Monday, 21 November 2016

REVIEW : APLIKASI SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT GINJAL DENGAN METODE DEMPSTER-SHAFER



REVIEW : APLIKASI SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT GINJAL DENGAN METODE DEMPSTER-SHAFER
Oleh : Aprilia Sulistyohati, Taufiq Hidayat

·         Bidang yang dikembangkan
Pada jurnal ini salah satu penerapan sistem pakar dalam bidang kedokteran adalah untuk melakukan diagnose penyakit ginjal. Penerapan sistem pakar ini menggunakan metode Dempster-Shafer.

·         Masalah
Masalah yang mendasari penerapan sistem pakar ini dikarenakan tingginya Angka kematian para penderita penyakit ginjal yang semakin meningkat, dikarenakan kurangnya pengetahuan tentang gejala awal penyakit ginjal dan fasilitas kesehatan khususnya ginjal di Indonesia masih sangat terbatas. Ginjal merupakan organ tubuh manusia yang sangat vital. Karena ginjal merupakan salah satu organ perkemihan (ginjal-ureter-kandung kemihuretra). Penyakit ginjal dapat meningkatkan risiko kematian bagi penderita dan dapat juga menjadi pemicu timbulnya penyakit jantung. Apabila penyakit ginjal bisa dideteksi secara dini, penyakit lain yang menyebabkan kematian bisa segera dicegah. Karena ketidaknormalan fungsi ginjal sering kali menggambarkan tahapan awal dari gejala penyakit jantung

·         Solusi
Makalah ini membahas bagaimana membangun suatu aplikasi sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit ginjal yang dapat diakses oleh masyarakat luas tanpa membutuhkan biaya yang banyak dalam mendiagnosa penyakit ginjal. Aplikasi sistem pakar untuk diagnosa penyakit ginjal ini adalah suatu sistem yang terkomputerisasi untuk membantu dokter dan masyarakat dalam mendiagnosa penyakit ginjal. Aplikasi ini berbasis web, sehingga nantinya sistem ini dapat diakses oleh masyarakat luas secara online melalui internet dimana saja dan kapan saja.
Ada berbagai macam penalaran dengan model yang lengkap dan sangat konsisten, tetapi pada kenyataannya banyak permasalahan yang tidak dapat terselesaikan secara lengkap dan konsisten. Ketidakkonsistenan yang tersebut adalah akibat adanya penambahan fakta baru. Penalaran yang seperti itu disebut dengan penalaran non monotonis. Untuk mengatasi ketidak konsistenan tersebut maka dapat menggunakan penalaran dengan teori Dempster-Shafer. Secara umum teori Dempster-Shafer ditulis dalam suatu interval.

Pada aplikasi ini para pakar memberikan masukan berupa :
Data gejala baru yang belum terdapat dalam sistem. Data gejala meliputi id gejala dan nama gejala.
Data penyakit berupa nama penyakit, definisi penyakit, penyebab, serta pengobatannya yang belum terdapat dalam sistem.
Data aturan ditambahkan sesuai dengan gejala dan nama penyakit yang ditimbulkan. Pakar diminta memberikan nilai densitas dari masing-masing gejala. Data aturan meliputi id gejala, id penyakit dan densitas.

Dari ketiga masukan pakar di atas digunakan sebagai basis pengetahuan dari sistem dalam mendiagnosa penyakit ginjal. Inti dari sistem ini adalah bagaimana sistem dapat menentukan jenis penyakit ginjal yang diderita berdasarkan gejala yang di inputkan oleh user sendiri.Dalam perancangan sistem pakar ini menggunakan metode penalaran pelacakan maju (Forward Chaining) yaitu dimulai dari sekumpulan fakta-fakta tentang suatu gejala yang diberikan oleh user sebagai masukan sistem, kemudian dilakukan pelacakan yaitu perhitungan sampai tujuan akhir berupa diagnosis kemungkinan penyakit ginjal yang diderita dan nilai kepercayaannya.

·         Kontribusi
Dengan aplikasi sistem pakar ini dikarenakan para dokter sangat terbantu dengan adanya sistem ini, apalagi sistem ini dapat memberikan lebih dari satu kemungkinan penyakit yang diderita user sehingga alternatif jenis penyakit ginjal yang lain dapat diambil oleh dokter dalam memeriksa pasien, kecuali kemungkinan penyakit yang dihasilkan, sistem ini menyertakan besarnya kepercayaan dari gejala yang sudah dipilih oleh user terhadap kemungkinan penyakit tersebut. Dengan adanya akses online berbasis web maka masyarakat dapat mendiagnosa kemungkinan penyakit ginjal yang dideritanya sebelum mengambil tindakan lebih lanjut seperti konsultasi ke dokter atau tes laboratorium di rumah sakit.

·         Critical Thinking
1. Kelebihan
-          Aplikasi ini mendiagnosa penyakit ginjal berdasarkan pengetahuan dari para pakar.
-          Aplikasi ini berbasis web Sehingga bisa diakses dimana saja.
-          Tampilan interface dan pewarnaan sistem sangat user friendly dan menarik, serta informasi yang yang diberikan sistem sudah mencukupi kebutuhan user dalam mendiagnosa penyakit ginjal.
-          Fasilitas menu yang tersedia pada sistem ini sudah mencukupi kebutuhan pengguna yang akan mendiagnosa penyakit ginjalnya.

2. Kekurangan
-          Perlu Terhubung dengan internet untuk mengakses aplikasi ini.
-          Walaupun sistem ini sudah di rancang sesuai dengan pengetahuan pakar, akan tetapi pasie/user perlu kedokter lagi untuk memastikan penyakit yang dialaminya

