen.
“Dadaaaah, makasih yaa”ucapku sambil melambaikan tangan kepada Arsen.
Setelah itu, aku langsung pergi ke kamar untuk membersihkan tubuhku yang penuh keringat ini. Tangan dan kakiku serasa ingin copot, entah mengapa aku merasa sangat lelah hari ini. Setelah usai membersihkan tubuh, aku merasa segar sekali. Namun, aku tidak bisa langsung bermanja-manja dengan kasurku, aku teringat kalau aku belum sempat sholat isya tadi di café. Mukena dan sajadah kuambil dari lemari dan segera kukerjakan kewajibanku. Semua tugasku sebelum tidur telah kuselesaikan.
“Hahhh, akhirnya,”ucapku seraya meloncat dengan posisi tengkurap ke kasurku.
Sebelumnya, ku panjatkan doa kepada-Nya untuk mendapat mimpi indah malam ini. Agar lelahku terbayar oleh mimpi yang indah. Dalam hitungan kurang dari 5 menit, aku sudah bisa terlelap dalam tidurku. Melepas penat dengan mimpi itu salah satu caraku menghapus lelah. Cukup dengan cara sederhana, aku bisa bahagia.
“Lin, liiiin,”
Aku melihat sosok yang kukenal beberapa tahun silam, seseorang yang amat sangat aku kenal. Ia memiliki tubuh semampai, dengan kulit sawo matang dan mata yang bulat. Ada tahi lalat kecil di bawah yang menghiasi senyumnya. Kumis tipis dengan alis yang tebal membuatnya semakin tampan.
“Yah!”Ucapku.

Bersambung ....




NOVEL "Mimpi Dalam Kendali" : PART VII

Hari ini adalah hari jumat, ada pelajaran tambahan dari Bu Tika untuk persiapan olimpiade. Seharusnya, kami mulai pada pukul 1 siang. Tetapi sepertinya hari ini akan sedikit telat karena harus menunggu Arsen sholat jumat.
“Lin, nitip dong tas gue, gue mau sholat dulu,”ucapnya seraya memberikan tasnya ke tanganku. “Yaudah sini, baik gue mah mau jadi tukang penitipan tas,”ucapku bercanda.
“Yaudah gue sholat dulu, ya. Lo mau tetep disini sendirian? Mending nunggu di tempat duduk depan masjid, biar ga sepi sepi banget,”ajak Arsen seraya menjulurkan tangannya.
“Yaudah deh, ini bawa dulu wey tas lo,”ucapku memberikan tas Arsen.
Setelah sampai di tempat duduk depan masjid…
“Yaudah lo tunggu sini ya,”ucap Arsen sambil memberikan tasnya ke pangkuanku.
Setelah sholat jumat selesai, Arsen menghampiriku dan mengangkat tasnya yang ada disampingku.
“Ayuk!”Ajaknya.
“Yuk!”Jawabku.
Saat sampai di ruangan Bu Tika ternyata ia sudah siap dengan beberapa buku di mejanya. Hari ini, pelajaran yang diberikan Bu Tika ternyata tidak terlalu sulit. Aku dan Arsen cepat memahaminya dan tidak ada perdebatan antara aku dan Arsen hari ini. Kejadian yang sangat langka sebenarnya, sebab aku dan Arsen adalah orang yang sama-sama keras kepala. Jika pendapatku A ia pasti memiliki jawaban B, kami seringkali bedebat karena perbedaan. Tapi, kami selalu menemukan jalan keluar untuk memecahkan perbedaan tersebut.
Kita boleh punya pendapat yang beda dari orang lain, tapi bukan berarti kita harus biarin mereka punya jalan masing-masing. Kalo lo mau sukses, lo hanya perlu nyatuin dua pikiran menjadi satu, bukan malah nurutin ego lo. Nih ya lin, yang kita butuhin itu Cuma kesabaran untuk mempersatukan bukan malah memisahkan ide kita.
Arsen selalu mengatakan kalimat itu padaku. Kalimat itu menyadarkanku, bahwa jangan pernah kita mengatasnamakan ego diri sendiri untuk menjadi unggul dalam situasi apapun.

Saat di perjalanan pulang.
“Lin?”Ucap Arsen
“Apa?”Ucapku singkat.
“Besok jadi ya? Jam 7 gue jemput,”tegasnya.
“Iya, bawel ah. Mau kemana sih emangnya sen?”Ucapku penasaran.
“Makan gratis,”jawab Arsen singkat.
“Ih dimana? Kondangan?”Ucapku spontan
“hahahahaha ya ngga lah. Masa iya kondangan,”ucap Arsen seraya mengacak-acak rambutku.
“Terus kemana ?”Ucapku sambil membenarkan poni.
Arsen membuka tasnya dan menunjukkan sebuah tiket makan gratis sepuasnya di restoran milik kakaknya yang baru saja dibuka.
“Nih, kita kesini,”ucapnya sambil menyodorkan tiket makan gratis.
“Beneran gratis? Kirain mau modal ih hahahaha,”candaku.
“Iya, pembukaan resto kaka gue, gue ajak lo makan enak disana Lin hahahaha”
“Yaudah yang penting makan,”ucapku sambil memegang tiket itu.
“Yeuuuh dasar rakus. Ayo pulang, gue anter,”ucapnya sambil berjalan ke arah parkiran
“Bodo wleee. Ngga, itu Pak Diman udah jemput,”ucapku sambil menunjuk ke arah Pak Diman.
“yaudah, hati-hati, ya! Daaaah,”ucapnya sambil melambaikan tangan.
“Yaa,”ucapku sambil membalas lambaian tangannya.
Hari sabtu pun tiba, Arsen sampai 15 menit lebih awal dari yang seharusnya. Saat bel rumah berbunyi, aku sudah tahu pasti itu Arsen. Namun, aku belum siap karena masih mencari anting favoriteku.
“Buuuu, boleh tolong buka pintunya sebentar?”Ucapku kepada ibu.
“Iya, Lin. Ini udah dibukain, temennya udah dateng nih, Lin,”ucap ibu.
“Selamat malam, tante,”ucapnya seraya mencium tangan ibu.
“Malam, tunggu ya Orlin lagi siap-siap. Masuk dulu sini,”ajak ibu.
“Iya tante,”ucap Arsen sambil berjalan dan duduk di ruang tamu.
“Temen sekolahnya Orlin?”Tanya Ibu.
“Iya, tante. Temen sekelas hehe nama saya Arsen,”jawab Arsen.
“Oh teman sekelasnya, mau minum dulu nak Arsen?”Tawar ibu.
“Ngga usah, tante. Jangan repot-repot,”ucap Arsen malu-malu.
Saat turun dari tangga, aku terkejut melihat Arsen. Ia begitu tampan dengan balutan jas warna abu-abu, dengan sepatu casual yang ia pakai dan rambut yang biasanya sedikit berantakan, tertata rapi dengan baik. Tubuhnya yang tinggi menambah keindahan pada dirinya.
“Arsen?”Ucapku.
“Iya, Lin. Ayo,”ucap Arsen mengajakku.
“Tunggu bentar Sen, lupa naro ponsel dimana,”ucapku.
Setelah menemukan ponsel, kami berdua berpamitan dengan ibu dan langsung menuju resto yang berada di sekitar Jalan Pajajaran, Bogor.
“Ribet banget ih ini naiknya gimana ke motor,”ucapku.
“Lagian pake rok segala haha miring duduknya miring, Orliiin,”ucapnya seraya menjulurkan tangannya dan membantuku naik ke motor.
“Makasih,”ucapku.

