Monday 4 July 2016

NOVEL "Mimpi Dalam Kendali" : PART III

“Buuu, ibuuu, lihat buku fisika ku ga semalam aku taruh diatas meja belajar, sekarang ga adaaa buuu,”teriakku dari kamar.
“Itu, ibu taruh di rak bukumu,”teriak ibu dari meja makan.
“Hah, ibu, aku kira bukuku hilang. Ibu mah gitu sih, kalo mindahin barangku suka ga bilang-bilang,”ucapku kepada ibu sambil berjalan menuruni anak tangga dan segera menuju ke meja makan.
“Emang kamu, bukannya makasih, malah ngedumel, gaboleh gitu Orlin,”ucap ibu sambil menyodorkan sepiring roti panggang ke arahku.
Aku merasa ada yang berbeda dengan penampilan ibuku hari ini, sinar matahari namPaknya sedang berpihak pada ibuku hari ini, ia terlihat lebih cantik dari biasanya dengan baju merah muda berkerah model scoop dan rok polos sebatas betis berwarna putih tulang. Scraft berwarna putih senada dengan rok yang ia kenakan yang disimpul longgar melingkari lehernya. Tak lupa dengan flat shoes berwarna hitam. Sama seperti hari-hari sebelumnya ia sederhana dengan sematan bobby pin untuk menjepit poninya agar tidak mengganggu saat sedang bekerja.
“Bu, Cantik banget hari ini,”ucapku.
“Memang biasanya ibu tidak cantik?”Ucap ibu sambil menuangkan susu untukku.
“Ngga, maksudnya biasanya kan cantik aja sekarang cantik banget!!!”Ucapku seraya memakan roti yang telah disiapkan ibuku untuk sarapan.
“Ibu Pakai baju ibu yang sudah lama ibu simpan, 10 tahun lalu, baju dari ayah loh ini lin,”ucap ibu sambil tersenyum.
“ih bagus bu, ternyata selera ayah bagus ya,”ucapku sambil memegang segelas susu.
“udah, abisin susunya, pergi ke sekolah bareng ibu aja, ibu berangkat pagi hari ini”
“he’eh,” ucapku seraya menganggukan kepala.
Sepanjang perjalanan ke sekolah, aku menatap wajah ibu, yang semakin lama semakin menua. Kerutan disekitar matanya semakin hari semakin jelas terlihat, meski begitu ia tetap cantik seperti wanita yang hanya 5 tahun lebih tua daripada aku. Saat sedang menatapnya, ibu tiba-tiba saja memanggilku.
“Orlin.,”ucap ibu lembut.
“Apa ibu?”Ucapku sambil berpura-pura mengalihkan mataku ke depan.
“Lin, kamu ga punya pacar apa sampai sekarang? Ibu pengen deh liat pacar kamu, kenalin dong ke ibu, kalo punya pacar,”ucap ibu dengan nada meledek.
“Bu, kenapa sih? Random banget tiba-tiba ngomongin ini, udh fokus nyetir aja bu,”ucapku sambil mengalihkan perhatian.
“Ih, ibu serius Lin, ibu pengen liat pacar kamu, ganteng ga? Baik ga?”Ucap ibu semakin penasaran.
“Bu, denger yaa, aku itu lagi ga mikirin gitu-gituan, soalnya sekolahku aja udah pusing, masih fokus bu buat dapet beasiswa,”ucapku.
“Gini ya lin, ibu bukannya ga seneng kamu berkutat sama buku, kamu inget kan pesan ibu, belajar itu bukan dari buku aja tapi dari lingkungan juga. Bukan berarti harus pacaran ya kamu, ntar kamu nyangkanya ibu nyuruh kamu belajar dari pacaran lagi mentang-mentang abis ngebahas pacar. Kamu itu, masih anak ibaratnya seumur jagung, ibu gamau kamu terjerumus ke hal-hal negatif. Belajar memilih teman yang baik, yang bisa nuntun kamu ke arah yang benar, bukan ke arah yang salah, paham?”Ucap ibu lembut.
“Iya, bu aku bukan anak kecil lagi, aku mengerti,”ucapku.
Saat sampai di sekolah, aku datang menghampiri Seifa yang sedang asyik memakan roti di bangku yang letaknya tepat di depan lapangan basket.
“Woy!”Teriakku sambil mencolek bahu Seifa.
“Eh, Orlin. Sini, sini duduk,”sapa Seifa seraya menepuk tangannya kea rah tempat duduk yang sejak tadi kosong tepat disebelah bangku yang ia duduki.
“Ngapain Fa? Udah selesai tugas fisika lo?”Tanyaku.
“udah, Lin. Lagi rajin semalem. Lo udah belom?”