Wednesday, 6 July 2016

NOVEL "Mimpi Dalam Kendali" : PART XIII

Setelah terbangun, aku masih merasa kaget dengan segala kisah yang kulihat tadi. Aku terdiam membisu dan menatap Seifa dan Arsen. Aku tak kuasa untuk menahan tangis, satu persatu air mata mengalir dipipiku. Arsen dan Sefa merasa heran melihat tingkahku.
“Oke, Orlin? Hey? Orlin, ayo kita lakuin tahap ini. Biar semua mimpi lo ga terbuang gitu aja,”ujar Seifa sambil mengeluarkan buku catatan dari lemari belajarku.
“Ini minum dulu nih, baru ceritain,”ujar Arsen seraya menyodorkan segelas air putih kepadaku.
Aku pun mengontrol perasaaanku dan menceritakan segalanya kepada Arsen dan Seifa secara detail. Tak ada satu pun cerita yang aku lewatkan semua masih teringat jelas dikepalaku. Perasaanku tak karuan, air mata terus saja mengalir di pipiku.
“Oke, sekarang tenangin diri lo. Abis itu makan ya, karena lo pasti capek dan butuh tenaga lagi untuk cari langkah selanjutnya”
Saat aku beristirahat, Seifa terdiam di sampingku dan membaca tahap demi tahap ceritaku itu. Ia terlihat sangat serius, baru kali ini aku melihat Seifa sangat serius. Sedikit tidak percaya, aku bisa menemukan orang seperti Seifa dan Arsen yang selalu menemaniku saat aku membutuhkan mereka.
Hari mulai malam, kami memutuskan untuk tidur dan melanjutkan misi ini esok hari. Sebab, keadaanku juga tidak memungkinkan, aku masih sedih dan tak bisa berkata apa-apa.
***
Keesokan harinya, kami bangun pagi-pagi sekali dan memutuskan untuk mencari petunjuk lagi dari bukti yang telah kami dapatkan. Kami mulai dari mencari nama orang yang tidak sempat aku dengar kemarin.
“Oke, ayah lo punya temen ga yang namanya depannya Fer?”Tanya Seifa kepadaku.
“Gue ga begitu tau, tapi setau gue ga ada deh,”ujarku polos.
“Kamu yakin? Coba ditanya lagi ke mamah kamu”ujar Arsen.
“Iya, bener coba telepon ibu lo, Lin”Saut Seifa.
“Iya, bentar, aku telepon ibu dulu”ujarku seraya mengambil ponsel yang ku taruh di kasur.
Untung saja ibu tidak sibuk, teleponku segera diangkat olehnya.
“Halo? Bu?”
“Ya, Orlin? Ada apa sayang?”
“Bu, aku mau tanya, tolong jawab cepat ya bu, teman ayah ada yang bernama dengan nama depan Fer gak?”
“Hmmm…. Banyak, ada Feri, Ferdinan, Fernan, Fera. Kenapa?”
“Gapapa bu, aku iseng aja,”
“Kalo mau liat yang lebih lengkap lihat aja dibuku telepon, disitu biasanya lengkap, nama dan identitas teman ayahmu”
“Oh, iya, bu. Makasih ya bu. Assalamualaikum”
“Iya, Waalaikumsalam”
Setelah mendapat jawaban dari ibu, aku berlari ke bawah dan mengambil buku telepon, lalu kembali ke kamarku.
“Oke kita cari yang sama dengan ciri-ciri yang mau kita tuju! Fer dan pekerjaannya itu dokter hewan”ujarku.
“Iya, oke yang teliti ya”ujar Seifa menambahkan.
Setelah mencari secara seksama dan teliti, aku mendapatkan satu nama yangs ama dengan ciri-ciri yang kita bertiga butuhkan.
“Liat nih! Menurut kalian gimana? Cocok ga sih sama ciri-cirinya?”Tanyaku pada Arsen dan Seifa.
“Iya, bener-bener coba kita cari tahu data yang lebih konkret”ujar Arsen.
“Eh, tapi tunggu dulu, ini…. Namanya Feran? HAAA? Alamatnya liat, Sen!!!”Ujarku kaget.
“Astagfirullah, ini alamatnya ALESHAA?!!!!”Ujar Arsen dengan wajah tidak percaya.
“Iya, Sen… Iya!”Ujarku seraya meyakinkan Arsen.
“Tunggu, tunggu! Apa sih maksud kalian? Ujar Seifa penasaran.
“Alesha yang gue ceritain waktu itu, waktu Kettin sakit gue ke klinik hewan ayahnya. Terus, tempat gue ngadopsi moti itu disanaaa”ujarku seraya meneteskan air mata.
“HAAH?”Ujar Seifa dengan ekspresi tidak percaya.
“Ngga, ngga, gamungkin, bukannya dia orang baik?”Ujar Arsen kepadaku.
“Aku juga gatau, Sen. Tapi tunggu, mana album foto punya ayahku itu? Mana?”Ujarku kepada Seifa.
Seifa memberikan album foto tersebut kepadaku. Ku buka lembaran demi lembaran yang ada. Aku baru teringat bahwa aku pernah melihat salah satu foto halaman yang ada di dalam album ini persis seperti halaman yang ada dibelakang tempat penampungan hewan hewan milik dokter Fernan.
“Liat ini, ini sama kan Sen? Sama apa yang kitalihat di temoat penampungan hewan hewan”ujarku seraya menunjuk Foto yang sedikit blur, tetapi jika diperhatikan sangat mirip dengan halaman tersebut.
“Tunggu, tunggu, iya, bener lin! Bener! Ini dia!”Ujar Arsen meyakinkanku.
“Aku gamau berlama-lama ayo kita ke polisi! Kita harus pergi ke rumahnya dokter itu! Dia membunuh ayahku! Ayo! “ujarku memaksa seraya meninggalkan kamar.
“Orlin, tunggu Orlin! Lo jangan kaya gitu, sekarang udah larut malam, besok pagi-pagi banget kita kesana, oke? Tenangin diri lo dulu, kita ga akan berhasil kalo lo masih di penuhi emosi gini”ujar Seifa mengejarku.
“Tunggu apa apalagi sih Fa? Ayah gue fa! Ini soal Ayah gue! Lo harus ngertiin gue! Ini menyangkut kedamaiana yah gue, fa! Ini ga mungkin di tunda lagi! Lo ngerti ga sih? HAHH?”Ujarku memberontak seraya menangis dan berbicara dengan nada yang keras.
“Oke, gue ngerti. Tapi ini ga akan baik buat lo! Lo ga akan bisa ngomong yang jernih sama poilisi nanti, yang ada masalah ga akan selesai”ujar Seifa seraya memelukku.
“iya, sayang, mending kamu istirahat, besok aku janji, kita akan bisa tangkep pelaku itu”ujar Arsen seraya mengusap rambutku.
Aku menangis di pelukan Seifa dan Arsen. Ini benar-benar sulit untukku, aku merasa sangat terpukul mengetahui kebenaran ini. Karena ternyata orang yang terdekat pun bisa menjadi bumerang untuk diri kita sendiri.
Keesokan harinya, kami bertiga bangun pagi-pagi sekali dan segera menyiapkan segala bukti yang ada untuk segera diserahkan kepada pihak kepolisian. Setelah semua bukti cukup, kami langsung pergi ke kantor polisi untuk memberikan pernyataan.
“Baik, semua pernyataan telah kami catat. Kami akan mulai penelusuran berdasarkan bukti yang ada”ujar Pak Polisi.
“Pak, tolong jangan diperlambat, bisa kita langsung saja menggeledah penampungan hewan hewan itu? Ini bukan hanya soal jasad ayah saya, tetapi juga nyawa para binatang yang terlantar, Pak,”ujarku meyankinkan.
“Ya, benar, Pak. Saya rasa dengan adanya album foto itu bukti yang kami bawa sudah cukup kuat”ujar Seifa menambahkan.
“Maaf, mbak. Saya harus melapor terlebih dahulu, baru kami akan melakukan tindakan selanjutnya. Mba silahkan menunggu di rumah, saya akan memberi kabar,”ujar Pak Polisi seraya menyuruh kami keluar.
Aku hanya bisa pasrah dan lagi-lagi hanya tangisan yang bisa melegakan perasaanku. Namun, aku tahu selalu ada jalan untuk mengungkap semua ini. Akhirnya, aku serahkan semua kepada kepolisian dan memutuskan untuk menunggu kabar di rumah. Arsen dan Seifa telah kembali ke rumah mereka masing-masing, mereka telah banyak membantuku, aku menyuruh mereka untuk beristirahat.
“Lo gapapa gue tinggal sendirian gini di rumah?”Ujar Seifa kepadaku.
“Gapapa, gue biasa kok kalo nyokap keluar kota, gue sendiri. Kalian juga pasti capek, kan. Kalo ada kabar selanjutnya, gue langsung telepon kalian”ujarku kepada Seifa dan Arsen.
“Aku disini aja, aku temenin kamu. Aku takut kamu kenapa-kenapa. Aku tungguin sampe mamah kamu datang. Oke?”Ujar Arsen dengan nada khawatir.
“Gausah, kamu pulang aja, nanti keluarga kamu nyariin. Aku akan kasih kabar secara intensif ke kamu”ujarku seraya memberikan senyum kecil kepada Arsen.
Akhirnya, mereka pulang ke rumah mereka masing-masing. AKu berhasil meyakinkan mereka, kalau aku akan baik-baik saja. Beberapa jam kemudian, ibu pulang dari dinas luar kota. Ia panik melihat mataku yang sembab dan hidungku yang memerah bak tomat.
“Kamu kenapa sayang? Kamu gapapa? Beneran?”Ujar ibu seraya mengelus-elus pipiku.
“Gapapa, Bu. Udah ibu istirahat aja, ya. Aku bawain kopernya sini,”ujarku seraya menenangkan ibu dan mengalihkan perhatian dengan membawa kopernya ke kamar.
Untung saja ia sama sekali tidak curiga dengan sikapku. Paling tidak ia tidak banyak bertanya soal mata sembabku ini. Mungkin ibu berpikir bahwa aku sedang putus cinta. Ditambah lagi, dengan sikapku yang berusaha untuk relaks di depan ibu.
Tiga hari kemudian setelah hari itu, pihak kepolisian meneleponku dan mengatakan bahwa mereka akan melakukan penggeledahan di klinik dokter Fernan. Perasaanku tak karuan pada saat itu, antara senang dan sedih bercampur menjadi satu. Di satu sisi aku merasa senang, karena pelaku yang membunuh ayah akan tertangkap. Tetapi di sisi lain, aku merasa sedih, karena ibu pasti akan merasa sangat terpukul setelah melihat jasad ayah ditemukan.
Orang yang pertama kali akan aku beri kabar adalah Seifa dan Arsen. Sebab, hanya kami yang mengetahui masalah ini. Aku berniat untuk memberitahu ibu setelah semua masalah selesai. Aku tidak ingin melihat ibu sedih saat aku memberitahu hal tersebut. Belum lagi, aku yakin ibu tak akan percaya bahwa yang telah melakukan semua ini adalah teman baik ayah semasa dulu.
“Halo? Seifa?”
“Iya, kenapa? Udah ada kabar Lin?”Ujarnya Antusias.
“udah, ayo ke TKP”ujarku tergesa-gesa.
“Oke, Oke. Gue kesana,”
Setelah itu ku telepon Arsen.
“Halo? Arsen?”
“Iya? Halo? Kenapa sayang? Ada perkembangan?”Ujar Arsen penasaran.
“Iya, sekarang juga kamu ke rumahku dan kita ke TKP ya,”ujarku seraya menutup telepon.
Setelah Arsen sampai di rumahku, aku langsung menyuruhnya untuk ke klinik dokter Fernan. Saat sampai di sana, sudah ada Seifa yang menunggu kami. Telah banyak mobil polisi yang terparkir tepat di depan klinik, beberapa anjing pelacak pun ikut mencari jejak.
Setelah kurang lebih 6 jam pencarian, akhirnya polisi memutuskan untuk membongkar tempat penampungan hewan hewan. Karena berdasarkan bukti yang ada, polisi menduga, ayahku dikuburkan disana. Akhirnya, polisi meluluhlantahkan penampungan hewan hewan dan mencari jasad ayahku.
Alangkah terkejutnya diriku, jasad ayah ditemukan dalam keadaan tak berbentuk yang dibalut dengan seprai. Aku tak kuasa menahan emosi dan kemudian pingsan di tempat kejadian. Arsen kemudian menangkapku dan membawaku ke dalam mobil. Sementara Seifa berada di TKP untuk memantau perkembangan. Setelah beberapa menit, akhirnya aku sadarkan diri dan meminta Arsen untuk mengambil ponselku untuk segera menghubungi ibu.
“Halo? Ibu?”
“Iya, sayang? Kenapa? Suara kamu kok lesu bergitu?”Ujar ibu panik.
“Bu, aku mohon sekarang ibu datang kesini, ke klinik dokter Fernan,”
“YAudah, kamu tunggu disana. Jangan kemana-kemana. Oke?”Ujar ibu lebih panik.
Setelah itu, aku kembali ke tempat kejadian. Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, dokter Fernan di tangkap oleh polisi. Aku merasa sangat lega, karena melihat borgol menghiasi tangannya. Tak lama kemudian ibu datang dan berlari ke arahku.
“Orlin”ujar Ibu.
“Bu, akhirnya aku bisa ketemu ayah, bu”ujarku seraya memeluk ibu dan tak kuasa meneteskan air mataku.
“Selama belasan tahun, aku selalu menunggu kepulangan ayah, akhirnya ayah pulang, Bu,”Sautku lagi.
IBu hanya diam membisu tak menyuarakan apa pun. Aku mengerti, ibu pasti sangat terpukuk dengan kejadian ini. Ibu lah yang setiap hari lebih rindu pada ayah dibanding diriku. Setelah belasan tahun, wanita yang sangat aku cintai ini tak pernah absen untuk ke kantor polisi dan menanyakan perkembangan kabar dari ayahku. Tak satu pun hasil yang ia dapatkan.
Selama belasan tahun penantian, ibuku ini harus hidup dalam bayang-bayang wajah ayahku. Kini, aku yakin, ibu akan semakin menderita, sebab lelaki yang dicintainya harus meninggal dengan cara yang seperti ini. Di tambah lagi, ia harus menerima kenyataan bahwa orang yang ia pikir kerabat baik adalah dalang dari pembunuhan ayahku.
Aku mengerti perasaan ibu, tetapi setidaknya, ayahku kini telah kubuatkan kasur yang nyaman. Meski jasadnya tak lagi berbentuk, aku masih bisa menemuinya lewat mimpi. Sebab, mimpi adalah salah satu-satunya jalan yang mampu mempertemukan orang yang sulit kita gapai.
TAMAT