Aku memang sengaja memakai gaun berwarna hitam pemberian ibu. Karena aku rasa ini acara yang tepat untuk memakai gaun dari ibu yang diberikan 2 bulan lalu. Gaun dengan sedikit aksen silver di lingkar dada, panjangnya menjulur sampai ke lutut, aku sengaja tak mengikat rambut dengan gaya yang berlebihan. Aku hanya menyematkan 2 bobby pin untuk menyangga rambutku ke belakang, agar terlihat lebih rapih.
“udah telat belom sih Sen?”Ucapku heran.
“Belom, tenang aja ditungguin kok. Mereka ga akan mulai pembukaan tanpa gue”ucapnya.
“Hih sombong!”Ucapku ketus.
“Hahhaha becanda, Lin. Lagi pula kalaupun udah mulai, ga akan kenapa-kenapa kok, Lin,”ucapnya menenangkan.
“Yaudah, yaudah,”ucapku.
Sesampainya di tempat acara.
“Lin, ayo,”ucapnya seraya menjulurkan tangannya ke arahlku.
“Tunggu, ini rambutnya berantakan,”uCapku sambil merapikan rambut di kaca spion motor Arsen.
“Sini, gue benerin, maaf ya kalo gue udh punya sim mobil, gue pake mobil om gue pasti, tapi gue gamau bawa nyawa lo tanpa SIM hahaha,”ucapnya.
Ia mengambil bobby pin dari tanganku, dan melingkarkan tangannya di kepalaku. Ia napPak kesulitan, tentu saja. Ia bingung harus menyematkan benda itu dimana.
“Ini kemana harus ditaro bobby pinnya?”Ujarnya kebingungan. Sambil meraba-raba rambutku.
“Ihhh sini-sini,”ucapku menunjukkan letaknya.

“Ayo, ah, ribet sih luuu,”ujarnya sambil meledekku.
“Iyaaa, tunggu sih,”ucapku yang masih sibuk merapikan rambutku.
“Sini ih, ntar ilang lu jangan jauh-jauh dari gue,”ujarnya seraya menjulurkan tangannya untuk menggandengku.
Saat sedang berjalan, ada seorang lelaki tua menyapa Arsen dan melabaikan tangannya seperti mengisyaratkan bahwa Arsen harus mengampirinya.
“Paman!” teriaknya seraya membalas lambaian tangan orang itu.
“Orlin, ini paman gue. Paman, ini yang namanya Orlin,”ucapnya mengenalkan diriku.
“Malam, Om,”ucapku seraya mencium tangannya.
“Yaudah itu abangmu disana, temui dulu,”ujar Paman sambil menunjuk ke arah lelaki bertubuh tinggi di depan panggung.
“Oh iya, aku kesana ya Paman,”ujar Arsen.
“Bang!”Ucapnya.
“Eh, Sen. Sini sini. Kenalin, ini Arsen adik gue,”ucap kakaknya seraya mengenalkan Arsen kepada teman-temannya.
“Bang, ini kenalin Orlin, temen sekelas di sekolah,”ucap Arsen mengenalkanku kepada kakaknya.
“Oh, ini Sen? Hai Orlin. Nikmatin ya semuanya, nanti main-main lagi kesini ajak temen-temennya,”ucap kaka Arsen dengan akrab.
“Iya, ka. Hehe iya, siap siap tenang aja,”ujarku ramah.
Arsen pun mengajakku mencicipi beberapa makanan dan minuman. Genggaman tangannya tak pernah lepas dari tanganku. Ia tak ingin aku hilang sepertinya diantara kerumunan tamu undangan ini.
“Lin, abis ini pulang aja yuk, gaenak sama nyokap lo kalo mulangin lo kemaleman,”
“Sen, tapi kan belum selesai,”
“Ya gapapa, yang penting kan kita udah dateng,”ujarnya sntai
Aku pun menyetujui ajakannya. Kami pun pamit kepada Paman dan juga kakaknya. Mereka sangat ramah kepadaku, tidak cuek meski banyak tamu undangan yang datang.
Saat di perjalanan pulang, tiba-tiba saja gerimis datang.
“Lin, neduh dulu ya. Nanti kita kuyup,”
“Iya, terserah,”ucapku.
Hhhhhhmmmmmmmm aku menghembuskan nafas menikmati aroma air hujan yang menyentuh tanah.
“enak ya aroma“ucapku sambil menikmati suasana hujan.
Arsen tak menghiraukan perkataanku. Tanpa aku sadari, ia menatapku dengan sangat serius. Ia seperti memandangiku dengan detail. Ia menatap dan tak berkedip.
“Hallooo, hi Arsen? Something wrong?” Suaraku mengusik lamunan Arsen.
Ia mengerjap. Ia sepertinya baru menyadari kalau memandangiku selama itu.
“Lin, kenapa lo suka sama hujan?”Tanya Arsen polos.
Aku menoleh kearahnya. Menjatuhkan tatapan mataku pada sepasang masta Arsen. Sejenak, aku tersenyum penuh pengertian.
“Hmmm, sini gue tunjukin nikmatnya hujan,”Aku memberi kode. Ku pegang erat tangan Arsen dan menyuruhnya untuk bernafas sedalam mungkin. Menghirup tiap udara segar yang ada di sekeliling kami. Bau tanah yang khas, aroma dedaunan yang basah karena terguyur rintik hujan. Semua bercampur menjadi satu. Aroma khas yang hanya bisa kita nikmati pada saat hujan.
“Bisa ngerasainnya Sen?”Tanyaku.
Arsen mengangguk “Aku juga selalu jatuh cinta sama hujan, Lin,”ucapnya.
“Kalau alasanmu kenapa?”Tanyaku padanya.
“gue memandang hujan dengan cara yang berbeda dari lo. Gue mencintai hujan karena rintikan airnya yang jatuh ke bumi. Ada yang percaya bahwa di dalam hujan ada melodi yang hanya bisa di dengar oleh mereka yang sedang merindu sesuatu. Gue adalah salah satu dari orang-orang itu. Tiap kali hujan turun, ada rindu dan doa yang gue panjatkan untuk kedua orang tua yang jauh dari gue sekarang ini. Mereka di Paris, tapi gue akan merasa jauh lebih dekat dengan mereka saat hujan turun. Gue teringat bagaimana dulu ibu selalu mendongeng dan menyanyikan nyanyian tidur buat gue,”ujar Arsen, seperti bergumam pada dirinya sendiri.
Aku pun menerawang jauh. Apa yang dirasakan Arsen sama dengan apa yang aku rasakan saat ini. Selalu ada rindu yang ingin aku sampaikan kepada mendiang Ayah tiap kali hujan menyapa bumi. Mungkin, ini yang dinamakan melodi hujan, seperti kata Arsen.