“udah, kok Fa,” ucapku sambil tersenyum.
Saat sedang asyik mengobrol, tiba-tiba dari kejauhan terlihat pria bertubuh tinggi dan putih berlarian ke arah tempat aku dan Seifa duduk. Ia NamPak sangat panik dan kelelahan, keringat di dahinya tak bisa berhenti mengalir. Aku dan Seifa hanya tercengang melihatnya yang tiba-tiba saja berlarian kea rah kita berdua. Ia berhenti tepat di depan tempat duduk kami.
“Hhhhh….hhh.hhh…hh”suara nafas lelaki itu terdengar jelas.
“Eh, lo berdua sekelas kan sama gue?”Ucapnya.
Aku dan Seifa saling menatap melihat lelaki aneh ini tiba-tiba saja menanyakan hal itu.
“Woy, gue nanya, mba. Lo sekelas kan sama gue?”Ucapnya lagi sambil sesekali menyeka keringat yang mengalir di dahinya.
“Lo, siapa?”Ucap Seifa dengan nada yang sinis.
“Gue, Arsen, masa lo ga kenal gue, sih? Gue temen sekelas lo,”ucap Arsen dengan nada yang tinggi.
“Lin, sini deh!”Ucap seifa sambil menatap Arsen sinis dan mengajakku bergeser sedikit ke kanan.
“Apa sih Seifa? Itu dia kasian belom ngerjain tugas,”ucapku seraya menunjuk kearah Arsen.
“Itu, dia yang namanya Arsen, yg jadi bahan omongan anak-anak sekelas, yang orangnya aneh itu, udah deh jangan bantuin dia meski pun dia ganteng, gue yakin dia udah ngerjain Lin, dia cuma pura-pura aja,”ucap Seifa dengan nada suara berbisik.
“Emang lo udh pernah kenal sama dia?”Ucapku sambil menatap Seifa.
“Ya.. ya belom sih, tapi lin dia udh terkenal banget sama anak-anak sekelas kalo dia tuh orangnya aneh. Jadi, ya gue percaya aja,”ucap Seifa sambil meyakinkanku dengan nada yang sedikit nyolot.
“Fa, lo kan belom kenal dia, jd apa salahnya kalo kita kasih tugas kita ke dia? Toh dia kan lagi kesusahan,”ucapku kembali.
Saat sedang asik mengobrol, Arsen yang sejak tadi menunggu keputusanku dan Seifa sepertinya mulai sedikit tidak sabaran.
“Woy, halloooo kalian mau ngasih liat tugas kalian ga sih?”Ucap Arsen dengan nada sedikit keras seraya melambaikan tangannya ke hadapanku dan Seifa.
“Iya, tunggu sih udah nyontek, maksa lagi!”Ucap Seifa dengan nada nyolot.
“Oke, gue kasih liat tugas gue ke lo, tapi dengan satu syarat,”ucap diriku yakin.
“Apa?”Tanya Arsen.
Aku dan Seifa saling bertatapan seperti sedang memikirkan rencana yang jahil.
“Lo-harus-mau-jajanin-gue-sama-Seifa-di-kantin-sepuasnya-hari-ini,”ucap diriku sambil mengeluarkan buku tugasnya dan mengeja permintaannya.
Seifa terlihat sangat gembira mendengar kesePakatanku saat itu, ia yang semula tidak setuju dengan keputusanku tiba-tiba menjadi sangat berbeda.
“Iya, bener, lo harus jajanin kita,”ucap Seifa dengan nyolot.
“Oke, kalo cuma itu sih, ribet banget mikirnya. Mana sini buku lo?”Ucap Arsen.
“Nih!”Ucapku dengan singkat seraya menyodorkan buku kearah Arsen.
Arsen memiliki waktu 15 menit untuk bisa menyalin jawaban dari bukuku. Terdapat 30 soal yang harus dijawab, Arsen merasa yakin bisa menyelesaikan tugas fisika ini. Sebenarnya, Arsen adalah anak yang cerdas, tetapi semalam ia pulang terlalu larut sehabis nontong bareng klub kesayangannya. Sehingga, ia lupa dengan tugas yang diberikan oleh ibu Tika.
Bu Tika adalah guru yang terkenal dengan julukan “Si kejam” karena ia tidak pernah mentolerir siswa atau siswi yang tidak mengerjakan tugas. Ia akan langsung menghukum siswa atau siswi tersebut dengan hukuman yang setimpal. Ia tidak menerima alasan apa pun kecuali alasan sakit.
KRINGGG…….KRINGGGG……….KRINGGGG
Suara bel berbunyi.
“Nih, buku lo, Lin. Makasih yaa,”ucap Arsen seraya memberikan buku kepadaku dengan senyuman seadanya.