NOVEL "Mimpi Dalam Kendali" : PART XII

Kicauan burung terdengar lebih tenang dari biasanya. Matahari yang menyapa seakan mengajakku berteman, tak seperti biasanya. Semalam aku tidur dengan tenang, tidak ada mimpi aneh yang datang ke dalam mimpiku. Ditambah lagi, minggu ini libur sekolah karena siswa kelas XII sedang melaksanakan try out.
“Hahhh nikmatnya minggu ini,”kataku seraya mengulet diatas kasur.
*tok tok tok* “Orliiiin!”Teriak ibu seraya mengetuk pintu kamarku.
“Iya, bu. Masuk aja ga aku kunciiii,”ujarku seraya membuka jendela.
“Orlin, ini makanannya ibu bawa ke atas, itung-itung hadiah buat anak ibu yang cerdas!”Ujar Ibu sambil menaruh makanan diatas meja belajarku.
“Makasih ibuuuu, coba ada ibu ada disanaaa aku pasti tambah semangatttt!”Ujarku seraya memeluk ibu.
“Iyaaa, maaf ya ibu ga dateng. Tapi anak gadis ibu ini memang pintaaaar bangett!”Ujar ibu sambil mencubit pipiku.
Aku lupa kalau hari ini aku janjian dengan Arsen dan Seifa pukul 10.00. Kemudian, aku bergegas masuk ke kamar mandi dan segera bersiap-siap.
“Bu, aku aku mandi ya, Arsen sama Seifa kalo udah dateng langsung suruh ke atas aja,”ujarku sambil lari masuk ke dalam kamar mandi.
“Hih, kebiasaan, deh,”ujar ibu sambil meninggalkan kamarku.
Saat keluar dari kamar mandi, ternyata sudah ada Seifa diatas kasurku. Seperti biasa, gadis imut yang satu ini selalu saja memiliki kesempatan untuk memejamkan mata dimana-mana.
“Fa, Seifa! Banguuuun ih,”ujarku sambil mengoyang-goyangkan kakinya.
“Ntar ah Lin, belom juga dateng si Arsen ih,”ujar Seifa sambil memeluk guling
“Yeeee, tuh dia dateng,”ujarku seraya melihat ke arah pintu.
“Hai, maaf ya aku telat,”ujar Arsen sambil menghampiriku.
“Iya gapapa, yaudah aku ambil minum dulu ya,”ujarku padanya.
Setelah itu, kami mulai pencarian dengan cara mencari jawaban dari mimpiku selama ini. AKu suruh mereka untuk melihat album foto ayah yang kutemukan tempo hari. Sambil mereka meneliti album foto tersebut, aku membuka laptop dan googling tentang tafsir mimpi.
“Ini emang mencurigakan sih, bukunya, yang,”ujar Arsen kepadaku.
“Iya, bener, Lin. Kata lo bokap lo itu jurnalis politik, kan? Kenapa foto binatang yang rada burem ini ada disini,”ujar Seifa.
“Nah, iya. Itu juga yang jadi dasar pemikiran gue, album ini bisa jadi petunjuk buat kita”ujarku kepad mereka.
“Yaudah, sekarang gue tanya, ayah lo ga pernah ngomong apa-apa ke lo tentang pekerjaannya?”Ujar Seifa.
Aku menemukan hal yang aku perlukan hasil dari pencarian melalui google. Ada cara untuk menjelajahi mimpi yang dikenal sebagai lucid dream. Aku tak menghiraukan perkataan Seifa, aku fokus membaca artiklel tersebut.
“Wey! Orlin! Gue nanya… kacang yaa”ujar Seifa sambil menimpuk gumpalan tisue ke arahku.
“Eh, maap maap…. Sini deh baca nih artikel,”ujarku seraya menyuruh mereka membaca artikel mengenai pengendalian mimpi yang kutemukan tadi.
“Ih, bagus nih lin. Lo bisa gunain cara ini buat tau tentang ayah lo. Kita Cuma harus paham dan hati-hati, ya kan?”Ujar Seifa seraya menatap wajahku.
“Iya, sih, tapi lihat deh ada bahayanya jugaaaa,”ujarku dengan keraguan.
“Yaaaa, lo yakinin dulu diri lo cari lagi coba artikel yang lain, kali aja ada cara-cara yang lebih konkret. Menurut lo gimana Sen?” Ujar Seifa seraya menepuk pundak Arsen.
“Hh? Iya, tungu. tunggu. Gue baca dulu yak, baru gue kasih pendapat”ujar Arsen.
Saat Arsen dengan serius memandangi laptop untuk membaca dan memahami artikel tersebut, aku dan Seifa berusaha mencari informasi lain dengan cara browsing melalui tablet milik Seifa.
“Lin, liat deh udah ada tokoh yang berhasil! Namanya Richard Feynman, peraih nobel fisika yang terkenal saat berhasil menemukan kenapa Shuttle Chalengger meledak itu seorang penjelajah mimpi yang andal hanya dalam sekali mencoba. Orang yang udah andal itu disebut O…..One…. apa tuh di situ bacaannya,”ujar Seifa dengan mengeja.
“Oneironaut!”Spontan Arsen menjawab dengan lancar.
“Ohh itu, iya gue tau tuh, td baca sekelibatan aja, itu julukan orangnya kan?”Ujarku santai.
“He’eh. Itu tokoh udah expert banget ngelakuin lucid dream! Dia aja bisa, kenapa lo ngga? Ya kan?”Ujar Seifa meyakinkan.
“Aku ga setuju kamu ngelakuin ini lin, setelah aku baca, ini bisa membahayakan kamu, Lin,”ujar Arsen seraya menatap wajahku dengan penuh harapan bahwa aku akan menuruti perkataannya.
“Yaa, apa salahnya sih Sen kalo dicoba? Toh kita ada disini, mana mungkin Orlin dalam bahaya?”Ujar Seifa menatap Arsen dengan sinis.
“Fa, lo baca nih bahayanya! Banyak banget! Lo mau Orlin kenapa-kenapa? Lo mau Orlin ga balik-balik lagi?”Ujar Arsen dengan nada yang sedikit keras.
“Oke, oke. Gue ngerti gimana khawatirnya lo, tp lo punya jalan pintas lain selain ini? Lo ada ide lain? HA?”Ujar Seifa membalas perkataan Arsen.
“Heyyy, kok malah jadi pada berantem, sih? Oke. Karliza Orlin yang akan memutuskan disini. Karena aku mau banget memecahkan masalah ini dengan cara yang cepat, aku setuju sama Seifa. Percaya, Sen aku bakal baik-baik aja. Resiko itu hanya perlu kita temuin penangkalnya. Kita gaboleh takut sama masalah yang akan datang. Yang terjadi, yaudah biar terjadi. Tugas kita sekarang ini hanya perlu Y-A-K-I-N. Okeey? Are you belive me?”Kataku sambil menggenggam tangan Arsen dan menatap matanya.
“Oke”ujar Arsen lemas dan mengalah.
“Nah, gitu kan enak! Oke langkah yang harus kita lakuin selanjutnya, kita harus caritahu cara meminimalisir semua kemungkinan yang sama sekali ga kita pengen. Kita harus mencari langkah-langkah yang tepat untuk melakukan lucid dream ini. Oke? Setuju?”Ujar Seifa seraya menjulurkan tangannya ditengah-tengah lingkaran tempat duduk kita.
“Oke! Deal!”Ujarku seraya menjulurkan tanganku yang kutumpuk diatas tangan Seifa.
“Sen, lo gimana?”Ujar Seifa singkat.
Arsen tidak melakukan respon apapun. NamPaknya, ia masih tidak setuju. Namun, aku meliriknya dan menatap matanya serta memberi isyarat kedipan mata agar ia setuju dengan rencana pertama kita. Tanpa berkata-kata Arsen pun menjulurkan tangannya dan meletakkan tangannya diatas Tanganku.
“Oke, misi dimulai!”Ujar Seifa dengan semangat.
“Oke. Bismillah!”Sautku.
Akhirnya kami memilih jalan ini untuk segera mengetahui penyebab kematian ayahku. Aku tidak tahu apakah cara ini akan berhasil, tetapi usaha dan tekadku yang bulat seakan berbicara bahwa “inilah jalanku”. Aku berjanji akan membuat jasad ayahku terlelap dengan tenang di surga. Aku pun yakin, Tuhan akan selalu memberikan cahaya penerangan di dalam jalanku.