Kilatan cahaya putih tiba-tiba menyambar angkasa. Menimbulkan percikan putih dilangit gelap. Langitnya seolah terbelah. Aku berteriak spontan dan menggenggam tangan Arsen erat.
“Sen… gue takut,”ujarku ketakutan
“Lin? Lo kenapa? Pucet banget?”Ujar Arsen panik.
“Gapapa, ayo pulang, gue takut petir,”
“yaudah, ayo ayo kita pulang,”
Saat ingin berjalan ke motor, tiba-tiba saja hantaman suara gemuruh selanjutnya datang. Aku terlonjak kaget dan relfeks melompat ke arah Arsen. Seperti ingin menyembunyikan kepalaku ke dada Arsen. Tanganku belum lepas dari genggaman erat Arsen.
“Lin, lin gapapa kan?”Arsen panik.
“Gue takut petir Sen”keluhku padanya sambil meneteskan air mata.
“Gue suka hujan, tapi benci petir. Gue takut denger suaranya,”ujarku kembali.
“Yaudah, yaudah, sekarang kita harus pulang ga bagus kalo kita disini terus, sekarang tutup mata lo dan bayangin hal lain selain petir,”ujar Arsen menenangkanku.
“Iya, iya,”ucapku menuruti perkataannya.
Saat sampai dirumah. Aku berterima kasih pada Arsen.
“Sen, makasih ya, ini jaketnya gue cuci dulu ya? Kuyup gini,”ujarku.
“Gausah Orlin, gue aja yang bawa,”ujarnya
“Ih udah gapapa, gaenak ngerepotin doang,”ujarku.

“Yaudah kalo lo maksa haha udah sana mandi yaa nanti sakit,”ujar Arsen seraya membetulkan poniku yang lepek terkena hujan.
“Yaudah gue masuk ya. Lo gamau masuk dulu? Sampe hujan reda?”Tawarku.
“Ngga usah, langsung pulang aja,” Ujarnya.
Arsen turun dari motor dan menatapku cukup lama. Jantungku berdetak kencang. Entah apa yang ia lakukan. Ia berjalan maju mendekatiku. Bodohnya aku hanya diam dan terpaku. Ia mendekapku dan mengucapkan beberapa kata.
“Makasih ya, Lin,”ujarnya.
“Ih kenapa Sen?”Ucapku polos.
“Lin, mungkin ini bukan waktu yang tepat… Tapi aku mau ngomong serius sama kamu. Bisa jangan masuk dulu? Dan tunggu disini dulu,”ujar Arsen menatapku tajam.
Aku hanya teridam dan berusaha mengatur pola detakan jantungku yang semakin lama semakin cepat. Arsen menggenggam tanganku erat.
“Lin, aku tau ini terlalu cepat, maaf aku ga nembak kamu di keadaan yang romantis kaya yang lainnya. Maaf, ga bawa mawar dan peralatan yang lainnya. Aku cuma tau satu, ini waktunya aku bilang, sebelum nanti kamu diambil orang lain. Lin, sebenernya… aku suka sama kamu. Aku sayang sama kamu. Aku ga bisa janjiin sesuatu yang berlebihan buat kamu, yang aku tau aku bisa jadi tempat kamu cerita yang paling baik dibandingin buku diari kamu , tempat kamu beristirahat yang paling nyaman, tempat kamu berbagi air mata, berbagi tawa kamu, masalah kamu and everything what you feel. Jadi, kamu mau ga jadi pacar aku, Lin?”

Bersambung ....

NOVEL "Mimpi Dalam Kendali" : PART VI

“Dimana lin tempatnya?”
“Disana, Sen. Lurus aja, nanti di pertigaan tinggal belok kanan, ga jauh dari situ nanti juga kelihatan,”sautku.
Saat sampai di tempat tujuan, Alesha sepertinya sejak tadi sudah menungguku. Seperti terakhir kali kulihat, ia selalu bahagia memandangi binatang-binatang ini.
“Alesha!”Panggilku.
“Eh, Orlin! Sini masuk!”Ajak Alesha sambil melambaikan tangannya ke arahku.
“Ayo, Sen,”ucapku mengajak Arsen.
“Ini Lin. Suka ga? Jenis persia juga, aku sih kasih nama dia moti, mirip kan sama Kettin?”Ucap Alesha sambil menawarkan kucing itu kepadaku.
“Bagus ga menurut lo Sen?”Tanyaku pada Arsen.
“Bagus, sih, tapi gue lebih suka sama yang itu,”ucap Arsen sambil menunjuk ke arah kucing lokal berwarna abu-abu dan putih. Ia nampak cantik dengan matanya yang berwarna cokelat serta sentuhan kalung lonceng membentuk kepala kucing di lehernya.
“Yang mana? Yang itu? Yang di pojok?”Ucap Alesha.
“Iya, yang itu. Boleh dibawa kesini?”Jawab Arsen.
“Boleh, ambil aja. Dia belum lama disini, baru sekitar 3 mingguan, aku temuin juga di depan toko di seberang sana, kasian waktu itu dia sendirian dan terus mengeong, aku ambil aja dan aku bersihkan serta rawat disini,”jelas Alesha kepadaku dan Arsen.
“Liat deh Lin. Ganteng kan?”Ucap rsen sambil menyodorkan kucing lokal itu kepadaku.
“Lucu, Sen. Lo suka itu? Ambil aja,”tawarku.
“Siapa namanya Les?”Tanyaku pada Alesha.
“Belum aku kasih nama, belum nemu nama yang pas buat karakter dia, Lin,”jawab Alesha.
“Nior. Namanya Nior,”saut Arsen.
“Ha? Siapa Sen?”Tanyaku menegaskan
“N-i-o-r keren kan lin?”Tegas Arsen.
“Boleh juga, sih. Jadi lo ambil yang itu?”Tanyaku lagi.
“Iya, gue ambil nior. Lo ambil moti? Jadi?”
“Iya, jadi dong”
“Yaudah, aku ambil moti, Arsen ambil si nior ya, Les? Boleh kan?”Tanyaku pada Alesha.
“Iya, boleh kok, boleh banget Lin. Diurus yang baik, ya. Yuk, isi berkas pernyataan dulu, biar lebih afdol hehe,”ucap Alesha.
“Oh iya okedeh hehe Ayo Sen, kesana”
Setelah usai menandatangani semua surat pernyataan, aku dan Arsen membeli kandang untuk kedua kucing lucu ini. Aku membelinya di petshop milik Alesha, tempatnya tepat di sebelah kanan klinik. Setelah semua beres, aku dan Arsen berpamitan kepada Alesha.
“Les, makasih ya. Aku jagain kok moti hehe,”ucapku.
“Iya, sama-sama Lin. Main lagi ya kesini,”ucapnya ramah.
“iya, les, makasih juga ya, akhirnya gue punya binatang peliharaan,”ucap Arsen.
“Iya, sama-sama Sen. Lain kali main lagi ya kesini sama Orlin”
“iya pasti, gue balik dulu ya”
“iya, hati-hati ya. Jaga Orlinnya ya hehe daaah!!”Ucap Alesha seraya melambaikan tangan kepada Arsen dan diriku.
Setelah itu, kami pun beranjak pulang. Sepanjang perjalanan, aku merasa canggung dengan Arsen. Entah harus membicarakan apa. Lalu, untuk mencairkan suasana aku sengaja saja bernyanyi dengan nada yang sedikit keras, agar Arsen mendengarnya.
Arsen membalas laguku dan kami bernyanyi bersama. Namun, ditengah perjalanan hujan turun tiba-tiba dan lumayan deras. Kami pun menepi sebentar hingga hujan reda, kasihan kalau dipaksakan, Moti dan Nior pasti ikut basah juga.
“Lin, maaf ya, harusnya kita pulang dari tadi. Jadi keujanan gini kan,”ujar Arsen merasa bersalah.
“Lah kenapa sih, Sen. Gapapa kali, gue yang minta maaf udah ngerepotin lo,”ujarku sambil menyeka tetesan air hujan di rambutku.
“Ih gapapa, gue seneng kok bantu lo,”ujar Arsen sambil mengusap-usap tangannya karena kedinginan.
“Nanti, Nior jangan lupa langsung dikasih makan ya, Sen. Ntar sakit juga kaya Kettin,”ujarku basa-basi.
“Tenang, ajaaa. Gue pengasuh kucing yang baik kok hahaha,”ujarnya mencairkan suasana.
Ujan turun semakin deras, Aku dan Arsen terjebak oleh hujan. Aku berbincang banyak dengannya, mulai dari Olimpiade, orangtua, keluarga sampai makanan kesukaan kami berdua. Ternyata Arsen tidak seburuk yang dipikirkan anak-anak dikelas. Selain pintar, ia juga orang yang pandai mengambil hati orang, terlihat dari caranya berbicara.
“Sayang banget anak-anak mandang Arsen sebelah mata,”kataku dalam hati saat sedang berbincang dengan Arsen.
Tak lama kemudian, hujan mulai reda, meski masih gerimis kami memutuskan untuk pulang. Sebab, aku takut ibu akan marah, karena ponselku mati dan tidak bisa memberi kabar.
“Gapapa kita pulang gerimis kaya gini Lin?”Ujar Arsen seraya menatapku.
“Iya, gapapa Sen. Gue yakin ibu udah khawatir nih,”ujarku padanya.
“Yaudah, lo pake jaket gue aja ya, nih!”Ujarnya sambil mengenakan jaket ke arahku.
“Ih, gausah, nanti lo pake apa?”Ujarku menolak.
“Gapapa, kalo lo sakit, ga ada partner Olimpiade gue nanti hahaha,”ujarnya meledek
“Ish!”Ujarku sambil merapikan jaket yang diberikan Arsen.

Bersambung ....

Bahasa Indonesia 4# (Proposal Penelitian) Lanjutan.