Keesokan harinya, Arsen dan juga Seifa datang ke rumahku pukul 11.00. Mereka akan menginap di rumahku selama tiga hari. Karena ibu sedang dinas ke luar kota, maka kami bisa melakukan misi kami dengan leluasa. Jika ibu tahu apa yang akan kami lakukan ini adalah hal yang berbahaya, ibu pasti tidak akan mengizinkannya.
Setelah mereka datang, kami langsung masuk ke kamarku dan melakukan langkah pertama yang diinstruksikan oleh Seifa.
“Oke, kita mulai denegan penjelasan langkah-langkahnya dulu ya. Karena ada beberapa fse yang harus gue jelasin ke lo sebelum kita ngelakuin lucid dream. Nah, langkah pertama,ini emang butuh adaptasi, Lin. Jadi lo mesti benar-benar relaks dan konsentrasi lah. Tutup mata dan konsenterasikan pikiran ke relaksasi sekujur tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Kontrol pernafasan dan lambatkan,”ujar Seifa mengajarkanku.
“Oke, lo bisa?”Saut Seifa lagi.
“Iya, gue bisa,”ujarku kepadanya.
“Langkah yang kedua, Buka mata pikiran kamu. Maksudnya, coba buat bayangan visual sementara tutup mata kamu sekarang, bayangin wajah ayah kamu, apa yang kamu ingin dengar dari ayahmu”ujar Arsen seraya menuntunku.
“Terus langkah ketiga kamu harus Jaga pikiran agar tetap sadar. Inti dari Wake Initiated Lucid Dreaming (WILD) membuat tubuh relaks tetapi pikiran terjaga dalam keadaan santai. Kalau pikiran tegang, tubuh kamu gak akan mau tidur. Cara ini bisa kamu lakuin dengan berbagai cara, misalnya berhitung, membayangkan diri sedang naik turun tangga, dan lain sebagainya. Intinya kamu akan masuk ke alam mimpi tapi pastiin kalo kamu itu tetap terjaga dan tidak terbawa untuk masuk ke deep sleep. Inget kamu harus tetap sadar kalau kamu ada di dalam mimpi. Oke? Ngerti kan?”Ujar Arsen seraya mengelus rambutku.
“Iya, aku ngerti,”ujarku seraya menatap wajah Arsen.
“Oke itu bagus, Lin. Oke mana tangan lo? Gue kasih huruf “A” di tangan lo ini berarti “Awake”. Jadi, setiap kali ngeliat tanda ini waktu lo dalam keadaan tidur, ini tandanya lo berhasil dan harus tetap inget untuk selalu sadar, ya,” Ujar Seifa seraya menuliskan huruf ditanganku.
“Oke, langkah ke empat itu, lo harus kuat dan coba buat menikmati segala fase yang dirasakan, entah itu getaran,tarikan, atau yang lainnya. Jangan pernah berontak waktu fase ini terjadi. Oke? Intinya jalananin aja,”ujar Seifa meyakinkanku.
“Nah setelah proses itu, kamu akan masuk ke fase sleep paralysis, hal terpenting adalah jangan memunculkan rasa takut kamu sedikit pun disini. Ini fase dimana kamu seolah terbangun, tetapi tidak dapat menggerakan anggota tubuh kamu,”ujar Arsen meyakinkanku.
“Ya, oke aku mengerti. Terus apa lagi?”Ujarku sambil menatap mata Arsen dan Seifa.
“Tunggu beberapa saat. Gak lama kemudian, lo akan merasa terjatuh ke dalam lubang dan visualisasi lo akan gelap. Lo akan mengalami sensasi seperti berada di ruangan atau terowongan yang gelap gulita. Oke kuncinya lo harus tetep relaks disini. Jangan terlalu banyak bergerak karena kaget. Konsentrasi dan tetap pikirkan mimpi yang akan lo jelajahi. Oke? Ngerti?”Ujar Seifa dengan wajah yang serius.
“Iya, iya, paham-paham. Udahan tahapnya?”Ujarku penasaran.
“Belum, habis itu lo akan harus coba untuk gerakin anggota tubuh lo. Nah, Saat kita tiba di sini, lo harus berkonsenterasi dengan cukup keras dan lo bisa memilih dan menjelajahi mimpi lo sendiri. Oke udah ngerti kan semuanya?”Tanya Seifa.
“Iya, oke gue ngerti semuanya. Bisa kita mulai sekarang?”Ujarku.
“Oke, kita mulai, inget ya jangan terbawa mimpi. Lo harus bisa tetap sadar,”ujar Seifa mengingatkanku.
“Iya, sayang, Kamu harus balik dengan keadaan yang sehat. Cari ayah kamu dan tanyakan semua secara cepat. Jangan terlalu bertele-tele karena kalau lama, konsentrasi kamu bisa berkurang. Dan kamu ga akan bisa balik lagi,”ujar Arsen seraya memelukku erat.
“Kalian tenang aja, kalian harus yakin, kalau ini akan berhasil,”ujarku seraya menggenggam tangan Seifa dan Arsen.
Aku pun membaringkan tubuhku dan melakukan langkah demi langkah yang diperintahkan oleh Arsen dan Seifa. Semilir angin di cuaca mendung siang hari ini membuat proses relaksasi terasa lebih mudah. Suasana yang tenang dan sunyi membuat konsentrasi pikiranku lebih baik. Aku berhasil melakukan langkah pertama, lalu kupejamkan mataku dan berusaha melakukan tahap kedua dimana aku harus membayangkan ayahku. Aku berpikir bahwa nanti aku akan bertemu dengan ayah.
Aku memvisualisasikan segala yang aku inginkan didalam pejaman mataku. Setelah fase tersebut aku merasa sedikit demi sedikit melayang dan aku sadar bahwa aku masuk ke dalam mimpi. Aku rasa kali ini aku telah berhasil melakukan fase ketiga ini. Karena apa yang aku rasakan sama dengan apa yang dijelaskan oleh Arsen dan Seifa tadi. Untuk memastikan aPakah aku sudah tertidur atau belum, aku melihat tanganku dan ada huruf “A” yang sama dengan yang ditulis oleh Seifa tadi.
“Baiklah, ini berarti fase ini telah berhasil,”gumamku.
Setelah itu, aku kembali berkonsentrasi dan merasakan getaran yang begitu hebat di sekitarku. Suara teriakkan yang amat sangat melengking membuat aku tidak tahan. Tetapi aku ingat kata-kata Seifa bahwa aku harus tetap menikmati setiap pergerakan yang ada. Aku tidak merasa takut pada saat itu, aku hanya mengikuti alurnya. Aku terus berusaha untuk tahan dengan semua itu. Namun, lama kelamaan suara-suara menyeramkan itu hilang dari pikiranku. Lalu, getaran hebat itu tidak lagi kurasakan.
“Ah syukurlah,”gumamku lagi.
Tetapi, saat aku ingin menggerakkan tanganku untuk melihat huruf “A” yang dibuat oleh Seifa, badanku menjadi kaku dan tidak bisa digerakkan. Aku mencoba memberontak, aku ingin sekali menangis aku berpikiran bahwa aku tidak akan bisa kembali ke alam nyata. Tetapi tiba-tiba saja suara Seifa terdengar di kupingku.
“Tenang, Lin, Tenang!”
Suara itu adalah suara Seifa aku kenal suara itu, aku baru ingat kalau fase ini kita memang harus bisa mengusir kepanikanku. Setelah aku diam beberapa saat dan berdoa agar segera keluar dari fase ini, tiba-tiba saja aku merasa seperti jatuh ke dalam sumur yang dalam. Aku berteriak tak karuan, aku merasa melayang diatas awan. Setelah itu, aku seperti mendarat di atas awan. Suasana ruangan sama seperti saat pertama kali aku bertemu ayah. Ruangan kosong berwarna putih, tidak ada satu pun suara di ruangan itu. AKu mulai berpikir, ini tidak seperti yang dikatakan oleh Seifa, ruangan yang diceritakan oleh Seifa adalah ruangan yang gelap gulita. Sementara ruangan ini sangat terang, sampai-sampai menyilaukan mataku. Aku mulai berpikir “Mungkin saja tidak semua tahap sama dengan apa yang diceritakan. Sekarang aku harus bisa mencari ayahku”
Ya, dengan tekad yang bulat, aku mulai melakukan fase terakhir dimana aku harus berkonsentrasi dan menemukan ayahku. Aku memejamkan mataku dan mulai berjalan dengan arah tak menentu. Tiba-tiba saja aku berada dalam sebuah ruangan yang dipenuhi dengan rak obat-obatan. Aku tidak tahu dimana aku berpijak. Kusentuh kotak demi kotak obat yang ada di ruangan itu. Tetapi di sudut ruangan, ada seseorang yang tak kukenal, ia seperti sedang meracik obat. Aku memberanikan diri untuk bertanya kepadanya.
“Permisi Pak, Bapak sedang apa?”Ujarku.
Namun, orang itu hanya terdiam, aku pikir ia tidak mendengar suaraku. Lalu, aku pegang pundaknya, ternyata tanganku tembus seperti di film-film horror. Aku baru saja tersadar bahwa yang aku bawa bukanlah jasadaku melainkan hanya arwahku. Aku mengerti, jelas mereka tidak mendengarku sebab dunia kita berbeda.
Aku memutuskan mengikuti dokter itu, ia membawa suntikan yang telah ia racik. Ia masuk ke ruangan praktek yang cukup tersembunyi, seperti ruangan bawah tanah. Disana ada 2 perawat lain yang menunggunya. Mereka lengkap berPakaian seperti orang yang akan melakukan operasi. Aku masuk ke dalam ruang praktek tersebut dan ternyata memang ada sesuatu yang salah disini.
“HA?”Alangkah terkejut diriku.
Tepat di hadapanku ada seekor orang Utan yang sedang terbaring lemah, ia menjerit kesakitan ketika dokter itu menyuntikkan cairan yang baru saja ia bawa dari laboratorium. Aku berpikir bahwa ini adalah langkah pengobatan untuk orang utan tersebut. Aku perhatikan caranya melakukan operasi hingga selesai. Seteleh itu, ia keluar dan membiarkan orang utan itu terbaring.
Saat sedang membalikkan badan, aku melihat ada bayangan orang yang terlihat dari ventilasi. Aku penasaran dan kemudian berlari keluar. Aku mencari orang itu, dihalaman. Aku mengikutinya berjalan, ia memegang kamera, memakai topi hitam dengan slayer yang menutupi setengah wajahnya.
“Jangan-jangan itu, ayah!”Ujarku.
Aku pun berlari mengahmpirinya dan terus menatap wajahnya, aku ingin menyentuhnya, tapi apa daya itu tidak mungkin.
“Ikatan batin ini akhirnya menemukan kita berdua yah,”ujarku seraya menatap matanya dan tak sadar menestekan air mata.
Ayah berjalan dengan terburu-buru, iya seperti tak ingin terlihat oleh siapapun. Aku berhenti mengikuti ayah dan kembali ke dalam ruangan dokter, ia seperti sedang menelepon orang dan aku mendengarkan segala pembicaraannya. Ia mengatakan kata-kata yang sedikit membuatku curiga.
“Ya, baik jam 4 saya antar. Harga sesuai dengan yang kita sePakati kemarin ya,”ujar dokter tersebut.
Aku pun penasaran dan segera mengikuti kemana dokter pergi itu. Ia pergi ke ruang bawah tanah itu lagi, ia membuka ruangan di sebelah ruangan operasi. Sungguh aku tidak menyangka apa yang aku lihat dihadapanku ada seekor harimau sumatera yang di kurung di dalam kandang.
“Astaga, hewan langka kaya gini kok bisa disini? Jangan-jangan mau dijual?”Ujarku dalam hati.
Aku mengikuti kemana hewan itu akan dibawa, aku merasa ada yang tidak beres disini. Ternyata benar saja mereka bertemu disebuah gedung tua yang terpencil, mereka bertransaksi dan melakukan sesuatu yang ilegal dengan menjual hewan langka yang dilindungi.
“Astaga benar dugaanku, benar-benar tak habis pikir diriku ini,”ujarku setelah melihat Sang dokter menerima satu koper uang yang bernilai miliaran rupiah.
Tiba-tiba saat mereka sedang bertransaksi, ada suara jejak kaki yang masuk ke dalam tempat mereka. Aku pun kembali dikejutkan dengan semua ini. Aku tahu siapa yang datang, ia adalah orang yang sangat aku kenal, ia memiliki mata yang tajam, hidung yang macung, kulit sawo matang dan bibir tipis yang menghiasi senyumnya. AKu tak percaya, itu adalah ayahku, ia datang bak pahlawan dengan penuh keberanian.
“Kalian sudah tertangkap basah dengan saya! Kalian tidak bisa kemana-mana lagi, cepat lepaskan hewan itu dan bersiaplah untuk mendekam dipenjara,”ujar ayah kepada mereka.
“Ronto? Sedang apa kamu disini?”Ujar dokter itu.
“Aku sudah tau kebusukanmu sekarang, aku tidak sudi lagi memiliki teman yang tidak memiliki hati sepertimu. Diam-diam kamu melakukan dosa yang sangat besar!”Ujar Ayah dengan lantang.
“Ini bukan seperti apa yang kamu pikirkan, kami hanya ingin mengirim hewan ini keluar negeri untuk mendapatkan perawatan intensif,”ujar dokter tersebut dengan nada memohon.
“Mau bicara apalagi dengan semua foto-foto ini? Aku sudah sering kali membuntutimu. Tidak ada lagi alasan untuk menghindar. Sekarang, saya akan telepon polisi agar kalian segera ditangkap!”Ujar Ayah seraya mengangkat ponselnya dan menelepon polisi.
Tiba-tiba saja saat ayah sedang menelepon polisi, salah satu ajudan dari dokter tersebut mengangkat senjata api. Aku sangat panik pada saat itu, jantungku berdebar, tubuhku berkeringat. Aku berlari ke hadapan ayah sambil berteriak.
“Ayahhhh!!! Awas ayah!!!”Ujarku sambil berlari.
Namun semuanya sia-sia, semua itu tidak ada gunanya. Senjata api itu ditembakkan sebanyak tiga kali. Peluru menembus bagian dada, kaki, dan kepala ayahku. Dengan hitungan detik tubuh ayah berlumuran darah. Nafasnya terhenti dalam hitungan menit. Tidak ada lagi harapan untuk ayah bisa hidup kemali. Aku yang melihat kejadian itu, terbujur kaku dan tersimpuh di hadapan jasad ayah. Sesaat sebelum penembakkan pada peluru ketiga, aku mendengar ayah mengatakan.
“Lihat nanti, kau….Fer…”
Ayah mengatakan itu, aku tidak bisa mendengar jelas semua perkataan ayah, karena suara ayah sangat pelan pada saat itu. Aku berteriak memanggil nama ayah, aku tak percaya ternyata ini penyebab kematian ayah. Begitu malang nasib ayahku ini, aku bertekad untuk mengetahui siapa nama dokter itu, ialah penyebab utama kematian ayahku.
Namun, tiba-tiba terdengar suara lelaki yang memanggilku berkali-kali
“Orlin, bangun orlin! Orlin, bangun! Ayo sadar! Kamu gaboleh lama-lama tertidur!”
Aku mengenal suara itu, ya itu adalah suara Arsen. Aku mengerti sekarang, Arsen sudah menyuruhku kembali. Jika aku mengikuti hasratku untuk mengikuti dokter itu lagi, aku mungkin tidak akan memiliki kesempatan untuk kembali ke dunia nyata. Lalu, bagaimana nasib ayahku selanjutnya? Usahaku ini akan sia-sia. Akhirnya, aku memutuskan untuk berkonsentrasi dan segera terbangun dari tidurku.