BAB IV
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN BULLYING
Definisi bullying merupakan sebuah kata serapan dari bahasa Inggris. Bullying berasal dari kata bully yang artinya penggertak, orang yang mengganggu orang yang lemah. Beberapa istilah dalam bahasa Indonesia yang seringkali dipakai masyarakat untuk menggambarkan fenomena bullying di antaranya adalah penindasan, penggencetan, perpeloncoan, pemalakan, pengucilan, atau intimidasi (Susanti, 2006).
Barbara Coloroso (2003:44) : “Bullying adalah tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti, seperti menakuti melalui ancaman agresi dan menimbulkan terror. Termasuk juga tindakan yang direncanakan maupun yang spontan bersifat nyata atau hampir tidak terlihat, dihadapan seseorang atau di belakang seseorang, mudah untuk diidentifikasi atau terselubung dibalik persahabatan, dilakukan oleh seorang anak atau kelompok anak.
Banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai bullying. Seperti pendapat Olweus (1993) dalam pikiran rakyat, 5 Juli 2007: “Bullying can consist of any action that is used to hurt another child repeatedly and without cause”. Bullying merupakan perilaku yang ditujukan untuk melukai siswa lain secara terus-menerus dan tanpa sebab. Sedangkan menurut Rigby (2005; dalam Anesty, 2009) merumuskan bahwa “bullying” merupakan sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang dan dilakukan dengan perasaan senang (Retno Astuti, 2008: 3).Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2001) mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif kekuasaan terhadap siswa yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/kelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa lain yang lebih lemah dengan tujuan menyakiti orang tersebut.
Beberapa ahli meragukan pengertian-pengertian di atas bahwa bullying hanya sekedar keinginan untuk menyakiti orang lain, mereka memandang bahwa “keinginan untuk menyakiti seseorang” dan “benar-be nar menyakiti seseorang” merupakan dua hal yang jelas berbeda. Oleh karena itu beberapa ahli psikologi menambahkan bahwa bullying merupakan sesuatu yang dilakukan bukan sekedar dipikirkan oleh pelakunya, keinginan untuk menyakiti orang lain dalam bullying selalu diikuti oleh tindakan negatif.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bullying merupakan serangan berulang secara fisik, psikologis, sosial, ataupun verbal, yang dilakukan dalam posisi kekuatan yang secara situasional didefinisikan untuk keuntungan atau kepuasan mereka sendiri. Bullying merupakan bentuk awal dari perilaku agresif yaitu tingkah laku yang kasar. Bisa secara fisik, psikis, melalui kata-kata, ataupun kombinasi dari ketiganya. Hal itu bisa dilakukan oleh kelompok atau individu. Pelaku mengambil keuntungan dari orang lain yang dilihatnya mudah diserang. Tindakannya bisa dengan mengejek nama, korban diganggu atau diasingkan dan dapat merugikan korban.
B.     JENIS – JENIS TINDAKAN BULLYING
Barbara Coloroso (2006:47-50) membagi jenis-jenis bullying kedalam empat jenis, yaitu sebagai berikut: 
1.      Bullying secara verbal; perilaku ini dapat berupa julukan nama, celaan, fitnah, kritikan kejam, penghinaan, pernyataan-pernyataan yang bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, terror, surat-surat yang mengintimidasi, tuduhan-tuduhan yang tidak benar kasak-kusuk yang keji dan keliru, gosip dan sebagainya. Dari ketiga jenis bullying, bullying dalam bentuk verbal adalah salah satu jenis yang paling mudah dilakukan dan bullying bentuk verbal akan menjadi awal dari perilaku bullying yang lainnya serta dapat menjadi langkah pertama menuju pada kekerasan yang lebih lanjut.
2.      Bullying secara fisik; yang termasuk dalam jenis ini ialah memukuli, menendang, menampar, mencekik, menggigit, mencakar, meludahi, dan merusak serta menghancurkan barang-barang milik anak yang tertindas. Kendati bullying jenis ini adalah yang paling tampak dan mudah untuk diidentifikasi, namun kejadian bullying secara fisik tidak sebanyak bullying dalam bentuk lain. Remaja yang secara teratur melakukan bullying dalam bentuk fisik kerap merupakan remaja yang paling bermasalah dan cenderung akan beralih pada tindakan-tindakan kriminal yang lebih lanjut.
3.       Bullying secara relasional; adalah pelemahan harga diri korban secara sistematis melalui pengabaian, pengucilan atau penghindaran. Perilaku ini dapat mencakup sikap-sikap yang tersembunyi seperti pandangan yang agresif, lirikan mata, helaan nafas, cibiran, tawa mengejek dan bahasa tubuh yang mengejek. Bullying dalam bentuk ini cenderung perilaku bullying yang paling sulit dideteksi dari luar. Bullying secara relasional mencapai puncak kekuatannya diawal masa remaja, karena saat itu tejadi perubahan fisik, mental emosional dan seksual remaja. Ini adalah saat ketika remaja mencoba untuk mengetahui diri mereka dan menyesuaikan diri dengan teman sebaya.
4.      Bullying elektronik; merupakan bentuk perilaku bullying yang dilakukan pelakunya melalui sarana elektronik seperti komputer, handphone, internet, website, chatting room, e-mail, SMS dan sebagainya. Biasanya ditujukan untuk meneror korban dengan menggunakan tulisan, animasi, gambar dan rekaman video atau film yang sifatnya mengintimidasi, menyakiti atau menyudutkan. Bullying jenis ini biasanya dilakukan oleh kelompok remaja yang telah memiliki pemahaman cukup baik terhadap sarana teknologi informasi dan media elektronik lainnya.
Pada umumnya, anak laki-laki lebih banyak menggunakan bullying secara fisik dan anak wanita banyak menggunakan bullying relasional/emosional, namun keduanya sama-sama menggunakan bullying verbal. Perbedaan ini, lebih berkaitan dengan pola sosialisasi yang terjadi antara anak laki-laki dan perempuan (Coloroso, 2006:51).
C.    FAKTOR PENYEBAB BULLYING
Bullying dapat terjadi dimana saja, di perkotaan, pedesaan, sekolah negeri, sekolah swasta, di waktu sekolah maupun di luar waktu sekolah. Bullying terjadi karena interaksi dari berbagai faktor yang dapat berasal dari pelaku, korban, dan lingkungan dimana bullying tersebut terjadi.
Pada umumnya, anak-anak korban bullying memiliki salah satu atau beberapa faktor resiko berikut:
  • Dianggap “berbeda”, misalnya memiliki ciri fisik tertentu yang mencolok seperti lebih kurus, gemuk, tinggi, atau pendek dibandingkan dengan yang lain, berbeda dalam status ekonomi, memiliki hobi yang tidak lazim, atau menjadi siswa/siswi baru.
  • Dianggap lemah atau tidak dapat membela dirinya.
  • Memiliki rasa percaya diri yang rendah.
  • Kurang populer dibandingkan dengan yang lain, tidak memiliki banyak teman.
Sedangkan untuk pelaku bullying, Ada beberapa karakteristik anak yang memiliki kecenderungan lebih besar untuk menjadi pelaku bullying, yaitu mereka yang:
  • Peduli dengan popularitas, memiliki banyak teman, dan senang menjadi pemimpin diantara teman-temannya. Mereka dapat berasal dari keluarga yang berkecukupan, memiliki rasa percaya diri tinggi, dan memiliki prestasi bagus di sekolah. Biasanya mereka melakukan bullying untuk meningkatkan status dan popularitas di antara teman-teman mereka.
  • Pernah menjadi korban bullying. Mereka juga mungkin mengalami kesulitan diterima dalam pergaulan, kesulitan dalam mengikuti pelajaran di sekolah, mudah terbawa emosi, merasa kesepian dan mengalami depresi.
  • Memiliki rasa percaya diri yang rendah, atau mudah dipengaruhi oleh teman-temannya. Mereka dapat menjadi pelaku bullying karena mengikuti perilaku teman-teman mereka yang melakukan bullying, baik secara sadar maupun tidak sadar.
 Dalam penelitian Riauskina, Djuwita, dan Soesetio, (2005)  alasan seseorang melakukan bullying adalah karena  korban mempunyai persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena tradisi, balas dendam karena dia dulu diperlakukan sama (menurut korban laki-laki), ingin menunjukkan kekuasaan, marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan, mendapatkan kepuasan (menurut korban laki – laki ), dan iri hati (menurut korban perempuan). Adapun korban juga mempersepsikan dirinya sendiri menjadi korban bullying karena penampilan yang menyolok, tidak berperilaku dengan sesuai, perilaku dianggap tidak sopan, dan tradisi.
Menurut psikolog Seto Mulyadi, Bullying disebabkan karena :
1.      Menurutnya, saat ini remaja di Indonesia penuh dengan tekanan. Terutama yang datang dari sekolah akibat kurikulum yang padat dan teknik pengajaran yang terlalu kaku. Sehingga sulit bagi remaja untuk menyalurkan bakat nonakademisnya Penyalurannya dengan kejahilan-kejahilan dan menyiksa.
2.      Budaya feodalisme yang masih kental di masyarakat juga dapat menjadi salah satu penyebab bullying sebagai wujudnya adalah timbul budaya senioritas, yang bawah harus nurut sama yang atas.
Perilaku bullying pada anak, bisa dikarenakan :
  1. Teori Instink Mc Dougall
Menurut Mc Dougall dalam diri setiap orang terdapat instink untuk menyerang dan berkelahi. Dorongan dari naluri ini yaitu rasa marah karena suatu hal terutama karena merasa terancam atau kebutuhannya tidak terpenuhi. Jadi ia melakukan bullying untuk melepaskan emosi yang ia pendam.
  1. Teori Belajar Sosial (Social Learning)
Teori belajar sosial yang dicetuskan oleh Bandura menekankan bahwa kondisi lingkungan dapat memberikan dan memelihara respon-respon kekerasan pada diri seseorang. Asumsi dasar dari teori ini yaitu sebagian besar tingkah laku individu diperoleh dari hasil belajar melalui pengamatan yang dilakukan anak atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu–individu lain yang menjadi model, yang biasanya adalah orang terdekat di lingkungannya seperti orang tua. Anak–anak yang melihat model orang dewasa melakukan kekerasan secara kosisten ia akan memiliki kecenderungan berperilaku kekerasan bila dibandingkan dengan anak-anak yang melihat model orang dewasa yang tidakmelakukan kekerasan.
  1. Pengaruh media
Tayangan televisi yang bebas di Indonesia, dari film kartun hiburan anak-anak, adegan di sinetron, berita kekerasan di daerah lain yang dapat dilihat secara bebas oleh anak-anak dapat memberikan mereka contoh perilaku kekrasan yang akan ia praktekkan di sekolah. Atau bila ia melihat hal itu secara terus menerus maka keempatiannya terhadap perilaku kekerasan itu makin memudar, ia akan menganggap kekerasan itu adalah hal yang wajar.
D.    DAMPAK TINDAKAN BULLYING
Bullying memiliki berbagai dampak negatif yang dapat dirasakan oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya, baik pelaku, korban, ataupun orang-orang yang menyaksikan tindakan bullying.
Dampak bagi korban
Hasil studi yang dilakukan National Youth Violence Prevention Resource Center Sanders (2003; dalam Anesty, 2009) menunjukkan bahwa bullying dapat membuat remaja merasa cemas dan ketakutan, mempengaruhi konsentrasi belajar di sekolah dan menuntun mereka untuk menghindari sekolah. Bila bullying berlanjut dalam jangka waktu yang lama, dapat mempengaruhi self-esteem siswa, meningkatkan isolasi sosial, memunculkan perilaku menarik diri, menjadikan remaja rentan terhadap stress dan depreasi, serta rasa tidak aman. Dalam kasus yang lebih ekstrim, bullying dapat mengakibatkan remaja berbuat nekat, bahkan bisa membunuh atau melakukan bunuh diri (commited suicide).
Coloroso (2006) mengemukakan bahayanya jika bullying menimpa korban secara berulang-ulang. Konsekuensi bullying bagi para korban, yaitu korban akan merasa depresi dan marah, Ia marah terhadap dirinya sendiri, terhadap pelaku bullying, terhadap orang-orang di sekitarnya dan terhadap orang dewasa yang tidak dapat atau tidak mau menolongnya. Hal tersebut kemudan mulai mempengaruhi prestasi akademiknya. Berhubung tidak mampu lagi muncul dengan cara-cara yang konstruktif untuk mengontrol hidupnya, ia mungkin akan mundur lebih jauh lagi ke dalam pengasingan.
Terkait dengan konsekuensi bullying, penelitian Banks (1993, dalam Northwest Regional Educational Laboratory, 2001; dan dalam Anesty, 2009) menunjukkan bahwa perilaku bullying berkontribusi terhadap rendahnya tingkat kehadiran, rendahnya prestasi akademik siswa, rendahnya self-esteem, tingginya depresi, tingginya kenakalan remaja dan kejahatan orang dewasa. Dampak negatif bullying juga tampak pada penurunan skor tes kecerdasan (IQ) dan kemampuan analisis siswa. Berbagai penelitian juga menunjukkan hubungan antara bullying dengan meningkatnya depresi dan agresi.
Dampak bagi pelaku
Sanders (2003; dalam Anesty, 2009) National Youth Violence Prevention mengemukakan bahwa pada umumnya, para pelaku ini memiliki rasa percaya diri yang tinggi dengan harga diri yang tinggi pula, cenderung bersifat agresif dengan perilaku yang pro terhadap kekerasan, tipikal orang berwatak keras, mudah marah dan impulsif, toleransi yang rendah terhadap frustasi. Para pelaku bullying ini memiliki kebutuhan kuat untuk mendominasi orang lain dan kurang berempati terhadap targetnya. Apa yang diungkapkan tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Coloroso (2006:72) mengungkapkan bahwa siswa akan terperangkap dalam peran pelaku bullying, tidak dapat mengembangkan hubungan yang sehat, kurang cakap untuk memandang dari perspektif lain, tidak memiliki empati, serta menganggap bahwa dirinya kuat dan disukai sehingga dapat mempengaruhi pola hubungan sosialnya di masa yang akan datang.
Dengan melakukan bullying, pelaku akan beranggapan bahwa mereka memiliki kekuasaan terhadap keadaan. Jika dibiarkan terus-menerus tanpa intervensi, perilaku bullying ini dapat menyebabkan terbentuknya perilaku lain berupa kekerasan terhadap anak dan perilaku kriminal lainnya.
Dampak bagi siswa lain yang menyaksikan bullying (bystanders)
Jika bullying dibiarkan tanpa tindak lanjut, maka para siswa lain yang menjadi penonton dapat berasumsi bahwa bullying adalah perilaku yang diterima secara sosial. Dalam kondisi ini, beberapa siswa mungkin akan bergabung dengan penindas karena takut menjadi sasaran berikutnya dan beberapa lainnya mungkin hanya akan diam saja tanpa melakukan apapun dan yang paling parah mereka merasa tidak perlu menghentikannya.
Selain dampak-dampak bullying yang telah dipaparkan di atas, penelitian- penelitian yang dilakukan baik di dalam maupun luar negeri menunjukkan bahwa bullying mengakibatkan dampak-dampak negatif sebagai berikut:
  1. Gangguan psikologis, misalnya rasa cemas berlebihan, kesepian (Rigby K. 2003).
  2. Konsep diri sosial korban bullying menjadi lebih negatif karena korbam merasa tidak diterima oleh teman-temannya, selain itu dirinya juga mempunyai pengalaman gagal yang terus-menerus dalam membina pertemanan, yaitu di bully oleh teman dekatnya sendiri (Ratna Djuwita, dkk , 2005).
  3. Korban bullying merasakan stress, depresi, benci terhadap pelaku, dendam, ingin keluar sekolah, merana, malu, tertekan, terancam, bahkan ada yang menyilet-nyilet tangannya (Ratna Djuwita, dkk , 2005).
  4. Membenci lingkungan sosialnya, enggan ke sekolah (Forero et all.1999).
  5. Keinginan untuk bunuh diri (Kaltiala-Heino, 1999).
  6. Kesulitan konsentrasi; rasa takut berkepanjangan dan depresi (Bond, 2001).
  7. Cenderung kurang empatik dan mengarah ke psikotis (Banks R., 1993).
  8. Pelaku bullying yang kronis akan membawa perilaku itu sampai dewasa, akan berpengaruh negatif pada kemampuan mereka untuk membangun dan memelihara hubungan baik dengan orang lain.
  9. Korban akan merasa rendah diri, tidak berharga (Rigby, K, 1999).
  10. Gangguan pada kesehatan fisik: sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk- batuk, gatal-gatal, sakit dada, bibir pecah-pecah (Rigby, K, 2003).
Berdasarkan paparan di atas, dapat kita lihat bahwa bullying memiliki dampak yang luas terhadap semua orang yang terlibat di dalamnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang.
E.     UPAYA MENGATASI BULLYING
Dalam rangka mencegah bullying, banyak pihak telah menjalankan program dan kampanye anti bullying di sekolah-sekolah, baik dari pihak sekolah sendiri, maupun organisasi-organisasi lain yang berhubungan dengan anak. Namun, pada nyatanya, bullying masih kerap terjadi di sekolah-sekolah di Indonesia, seperti yang dapat kita amati melalui kejadian baru-baru ini di salah satu SMA swasta yang disebutkan di awal tulisan ini.
Lalu apakah yang dapat kita –sebagai perorangan- lakukan untuk memerangi bullying?
 