Bersambung ....

NOVEL "Mimpi Dalam Kendali" : PART XI

Hari ini adalah hari terakhir aku dan Arsen bimbingan dengan Bu Tika. Tidak tahu mengapa, aku merasa sangat cemas, aku takut kalau gagal dalam olimpiade ini. Sementara itu, Arsen terlihat berbanding terbalik dengan sikapku ini, Arsn merasa sangat antusias dan bersemangat serta yakin akan menang dalam olimpiade nanti. Setelah semua mata pelajaran selesai, Aku dan Arsen bergegas menuju ke ruang Bu Tika. Sebab, hari ini kami harus membahas kembali semua materi yang telah kami pelajari beberapa pekan ini.
“Kamu udah siap?”Tanya Arsen padaku saat perjalanan menuju ruang Bu Tika.
“Siap Apa?”Tanyaku polos.
“Olimpiade laah, Orliiin!”Ucap Arsen gemas.
“Yaa, siap ga siap harus siap kan?”Ucapku santai.
“Ish gaboleh gitu, pokoknya kita harus optimis menang. Kalau kita menang, kamu bisa persembahin prestasi ini buat ibu kamu kan? Dia pasti bangga sama prestasi kamu ini,”ujar Arsen meyakinkanku.
“Iyaaaa, Arsenio Wirayudha, yang bawelllllllllll,”ujarku meledek seraya memeletkan lidak ke arahnya.
“Yeee songong ya kamu emang,”ujarnya sambil mengacak-acak rambutku.
Sesampainya di ruang Bu Tika, aku kaget karena meja tempat biasa kami belajar dipenuhi dengan kertas-kertas latihan. Tentu saja hal itu bukan berita yang bagus, karena hari ini aku harus berpusing-pusing ria dengan lembar soal ini.
“Eh kalian udah dateng?”ujar Bu Tika menyapaku dan Arsen.
“Iya, bu,”ujar Arsen sambil melontarkan senyum kepada Bu Tika.
“Masuk, dan baca ulang materi-materi itu ya, abis itu ibu akan adakan sesi tanya jawab,”ujar Bu Tika.
Sementara itu, aku dan Arsen hanya bisa menghela nafas yang dalam.
“Sen, kamu baca materi ini yaa, aku yang ini. Kan kamu lebih menguasai yang ini,”ujarku membagi tugas dengan Arsen.
“Iyaaa, siap ibuuu,”ujar Arsen seraya meledekku dan mengambil materi dari tanganku.
“Yaudah, ayo mulai membaca tumpukan materi ini,”ujarku menyemangati Arsen.
“Semangat, inget, abis olimpiade ini kita akan segera jadi dekektif!”Ujar Arsen sambil membisikkan kata-kata itu ditelingaku.
Aku hanya menatap Arsen dan memberikan senyuman terbaikku padanya. Dalam hati, aku sangat bersyukur karena ada Arsen disini. Ia tak pernah lelah menyemangatiku, dalam keadaan apapun. Ia seorang pekerja keras, terlihat dari caranya belajar. Ia juga orang yang sabar, terlihat dari bagaimana sikapnya kepadaku, saat moodku sedang jelek, ia selalu punya cara untuk mengembalikkan moodku.
Tak lama kemudian, setelah membaca materi, Bu Tika menghampiri kami dan menanyakan kesiapan kami.
“Gimana? Udah siap tanya jawab?”Ujar Bu Tika.
“InsyaAllah, Bu,”ujar Arsen.
“Kamu gimana Karliza Orlin?”Tanya Bu Tika.
“Siap, Bu,”jawabku spontan
Bu Tika mulai mengajukan beberapa pertanyaan soal terkait materi yang telah ia ajarkan. Aku dan Arsen pun tidak merasa kesulitan saat menjawab beberapa pertanyaan yang diberikan olehnya. Paling
tidak, kami sudah menguasai 90% materi yang diberikan. Sedangkan, 10% score yang belum kami kuasai berasal dari materi yang menyangkut hitung-hitungan. Aku rasa, kami berdua hanya perlu latihan nanti malam dan semoga bisa menguasai keseluruhan materi.
Setelah itu, kami pun pulang, ternyata hari ini tak seburuk yang aku pikirkan. Aku pikir kami berdua akan pulang hingga petang tiba. Namun ternyata dugaanku salah, sebelum petang tiba, aku dan Arsen sudah boleh pulang oleh Bu Tika. Ia menasehati aku dan Arsen untuk istirahat agar besok kami tidak terlalu gugup karena sudah istirahat dengan cukup. Aku dan Arsen pun menuruti semua nasehat dari Bu Tika.
13 September 2016
Hari Olimpiade pun tiba, aku merasa lebih baik dari kemarin. JAntungku mulai berdetak dengan stabil. Aku bangun lebih pagi dari biasanya, karena hari ini Arsen akan menjemputku pukul 05.30. Sebab, aku dan Arsen telah berjanji dengan Bu Tika sampai ke sekolah pukul 06.00.
“Linnn, Arsen dateng nih,”Teriak ibu dari bawah.
“Iya, Bu. Tunggu, lagi pakai sepatu,”ujarku sambil membuat simpul tali sepatuku.
“Tunggu ya, nak Arsen,”ujar ibu kepada Arsen.
“Nih, aku udah selesai,”ujarku seraya menuruni anak tangga dan menghampiri ibu dan Arsen.
“Yaudah, ati-ati, nih ibu bawain dua bekel, dimakan bareng Arsen nanti. Kamu kan ga sempet sarapan. Jangan lupa baca doa sebelum mulai ya. Pas ngerjain soal, jangan lupa dibaca yang teliti dulu. Terus, kalau lolos kan ada sesi tanya jawab, jangan lupa yang fokus, ya Lin. Maaf ibu gabisa dateng, ada banyak kerjaan ibu dikantor,”ujar ibu seraya mengelus rambutku dan menyodorkan kotak makan.
“Makasih, Bu. Doain aku ya, semoha berhasil sama Arsen,”ujarku seraya menerima kotak makan dan mencium tangan ibu.
“Iya, doa seorang ibu itu pasti selalu ada di setiap langkah kamu,”ujar ibu seraya mengelus rambutku lagi.
“Makasih ya tante, maaf ngerepotin sampe bikin bekel buat aku juga. Doain Arsen sama Orlin ya, tante,”ujar Arsen seraya mencium tangan ibu.
“Gapapa, nak. Pasti di doain, jangan terlalu nervous nanti, ya. Inget yang penting itu udah usaha semaksimal mungkin, soal juara itu bonus kalian,”ujar ibu seraya tersenyum kepadaku dan Arsen.
“Yaudah, assalamualaikum bu,”pamitku sambil berjalan keluar dan melambaikan tangan kepada ibu.
“Assalamualaikum, tante,”ujar Arsen sambil mengenakan helm.
“Ya, waalaikumsalam,”ujar ibu seraya melambaikan tangan kepada kami berdua.
Saat tiba di sekolah, ternyata Bu Tika sudah menunggu kami tepat di depan lobby sekolah. Ia nampak tak seperti biasanya, wajahnya sedikit tak bergairah persis seperti diriku beberapa waktu lalu, yang kerap gugup karena olimpiade sudah di depan mata. Dengan memberanikan diri, Aku dan Arsen menghampirinya. Aku mengira Bu Tika akan marah karena ia datang lebih dulu dariku dan Arsen, tetapi ternyata dugaanku salah.
”Eh, Arsen, Orlin, kalian sudah datang,”ujar Bu Tika.
“Iya, Bu,”ujarku dan Arsen seraya mencium tangan Bu Tika.
Aku merasa lega setelah melihat perubahan wajah Bu Tika yang semula terlihat gugup menjadi sangat sumringah melihat kedatangan kami.
“Ah, sekarang aku ngerti, Sen. Bu Tika tadi mukanya kaya gitu tuh, gara-gara kita belum dateng. Dia takut kali ya kita lari dari olimpiade ini,”candaku pada Arsen dengan berbisik.
“Husss, gaboleh gitu. Aku laper, yang. Makan bekel dari mamahmu dulu, yuk,”ujar Arsen sambil mengelus-elus perutnya.
“Yaudah, ayo deh. Dimana tapi?”Tanyaku pada Arsen.
“Disitu aja,”ujar Arsen seraya menunjuk ke arah tempat duduk tepat di depan pos satpam.
Akhirnya kami menghabiskan bekal. Tak lama kemudian, Bu Tika memanggil kami untuk segera berangkat karena kami harus melakukan daftar ulang peserta terlebih dahulu. Kami pun bergegas menuju ke tempat olimpiade fisika. Kebetulan lokasi menuju ke tempat lomba tidak terlalu jauh, karena kami berangkat lebih pagi dari biasanya, hanya mebutuhkan waktu 30 menit untuk sampai kesana, lokasi perlombaan berada di kampus IPB.
Sesampainya disana, aku merasa sangat gugup melihat para peserta yang kelihatannya sangat jenius. Kebanyakan dari mereka sedang sibuk berkutat dengan buku, ada yang serius bermain handphone dan sibuk menghafal pelajaran. Sementara aku dan Arsen hanya berbicara santai. Jujur saja aku sangat tegang, tapi Arsen berusaha berbincang denganku, untuk menguragi rasa gugupku yang berlebihan ini.
Tepat pukul 08.30 upacara pembukaan pun dimulai, semua peserta sudah datang dan para pendamping pun namPak sudah siap. Setelah upacara berakhir, kami diperkenankan untuk mengambil nomor urut sebagai identitas di lembar soal nanti. “Ah, Alhamdulillah dapet nomor 4, Lin,”ujar Arsen sambil menunjukkan nomor urut di tangannya.
“Yaa nomor ga masalah Sen, kita harus tetap berusaha untuk sampai ke final,”ujarku menyemangati Arsen.
“Pasti, kok. Aku yakin!”Ujar Arsen meyakinkanku.
Aku hanya membalas perkataannya dengan senyuman. Lalu, aku dan Arsen pun di panggil oleh Bu Tika.
“Kalian, jangan sampai gugup. Kuncinya itu yakin, gausah mengarah ke juara 1. Lakukan saja yangf terbaik, usaha itu lebih berharga daripada hasil,”ujar Bu TIka menasehati kami berdua.
Saat Bu Tika sedang menasehati kami, tersengar suara pengumuman dari panitia yang mengharuskan kami untuk segera masuk ke dalam ruang ujian babak pertama
“Pengumuman, pengumuman! untuk para peserta, diharapkan segera masuk ke dalam ruang ujian tertulis yang berada di selatan lapangan”
Setelah mendengar pengumuman tersebut, aku dan Arsen mencium tangan Bu Tika sebagai simbol permintaan restu. Lalu, Kami bergegas menuju ke ruang ujian. Ujian pertama yang harus kami jalani adalah ujian tertulis, yang akan disusul oleh ujian tanya jawab. Kedua ujian tersebut akan diakumulasi dan di jadikan sebagai acuan siapa yang akan menuju ke final untuk memperebutkan juara utama 1, 2 dan 3.
Saat masuk ke dalam ruang ujian, kami duduk di tempat duduk yang telah disediakan. Tempat duduk diurutkan berdasarkan tim sekolah masing-masing. Susunan meja dibentuk menjadi 2 susun persegi yang mengelilingi sudut ruangan. Kami mendapat tempat duduk dengan nomor urut ke 4 di sisi kanan meja pengawas.
“Ah, Sen… Aku malah jadi deg-degan,”ujarku pada Arsen seraya menaruh tas di bangku.
“Tenang, Orlinnn. Kamu bisa, inget ya, abis ini misi kita masih panjang,”ujarnya menyemangatiku.
“Yaaak, sudah siap kah kalian saya bagikan soal?”Ujar pengawas mencairkan suasana dengan nada pertanyaan yang terdengar santai.
“Siaaaap!”Semua murid yang ada di ruangan menjawab dengan serentak.
Setelah itu, pengawas memberikan lembar soal dan jawaban kepada masing-masing peserta. Kemudian, pengawas memberitahukan peraturan yang harus dipatuhi oleh para peserta. Setelah bel tanda dimulai terdengar kami pun mengerjakan 50 soal selama 90 menit.
Aku dan Arsen membagi dua pengerjaan soal agar menghemat waktu. Aku mengerjakan soal nomor 1 sampai 25 dan Arsen mengerjakan soal 26 sampai 50. Sebelum memulai, Arsen mengingatkanku nasehat Bu Tika dan Ibuku agar berdoa terlebih dahulu. Kami pun berdoa bersama-sama.
“Semangat, ya Lin,”ujar Arsen setelah berdoa.
“Iya, kamu juga, ya Sen,”ujarku seraya menatapnya.
Suasana yang sunyi dan sepi membatku semakin berkonsentrasi. Kami mengerjakan dengan penuh ketelitian. Seluruh peserta namPak sangat serius dan berambisi untuk menang. Hingga tak terasa waktu hanya tingga 10 menit lagi.
“Kamu berapa nomer lagi?”Tanyaku pada Arsen.
“Aku tinggal 3 nih,”jawab Arsen yang tetap menatap lembar soal.
“Yaudah, semangat aku tinggal 1 lagi ini”ujarku seraya kembali mengerjakan soal.
KRINGGG…. KRINGGG….KRINGGG….