1. Membantu anak-anak mengetahui dan memahami bullying
Dengan menambah pengetahuan anak-anak mengenai bullying, mereka dapat lebih mudah mengenali saat bullying menimpa mereka atau orang-orang di dekat mereka. Selain itu anak-anak juga perlu dibekali dengan pengetahuan untuk menghadapi bullying dan bagaimana mencari pertolongan.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pemahaman anak mengenai bullying, diantaranya:
  • Memberitahu pada anak bahwa bullying tidak baik dan tidak dapat dibenarkan dengan alasan maupun tujuan apapun. Setiap orang layak diperlakukan dengan hormat, apapun perbedaan yang mereka miliki.
  • Memberitahu pada anak mengenai dampak-dampak bullying bagi pihak-pihak yang terlibat maupun bagi yang menjadi “saksi bisu”.
2. Memberi saran mengenai cara-cara menghadapi bullying
Setelah diberikan pemahaman mengenai bullying, anak-anak juga perlu dibekali pengetahuan dan keterampilan ketika mereka menjadi sasaran dari bullying agar dapat menghadapinya dengan aman tanpa menggunakan cara-cara yang agresif atau kekerasan, yang dapat semakin memperburuk keadaan.
Cara-cara yang dapat digunakan, misalnya dengan mengabaikan pelaku, menjauhi pelaku, atau menyampaikan keberatan mereka terhadap pelaku dengan terbuka dan percaya diri. Mereka juga dapat menghindari bullying dengan berada di sekitar orang-orang dewasa, atau sekelompok anak-anak lain.
Apabila anak menjadi korban bullying dan cara-cara di atas sudah dilakukan namun tidak berhasil, mereka sebaiknya didorong untuk menyampaikan masalah tersebut kepada orang-orang dewasa yang mereka percayai, baik itu guru di sekolah maupun orangtua atau anggota keluarga lainnya di rumah.
3. Membangun hubungan dan komunikasi dua arah dengan anak
Biasanya pelaku bullying akan mengancam atau mempermalukan korban bila mereka mengadu kepada orang lain, dan hal inilah yang biasanya membuat seorang korban bullying tidak mau mengadukan kejadian yang menimpa mereka kepada orang lain.
Oleh karena itu, sangat penting untuk senantiasa membangun hubungan dan menjalin komunikasi dua arah dengan anak, agar mereka dapat merasa aman dengan menceritakan masalah yang mereka alami dengan orang-orang terdekat mereka, dan tidak terpengaruh oleh ancaman-ancaman yang mereka terima dari para pelaku bullying.
Dalam kehidupan masa kini yang serba sibuk dan penuh aktivitas, semakin sulit bagi para orangtua dan anggota keluarga untuk
4. Mendorong mereka untuk tidak menjadi “saksi bisu” dalam kasus bullying
Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan pada anak-anak sekolah dasar di Kanada, sebagian besar kasus bullying dapat dihentikan dalam 10 detik setelah kejadian tersebut berlangsung berkat campur tangan saksi –anak anak lain yang hadir saat kejadian tersebut berlangsung- misalnya dengan membela korban bullying melalui kata-kata ataupun secara fisik (memisahkan korban dengan pelaku).
Anak-anak yang menyaksikan kasus bullying juga dapat membantu dengan cara:
v  Menemani atau menjadi teman bagi korban bullying, misalnya dengan mengajak bermain atau berkegiatan bersama.
v  Menjauhkan korban dari situasi-situasi yang memungkinkan ia mengalami bullying.
v  Mengajak korban bicara mengenai perlakuan yang ia terima, mendengarkan ia bercerita dan mengungkapkan perasaannya.
  1. Apabila dibutuhkan, membantu korban mengadukan permasalahannya kepada orang dewasa yang dapat dipercaya.
5. Membantu anak menemukan minat dan potensi mereka
Dengan mengetahui minat dan potensi mereka, anak-anak akan terdorong untuk mengembangkan diri dan bertemu serta berteman dengan orang-orang yang memiliki minat yang sama. Hal ini akan meningkatkan rasa percaya diri dan mendukung kehidupan sosial mereka sehingga membantu melindungi mereka dari bullying.
Terhadap anak-anak yang berisiko terkena bullying atau menjadi korban bullying, lakukan langkah berikut ini:
·         Jangan membawa barang-barang mahal atau uang berlebihan. Merampas, merusak, atau menyandera barang-barang korban adalah tindakan yang biasanya dilakukan pelaku bullying. Oleh karena itu, sebisa mungkin jangan beri mereka kesempatan membawa barang mahal atau uang yang berlebihan ke sekolah.
·         Jangan sendirian. Pelaku bullying melihat anak yang menyendiri sebagai “mangsa” yang potensial. Oleh karena itu, jangan sendirian di dalam kelas, di lorong sekolah, atau tempat-tempat sepi lainnya. Kalau memungkinkan, beradalah di tempat di mana guru atau orang dewasa lainnya dapat melihat. Akan lebih baik lagi, jika anak tersebut bersama-sama dengan teman, atau mencoba berteman dengan anak-anak penyendiri lainnya.
·         Jangan cari gara-gara dengan pelaku bullying.
·         Jika anak tersebut suatu saat terperangkap dalam situasi bullying, kuncinya adalah tampil percaya diri. Jangan memperlihatkan diri seperti orang yan lemah atau ketakutan.
·         Harus berani melapor pada orang tua, guru, atau orang dewasa lainnya yang dipercayainya. Ajaklah anak tersebut untuk berani bertindak dan mencoba
6. Memberi teladan lewat sikap dan perilaku
Sebaik dan sebagus apapun slogan, saran serta nasihat yang mereka dapatkan, anak akan kembali melihat pada lingkungan mereka untuk melihat sikap dan perilaku seperti apa yang diterima oleh masyarakat. Walaupun tidak terlihat demikian, anak-anak juga memerhatikan dan merekam bagaimana orang dewasa mengelola stres dan konflik, serta bagaimana mereka memperlakukan orang-orang lain di sekitar mereka.
Apabila kita ingin ikut serta dalam memerangi bullying, hal paling sederhana yang dapat kita lakukan adalah dengan tidak melakukan bullying atau hal-hal lain yang mirip dengan bullying. Disadari maupun tidak, orang dewasa juga dapat menjadi korban ataupun pelaku bullying, misalnya dengan melakukan bullying di tempat kerja, ataupun melakukan kekerasan verbal terhadap orang-orang di sekitar kita.
 
 
BAB V
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Bullying adalah suatu tindakan negatif yang dilakukan secara berulang-ulang dimana tindakan tersebut sengaja dilakukan dengan tujuan untuk melukai dan memnuat seseorang merasa tidak nyaman.
Pemahaman moral adalah pemahaman individu yang menekankan pada alasan mengapa suatu tindakan dilakukan dan bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk. Pemahaman moral bukan tentang apa yang baik atau buruk, tetapi tentang bagaimana seseorang berpikir sampai pada keputusan bahwa sesuatu adalah baik atau buruk.
Peserta didik dengan pemahaman moral yang tinggi akan memikirkan dahulu perbuatan yang akan dilakukan sehingga tidak akan melakukan menyakiti atau melakukan bullying kepada temannya.
Selain itu, keberhasilan remaja dalam proses pembentukan kepribadian yang wajar dan pembentukan kematangan diri membuat mereka mampu menghadapi berbagai tantangan dan dalam kehidupannya saat ini dan juga di masa mendatang. Untuk itu mereka seyogyanya mendapatkan asuhan dan pendidikan yang menunjang untuk perkembangannya.
 
B.    Saran  
         Seharusnya  bullying  tidak  dilakukan  agar  tidak  menimbulkan  dendam dari  orang  yang  di  bullying,  apabila ada  dendam  akan  berdampak  buruk  di kemudian  harinya.dan sebagai  manusia  yang  baik  harus  menghargai sesama  teman, jangan  merasa  paling  kuat  dan  jangan  melakukan  tindakan   yang  semena-mena  terhadap orang  yang  lebih  lemah.

DAFTAR PUSTAKA
 
v  http://dsh231295.blogspot.com/2014/07/makalah-bimbingan-dan-koseling-bullying.html (Minggu 20 April 2015 jam akses 20.15)
v  http://adityawiryatama.blogspot.com/2014/12/makalah-maraknya-perilaku-bullying-di.html ( Minggu 20 April 2015 jam akses 21.32 )
v  http://www.psychologymania.com/2012/06/dampak-bullying-bagi-siswa.html
( Minggu 20 April 2015 jam akses 21.32 )
v  http://naufal.smamda.org/2009/05/28/bullying-di-sekolah-dan-upaya-meminimalisir (Minggu 21 April 2015 Jam akses 8.36)