Bel pun telah berbunyi, itu berarti waktu telah selesai. Untung saja Arsen mengerjakan dengan tepat waktu, setidaknya ada harapan untuk mendapatkan score yang maksimal. Setelah itu, pengawas mengangkat semua lembar soal dan lembar jawaban. Kami pun dipersilahkan untuk keluar ruangan dan bersiap menunggu pengumuman siapa 5 tim terbaik yang berhak maju ke 2, yaitu babak cepat tepat.
Waktu telah menunjukkan pukul 12.00 ini waktunya untuk beristirahat. Sementara itu, panitia sedang memeriksa seluruh lembar soal dan akan segera mengumumkan siapa 5 tim terbaik yang berhak masuk.
“Sen, sholat dulu yuk, berdoa biar kita masuk,”ujarku seraya menarik tangan Arsen.
“Iya. Lin. Abis ini makan ya, aku laper banget,”ujar Arsen sambil mengelus-elus perutnya.
“Iyaaaa,”ujarku sambil berjalan menuju masjid.
Kami pun menunaikan sholat zuhur bersama. Setalah selesai, Arsen menungguku di pelataran masjid. Kemudian, aku menghampirinya.
“Ayo Sen,”ujarku seraya menepuk pundak Arsen.
“Eh, udah? Ayok!”Ujar Arsen seraya mengambil sepatu.
Arsen nampaknya lelah setelah berpikir dan menjadi sangat lapar. Ia berjalan dengan langkah yang cepat, aku tertinggal dibelakangnya. “Ayo, lin. Kamu lama deh,”ujar Arsen seraya menjulurkan tangan ke arahku.
“Iya, kamunya kecepetan,”ujarku sambil mengerutkan dahi.
“Yaudah buruan,”ujarnya seraya menggandengku.
Sesampainya di kantin, Arsen sangat tidak sabar untuk segera memesan makanan.
“Aku mau makan itu, ah!”Ujarnya seraya menunjuk ke warung mie ayam.
“Iya, yaudah pesan sana. Aku makan siomay aja”
Ia pun berjalan ke arah gerobak mie ayam, tetap dengan tempo langkah kaki yang cepat. Aku heran, jarang sekali Arsen seperti ini.
“Kenapa jadi Arsen yang doyan makan nih sekarang?”Gumamku dalam hati.
Setelah usai memesan, kami mencari tempat duduk. Karena suasana kantin sangat ramai, Aku dan Arsen merasa kesulitan untuk menemukan tempat duduk. Namun, ada orang berbaik hati yang bersedia membagi sisa bangkunya kepada kami berdua.
“Ah, akhirnya makan juga,”ujar Arsen sambil melahap makanannya.
Aku hanya tersenyum melihat tingkahnya. Aku merasa sangat aneh dengan sikap Arsen yang satu ini.
“Mungkin begini ya, pikiran Arsen kalo lagi ngeliatin tingkahku yang doyan makan ini,”ujarku dalam hati.
Setelah menghabiskan satu porsi mie ayam dan segelas es teh manis, Arsen terlihat sangat kenyang. Ia merasa lebih tenang dari sebelumnya. Akhirnya, kami memutuskan untuk ke ruangan tempat pengumuman berlangsung, karena 10 menit lagi, akan diumumkan siapa yang lolos ke babak selanjutnya.
“Hey kalian dari mana aja?”Ujar Bu Tika.
“Abis makan, bu,”ujar Arsen seraya mencium tangab Bu Tika.
“Oh, gitu. Udah sholat tapi kan?”
“Sudah, kok, Bu,”jawabku.
“Yaudah duduk sini, dikit lagi pengumuman, berdoa biar lulus,”ujar Bu Tika seraya menarik kursi ke dekatnya.
Para panitia pun berkumpul di panggung. Aku dan Arsen saling berpegangan tangan, berharap agar nama sekolah kita disebutkan. Tak lama kemudian, ketua panitia maju ke depan mimbar dan memberikan pengumuman.
“Baik, saya sebutkan nama sekolah yang lulus dari nilai 5 teratas, yang berada pada posisi ke 5 adalahh SMA 5 Bogor, posisi ke 4 adalah SMA Regina Pacis Bogor, lalu yang berada di posisi ke 3 adalah SMA 3 Bogor. Penasaran siapa 2 peserta yang akan masuk ke babak selanjutnya yaitu……”ujar Ketua panitia membuat kami semakin gugup.
“Hah, kayanya bukan kita, Sen,”ujarku lemas
“Optimis, sayang,”ujar Arsen sambil menggenggam tanganku erat.
“Ya, baik, pada posisi ke 2 adalah SMA….Sa……..Tu….Bogor, dan urutan pertama adalah……. SMA…..Du…..aaaa…..Bogoooor,”
“Yeayyyyyy!!! Orlin, kita disebut!!!”Ujar Arsen sambil menggoyang-goyangkan pundakku.
“Yeeey! Alhamdulillah!!!”Ujarku seraya bersujud syukur.
Aku tidak menyangka kami bisa lolos ke babak selanjutnya, Aku dan Arsen tak bisa berkata-kata lagi. Meski mendapat urutan kedua, kami masih bisa berjuang untuk duduk di peringkat pertama pada babak kedua cepat tepat.
Tepat pukul 14.00 kami pun diminta untuk segera masuk ke ruangan babak kedua. Lalu, diminta untuk segera menempati meja yang telah disediakan untuk babak cepat tepat. Ruangan itu di desain seperti ruangan debat. Ada 5 meja peserta yang dibuat menjadi setengah lingkaran dengan satu microfone dan bel diatasnya. Di depan meja peserta yang lolos, ada satu meja untuk pemberi pertanyaan.
Aku dan Arsen akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengharumkan nama baik sekolah kami.
“Baik, kali ini ada 10 pertanyaan yang akan diperebutkan oleh 5 tim, tim yang berada pada peringkat pertama akan maju ke tingkat nasional. Dalam soal hitungan, kami tidak memberikan waktu, siapa yang paling cepat, silahkan tekan tombolnya”ujar moderator.
Lalu, soal pertama dibacakan
“Sebuah benda bergerak ke arah timur sejauh 40 m lalu ke tmur laut dengan sudut 37° terhadap horizontal sejauh 100 m lalu ke utara 100 m. Besar perpindahan yang dilakukan benda adalah… (sin 37° = 0.6)”
*teeeeeeeet* Saat aku selesai menghitung, tiba-tiba bunyi bel lebih dulu terdengar dari kubu SMA 5 Bogor.
“200 m”ujar SMA 5 Bogor
“Ya, betul! 10 poin untuk SMA 5 Bogor” Ujar moderator.
Kemudian, soal kedua dibacakan “Gelombang RADAR adlah gelombang elektromagnetik yang dapat digunakan untuk…”
Aku langsung menekan bel dan akhirnya tim kami adalah tim pertama yang menekan. Begitu dipersilahkan menjawab, aku pun langsung menjawab pertanyaan itu dengan benar.
“mencari jejak sebuah benda”
“Ya, bagus, 10 poin untuk SMA 1 Bogor,”
Lalu, soal selanjutnya dibacakan “Manfaat radioisotop dalam bidang industri adalah …,”
*teeeeet* “untuk meneliti kekuatan material tanpa merusaknya dengan teknik radioaktif”
Tim dari SMA 3 Bogor berhasil mengambil poin pada soal nomor 3. Setelah itu, pertanyaan keempat pun dibacakan, aku bersiap untuk menekan tombol.
“Ya soal nomor empat, Menurut teori kuantum, berkas cahaya terdiri atas foton. Intensitas cahaya ini berbanding lurus dengan… ”
Meski pun aku merasa tanganku sudah cepat menekan tombol bel, ternyata ini bukan rezeki diriku dan Arsen. SMA 5 Bogor kembali menjawab pertanyaan keempat.
*teeeeeet* “energi foton”
“Mohon maaf, jawaban kalian salaah. Soal akan dilempar ke peserta yang lain”ujar moderator
Dengan spontan aku menekan tombol dan poin dijatuhkan kepada timku.
“berbanding lurus dengan banyaknya foton,”Jawabku yakin.
“Ya, benar! 10 poin untuk SMA 1 Bogor”
“YES!”Ujarku kepada Arsen dan mengangkat kedua tanganku ke arahnya.
Kemudian, poin soal ke 5 diraih oleh SMA Regina Pacis. Lalu, soal keenam diraih oleh SMA 2 Bogor. Kemudian, soal ketujuh kembali direbut oleh SMA 2 Bogor. Lalu, soal ke delapan diraih oleh SMA 5 Bogor.
Aku merasa kahwatir karena sudah soal kedepalan, tetapi poin sekolahku dan dua sekolah lainnya berada pada kedudukan yang sama. Paling tidak aku harus berhasil merebut 2 poin terakhir ini. Agar berada pada titik aman dan keluar sebagai seorang pemenang.
“Ya, baik, namPaknya SMA 1 Bogor, SMA 2 Bogor dan SMA 5 Bogor berada pada poin yang sama. Persaingan semakin ketat dan suasana dalam ruangan ini semakin seru bukan? Kita beri tepuk tangan dulu untuk para finalis kompetisi fisika ini”ujar moderator mencairkan suasana.
Suara gemuruh tepuk tangan terdengar meriah di dalam ruangan ini. Aku menjadi lebih semangat untuk melanjutkan perlombaan.
“Ya, baik, soal nomor sembilan, Untuk memperbesar kapasitas suatu kapasitor keping sejajar dapat dilakukan dengan cara…,”
*Teeeeet* Suara bel SMA 2 Bogor berbunyi lebih dulu.
“YA! Silahkan SMA 2 Bogor”ujar moderator
“luas tiap-tiap keping diperbesar”
“Ya, benar! 10 poin untuk SMA 2 Bogoooor!”
Aku langsung menjadi lemas, aku merasa sangat bodoh karena tidak cepat menekan bel. AKu menatap Arsen dengan wajah yang lesu seperti tidak memiliki harapan lagi.
aku yakin bisa meraih poin pada soal terakhir nanti.
“Iya, kali ini aku pasti bisa!”Ujarku seraya menatap wajah Arsen.
“Yaa, untuk kali ini SMA 2 Bogor unggul daripada peserta yang lainnya. Soal berikutnya adalah soal terkahir, jika SMA 2 Bogor kembali menjawab soal terakhir ini, maka pemenangnya adalah SMA 2 Bogor. Namun, bila peserta lain yang telah memiliki nilai 20 poin mampu menjawab, maka akan di berikan satu soal lagi untuk menentukan pemenangnya,”
“Soalnya adalah sebagai berikut, Urutan gelombang elektromagnetik berikut ini dari frekuensi rendah ke frekuensi tinggi adalah…”
*Teeeeeeeeeeeeeeeeeeet*
“Ya, baik SMA 1 Bogor”ujar moderator menyebut nama sekolahku.
“gelombang radio, gelombang TV, gelombang radar, sinar inframerah, cahaya tamPak, sinar ultraviolet, sinar-X, dan sinar gamma,”Arsen menjawab pertanyaan tersebut dengan tepat.
“Ya, 10 poin untuk SMA 1 Bogor, yang kini kedudukannya sama dengan SMA 2 Bogor. Maka, kita akan memberikan 1 soal lagi yang ditujukan untuk SMA 2 dan SMA 1 Bogooooor. Beri tepuk tangan untuk keduanyaaa!”
“Arsen, makasihhhhh”ujarku seraya menatapnya dengan penuh kebahagiaan.
“Sama-sama, Lin. Ayo satu langkah lagi, Lin,”ujar Arsen seraya memegang pundakku.
“Ya, baik soal penentuan…. Yaitu….. Energi kinetik rata-rata molekul gas monoatomik dipengaruhi oleh faktor…”
*Teeeeeeeeet*
“Ya, SMA 2 Bogor,”ujar moderator.
Aku merasa amat sangat lemas, kecewa pada diriku sendiri, harapanku pupus, aku merasa gagal untuk membanggakan orang-orang disekitarku. Hanya tinggal 1 langkah lagi, tapi aku tidak mampu.
“Tenang, Lin. Tenang…”ujar Arsen mendekapku dengan erat.
Kemudian, tim SMA 2 Bogor pun menjawab pertanyaan “ Massa molekul gas”
“Yaaaa, mohon maaf untuk SMA 1 Bogor kalian berhak menjawab pertanyaan. Karena, jawaban SMA 2 Bogor belum tepat”ujar moderator seraya menaikkan nada berbicara.
Aku dan Arsen kaget dan saling menatap. Aku merasa tidak percaya ternyata Tuhan selalu memiliki rencana dibalik kesungguhan kita. Perasaanku yang sedih berubah menjadi berbunga-bunga, aku merasa sangat senang dan bersyukur atas keajaiban ini.
“suhu mutlak gas!”Arsen menjawab dengan yakin pertanyaan tersebut.
“Ya…..baik, jawabannya adalahhhhh………. B E T U L”ujar modeator
“Yeayyyy!!!”Aku spontan meloncat seraya menggenggam tangan Arsen dan segera bersujud syukur.
“Alhamdulillah, selamat ”ujar Arsen seraya memelukku.
Bu Tika menghampiri kami dan memberikan selamat kepada kami. Lalu, aku dan Arsen maju ke atas panggung untuk diberikan piala dan piagam penghargaan. Setelah itu, kami pulang dan berjanji kepada BaPak Bupati untuk bekerja keras agar menang di tingkat nasional.
Aku percaya bawa segal hal yang kita perjuangkan tidak akan pernah sia-sia. Doa dan usaha adalah bumbu dari kesuksesan. Karena segala sesuatu yang dikerjakan sungguh-sungguh akna menuai hasil yang indah dikemudian hari.
Bersambung ....

Tuesday, 5 July 2016

NOVEL "Mimpi Dalam Kendali" : PART X

“Kejanggalan yang terus menghantui ini, harus memiliki jalan keluar,” tekadku dalam hati.
Akhirnya aku memutuskan untuk memulai pencarian dari ruang kerja ayah. Satu-satunya media yang ibu gunakan untuk mengenang ayah. Jika sedang rindu pada ayah, ibu selalu duduk di kursi tempat ayah bekerja. Ruangannya memang tak begitu besar, tapi aku merasa disinilah ayah menyimpan seribu satu hasil karyanya. Saat masuk ke dalam ruangan, aku disuguhkan dengan foto-foto yang digantung di sekeliling ruangan.
“Oke, aku mulai dari rak buku sebelah kanan!”Ujarku dengan semangat.
Aku melihat tumpukan jadwal kerja ayah pada map berwarna biru, ku teliti satu persatu, hanya ada lembaran kertas usang berisi tanggal dan jam kerja, taka ada yang mencurigakan sepertinya. Begitu pula surat-surat kontrak ayah yang ada di map berwarna merah, dan beberpa album foto yang berderet di sisi kiri. Tak ada satu pun yanhg mencurigakan.
“Hahhh sudah hampir 4 jam aku mencari, ga ada petunjuk apa-apa yang aku temuin,”ujarku lelah sambil duduk diantara tumpukan kertas berserakan.
“Orliiiiin!”Teriak ibu dari ruang makan.
“Aduh, ibu lagi,”gerutuku dalam hati.
Aku sangat kaget mendengar suara ibu. Spontan aku langsung membereskan hamparan kertas yang berantakan di lantai, ku bersihkan mereka dan ku tempatkan ke tempat semula.
“Orliiiin!”Teriak ibu lagi.
“Iyaaa, tunggu tunggu,”sautku.
“Karliza Orliiin!”Teriak ibu dengan nada lebih keras dari sebelumnya.
“Iya buu, tunggu, ini juga udah mau turun,”teriakku.
Aku menutup pintu ruangan kerja ayah dengan perlahan, agar tidak ketahuan oleh ibu. Lalu, segera aku berlari menuruni anak tangga dan menuju ke meja makan. Kulihat ibu sudah siap untuk menyantap hidangan makan malam.
“Kamu darimana aja sih, dipanggil kupingnya suka ga denger, deh,”gerutu ibu seraya menaruh nasi ke piringku.
“Ngga, itu tadi aku abis….hmmm… abis beresin buku buat dipelajarin nanti malam,”jawabku dengan terbata-bata.
“Yaudah, makan dulu. Udah sholat isya belum? Sholat isya dulu nanti sebelum belajar!”Perintah ibu.
“Iya, bu,”
Setelah usai makan malam, aku masuk ke kamar dengan tergesa-gesa. Ibu menatapku heran, aku sadar itu. Namun, aku berusaha untuk menutupi ini semua. Aku tidak ingin menambah pikiran ibu yang sudah lelah seharian bekerja.
Saat masuk ke dalam kamar, aku membuka ponselku yang sejak tadi tidak ku sentuh. Pada saat ku lihat notifikasi di ponselku, ternyata Ada 15 panggilan tidak terjawab dan 10 pesan di whatsApp yang belum kubaca. Saat ku buka, ternyata ada 10 panggilan dari Arsen, 2 dari Alesha dan 3 dari Seifa, serta 10 pesan whatsApp dari Arsen. Setelah melihat semuanya, ku baringkan tubuhku di atas kasur untuk sedikit menghilangkan lelah.
“Hahh, maafin aku yaaa. Aku gamau kaya gini sebenernya, cuma daripada kalian kena imbas dari betenya aku,”pikirku dalam hati sambil menatap layar handphone yang sedang ku genggam.
Saat sedang asyik tiduran di kasur, aku lupa kalau ada beberapa materi olimipade yang harus ku pelajari. Aku harus belajar lebih extra dari sebelumnya, karena olimpiade hanya tinggal 2 minggu lagi. Aku harus bisa menghapus masalah pribadiku sejenak dan fokus pada olimpiade ini. Aku belajar dengan tekun membuka lembar demi lembar materi yang diberikan Bu Tika dan mengerjakan semua latihan soal. Namun, tak kusadari aku belajar hingga larut malam dan ketiduran diatas tumpukan buku fisika. Meski tidurku tidak senyenyak malam-malam sebelumnya karena memikirkan mimpiku itu. Namun, aku tetap berusaha untuk bersikap biasa saja, seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
“Orlin, bangun, nak. Sudah jam berapa itu? Nanti kamu kesiangan,”ujar ibu seraya membuka gorden dan jendela kamar.
“Hmmmm…. Ibu, jam berapa ini?”Ujarku sambil menyeka mata.
“Masih setengah 6,”ujar ibu.
“Astaga, ini aku udah kesiangan, ibu,”teriakku
Aku spontan melompat dari kasur dan segera masuk ke kamar mandi. Aku bersiap ke sekolah dengan tergesa-gesa. Aku baru bisa tidur nyenyak pada pukul 03.00, jelas saja aku bangun telat hari ini.
“Orliiiin, ini ada Arsen,”teriak ibu dari bawah.
“Ya Allah….Arsen,”keluhku.
“Yaa tunggu, dikit lagi aku selesai,”teriakku kepada ibu.
Setelah usai membereskan segala keperluan sekolah, aku berlari menuruni anak tangga. Lalu, segera menuju ke ruang makan. Disana sudah ada Arsen dan ibu yang sedang asik berbincang.
“Bu, aku telat, aku ga sarapan ya,”ucapku tergesa-gesa sambil menghampiri ibu dan pamit kepadanya.
“Ayok!”Ajakku kepada Arsen sambil mencolek perutnya.
Arsen pun berpamitan dengan ibu dan ibu pun mengantar kami sampai ke depan pintu.
“Hati-hati, ya, Sen. Jangan ngebut-ngebut”ujar ibu sambil melambaikan tangan.
“Iya, tante. Aku jalan ya, Assalamualaikum,”Saut Arsen seraya menyalakan mesin motor.
Saat sedang dalam perjalanan, Arsen bertanya, “Kamu kenapa sih? Semua pesan aku ga dibales, teleponku ga diangkat. Aku kan khawatir. Aku sampe nyuruh Alesha sama Seifa telepon kamu tau ga?!”
Aku hanya bisa menjawab semua pertanyaan Arsen dengan satu kata “Maaf”.
Kami pun sampai di sekolah, aku masuk lebih dulu ke dalam kelas, aku bingung harus berkata apa saat ditanya seperti itu. Terlihat jelas dari raut wajah Arsen, ia sangat kecewa dengan sikapku. Namun, apa boleh buat, aku belum bisa menceritakan apapun kepadanya.
“Lin, tunggu!”Ujar Arsen sambil berlarian mengejarku yang sudah lebih dulu berjalan.
“Kamu kenapa sih?”
Lagi dan lagi pertanyaan itu yang terlontar. Jawabannya masih tetap sama, “aku gapapa”.
Hari ini Seifa tidak masuk sekolah, karena demam. Aku pun terpaksa duduk sendiri, ternyata terasa sekali perbedaannya, saat Seifa tidak masuk sekolah. Kelas terasa sangat sepi, sebab tiada yang teriak-teriak seperti biasanya. SAmpai pulang pun, kelas terasa amat sangat sepi.

Setelah pulang, Aku sudah memiliki rencana, hari ini ingin membongkar beberapa berkas ayah di rak buku sebelah kiri yang belum kusentuh kemarin. Saat tiba di rumah, aku langsung mengganti bajuku dan langsung masuk ke ruangan kerja ayah.
“Kali ini harus kerja extra, ini bagian sulit, banyak banget album fotonya soalnya,”ucapku menyemangati diri sendiri.
Kutelusuri satu per satu album foto yang ada, rata-rata isi fotonya hanya foto jurnalistik karya ayah. Sudah hampir 5 jam aku mencari, namun tidak juga ada foto-foto yang bisa dijadikan petunjuk. Hanya tinggal 3 album yang belum ku periksa.
Saat aku memeriksa album terakhir, ku lihat albumnya berbeda dari segi sampul hingga isi. Sampul pada album foto ini berwarna biru sedangkan yang lainnya hitam. Sampul album ini adalah sampul paling terawat diantara yang lainnya. Kemudian, isi fotonya pun ada beberapa yang tidak jelas, seperti diambil secara diam-diam. Namun, ada beberapa foto yang terlihat jelas, dan foto itu berisi binatang-binatang yang mati secara mengenaskan. Tubuhku merinding melihat beberapa foto yang ada didalamnya. Tetapi hal itu membuat diriku lebih penasaran dengan foto-foto yang ada di album tersebut. Aku membuka perlahan, lembar demi lembar. Kucermati dengan teliti, foto demi foto yang ada didalamnya.
“Ini apa?”Tanyaku dalam hati.
Ku periksa satu per satu foto yang blur itu.
“Ini kaya ruang praktik,”ujarku dalam hati.
Setelah ku pelajari setiap foto yang ada di dalam album ini, entah mengapa aku memiliki firasat bahwa album ini mampu menjadi petunjuk pertama untuk mengungkap kematian ayah. Setelah itu, aku keluar dari kamar ayah dengan membawa satu hasil yaitu album foto binatang yang ku temukan.
“Hahh Alhamdulillah,”ujarku sambil menutup pintu ruang kerja ayah perlahan.
Saat itu, aku langsung menuju ke kamar dan membalas pesan-pesan yang masuk sejak tadi sore. Tiba-tiba, saat aku sedang membalas pesan dari Arsen.
Setelah menunaikan kewajiban, aku pun berdoa kepada Allah agar aku diberikan kemudahan untuk setiap perjalananku mengungkap kasus kematian ayah. Hanya itu harapanku satu-satunya, agar jenazah ayah cepat ditemukan dan dikuburkan dengan layak.
Setelah usai berdoa, aku sudah tidak niat lagi untuk belajar dan makan malam, akhirnya aku putuskan untuk langsung tidur. Lagi pula, ibu sedang dinas di luar kota, jadi tidak akan ada yang memaksaku untuk makan malam.
“Hahh akhirnya bisa istirahat juga,”ujarku sambil membaringkan tubuh ke kasur dan langsung memeluk guling kesayanganku.
Sekarang tidurku bisa lebih nyenyak dari malam kemarin, setidaknya album foto itu mampu membawa perasaanku lebih tenang dari sebelumnya. Aku tidur dengan lelap malam ini, ditemani semilir angin malam dan suara jangkrik seakan menyanyikanku lagu tidur.
Aku mulai terbawa ke alam mimpi, terbawa ke ruang putih itu lagi. Tempat dimana aku dipertemukan oleh ayahku. Ruangan itu seakan mengeluarkan bunyi, namun suaranya tak begitu jelas. Ia seakan memanggil namaku dengan penuh kasih dan sayang.
“Orlinn…. Orliiiinnnn…. Orlinnn”
Suara itu terus terdengar di telingaku. Aku seperti sedang berada di arena balap lari, dimana semua orang memanggil namaku. Aku merasa bingung, ku putar badanku ke kanan, ke kiri untuk mencari dimana sumber suara itu. Namun, hal itu percuma, suara itu seperti keluar dari segala penjuru ruangan.
Setelah beberapa lama, suara itu berubah. Ia tak lagi menyerukan namaku, kini ruangan itu sunyi dan tak lagi bersuara. Aku seperti sedang didalam penjara, tak ada satu pun tanda-tanda kehidupan di ruangan itu. Tak lama kemudian, ruangan itu seperti sedang menyiksaku, ruangan itu seperti menjerit meminta tolong kepadaku. Lalu, suara-suara itu datang lagi namun dengan lafal yang berbeda. Kali ini ia menyerukan hal yang sama sekali tak membuatku tenang.
Ia berkata “Tolong, ayah. Tolong, Tolong, Tolong,”
Aku pun spontan terbangun dari tidurku, tubuhku berkeringat, jantungku berdetak kencang, nafasku tak lagi teratur. Aku menangis sendirian pada saat itu, tak ada orang yang menenangkanku. Aku berusaha untuk mengendalikan diri dan berjalan keluar kamar menuju ruang makan untuk mengambil minum.
Setelah itu, aku merasa sedikit lebih baik. Lagi dan lagi, aku tidak bisa melanjutkan tidurku. Aku sangat gelisah pada saat itu, khawatirku lebih hebat dari mimpi sebelumnya. Aku seperti ingin gila. Ingin berteriak rasanya. Namun, hal itu sepertinya tak ada gunanya.

Aku pun berusaha menangani itu semua sendirian, aku melamun di jendela kamar. MEmerhatikan keadaan sekitar, hanya bintang-bintang dan semilir angin yang menemaniku malam itu. SAmpai fajar pun tiba, aku bergegas untuk mandi dan menunaikan sholat subuh.
Tiba-tiba saat ingin menyisir rambut du meja rias, mataku tertuju pada akbum foto itu. Aku merasa bingung, setelah album foto ini menjadi petunjuk utama, lalu apa yang harus aku lakukan? Bagaimana kalau ini hanyalah album foto biasa dan dugaanku salah? Aku bertanya-tanya dalam hati. AKu kubur dalam-dalam pertanyaan itu, lalu ku bergegas berangkat ke sekolah.
Saat pelajaran berlangsung,tiba-tiba saja aku teringat dengan mimpiku semalam. Mimpi itu jauh lebih mengganggu daripada mimpi pada malam sebelumnya. Suaranya lebih jelas, rintihan ayah terasa sangat dekat dengan telingaku. Tubuhku merinding, tiap kali mengingat suara itu.
“Baik, Karliza Orlin. Jawab pertanyaan di papan tulis ini,”Ujar Bu Susi memanggilku.
Aku terlalu larut dalam lamunanku, sampai-sampai tak mendengar perintah Bu Susi
“Lin, Orlin!”Ucap Arsen berbisik kearahku.
“Orlin, heh!”Ucap Seifa sambil menyentuh sikutku.
“Eh, iya, kenapa bu?”Spontan aku tersadar dari lamunanku dan menjawab pertanyaan Bu Susi.
“Daritadi ibu perhatikan kamu tidak fokus ya, Orlin? Kamu kalau tidak niat mengikuti pelajaran ibu, lebih baik di luar saja,”ujar Bu Susi Ketus kepadaku.
“Maaf, bu,”Aku hanya bisa menunduk termenung.
Aku merasa bersalah karena tidak memerhatikan Bu Susi, tapi apa boleh buat, semua telah terjadi. Ini memang salahku yang tidak bisa fokus, aku malah memikirkan hal lain yang seharusnya bisa ku kesampingkan sebentar. Saat bel istirahat berbunyi, aku langsung keluar kelas dan pergi ke kantin bersama Arsen dan Seifa.
“Kamu kenapa sih sebenernya? Belakangan ini aku liatin kamu manyun mulu, udah gitu sering ga fokus,”ujar Arsen sambil menatap wajahku.
“Iya, lo kenapa sih Lin. KAlo ada masalah apa-apa tuh cerita, jangan di pendem sendiri,”ujar Seifa sambil menggenggam tanganku.
Aku pun berpikir, bahwa ini saat yang tepat untuk menceritakan semuanya. Karena tidak ada salahnya bila mereka tahu apa masalahku, siapa tahu mereka bisa membantuku. Pada akhirnya, ku putuskan untuk menceritakan semuanya kepada mereka berdua. Aku jelaskan satu per satu kronologi kematian ayah yang misterius, sampai akhirnya mimpi ayahku yang datang beberapa waktu lalu.
“Jadi, lo mau kita bantu?”Ucap Seifa.
“He..eh”ucapku mengangguk.
“Yaudah, kamu tenang aja, ya. Kita cari masalah ini bareng-bareng,”ujar Arsen menenangkanku.
“Iya, Lin. Gue siap kok bantu lo. Mulai besok, kita pecahin teka-teki ini,”ucap Seifa Serius.
“Makasih ya, kalian,”Jawabku terharu melihat kesiapan mereka untuk membantuku.

Setelah menceritakan semua kisah kepada mereka, hatiku menjadi sangat lega. Hal yang selalu aku cemaskan belakangan ini dapat dipikul oleh beberapa orang. Aku merasa sangta beruntung saat itu, karena hidup diantara orangorang yang selalu ada disaat aku membutuhkan mereka.
Bersambung ....