“Iyaa sama-sama,”ucapku santai.
Beberapa menit setelah bel berbunyi, Bu Tika memasuki kelas mengenakan blazer berwarna hitam dengan kemeja warna putih didalamnya. Rambutnya dicepol dengan ikat rambut berwarna oranye dengan balutan make up yang sedikit tebal, membuat ia terlihat sedikit lebih tua dari umur sebenarnya. Namun, rok hitam dengan ukuran 5 senti dibawah lutut dan kacamata hitam kotak serta heels hitam yang ia kenakan menambah nilai plus dari penampilannya.
“Selamat pagi, anak-anak!”Ucap Bu Tika penuh semangat.
“Pagi, buuuuuuuu,”ucap kami dengan komPak.
“Tugas tolong dikumpulkan ke meja ibu, sekarang juga. Yang tidak mengerjakan silahkan menyerahkan diri dan berdiri di depan kelas, sekarang,”ucap Bu Tika dengan tatapan sinisnya.
“1…2…3….4….5….6….7….8….9….10…11………30”ujar Bu Tika dengan berbisik sambil menghitung jumlah buku yang terkumpul di mejanya.
”Oke, permulaan yang bagus, tugas lengkap dan semoga tidak ada yang copy paste disini, karena kalau ketahuan ada yang menjiplak, ibu akan langsung memberi nilai nol tanpa perbaikan,”ucap Bu Tika dengan suara khasnya yang sedikit cempreng.
Setelah perkataan itu, aku dan Arsen langsung saling menatap. Aku mengerti maksudnya, ia takut kalau ketahuan menjiplak tugasku. Begitu pula aku yang panik jika ketahuan memberikan izin kepada Arsen untuk menyalin tugasku. Namun, aku mencoba untuk tidak memikirkan hal tersebut selama pelajaran berlangsung.
Setelah jam pelajaran selesai…
“Arsenio Wirayudha?”panggil Bu Tika.
“Ya, saya, Bu,”Arsen mengagkat tangannya.
“Karliza Orlin?”
“Iya, saya disini, Bu,”ucapku dengan gugup.
“Kalian berdua, setelang pulang sekolah tolong datang ke ruangan ibu,”ucap Bu Tika ketus.
“Iya, bu,”ucapku dan Arsen dengan komPak
Aku tahu bahwa ini adalah panggilan karena kami berdua ketahuan memiliki tugas yang sama isinya. Jantungku berdebar tak karuan, tanganku mengeluarkan keringat, sekujur tubuhku gemetar. Aku ketakutan karena aku tahu Bu Tika pasti akan memberikan hukuman yang berat untuk kami berdua.
Setelah jam sekolah usai, seluruh murid begegas membereskan buku dan bersiap pulang ke rumah. Sementara aku dan Arsen masih harus menyelesaikan masalahku dengan Bu Tika.
Saat semua murid sudah keluar, hanya tinggal kami berdua. Arsen langsung berjalan ke arah tempat dudukku.
“Lin, maafin gue yaa”ucap Arsen dengan wajah yang bersalah.
“Hmm…untung tau diri ini anak,”ucapku dalam hati.
“Yaa, gue maafin, tapi kalo gue dihukum, traktiran lo buat gue sama Seifa dobel ya jadi 2 hari!”Ucapku dengan wajah yang santai-santai saja.
Aku tidak memusingkan hal itu sebenarnya, aku hanya malas mendengar ocehan BU Tika nanti. Aku lebih baik langsung dihukum, daripada harus diceramahi terlebih dahulu. Aku mengakui kesalahanku, maka dari itu aku terlihat santai saja dan siap untuk dihukum.

“Oke! Lo mau minta traktir seminggu juga gapapa deh!”Ucap Arsen sambil memengang tanganku dan sedikit berlutut di depanku, dengan wajah yang berbinar-binar.
“Eh..eh.. gausah lebay! Udah lepas lepas, bu Tika nungguin kita,”ucapku seraya melepaskan tangan Arsen dan segera mengangkat tas untuk bergegas ke ruang Bu Tika.
“Eh, maaf Lin. Yaudah deh ayuk!”Ucap Arsen dengan wajah yang lebih baik dari sebelumnya.
Sepanjang perjalan ke ruangan Bu Tika Aku dan Arsen berbincang tentang masa SMP kami masing-masing.
“Lin, dulu di SMP lo ada kelas unggulan kaya di sekolah kita gini ga?” Ucap Arsen kepada Ku.
“Ngga, kalaupun ada, gue ga mungkin mau masuk kelas itu, gue bukan anak pintar yang setiap hari baca buku. Lo?” Ucap Ku sambil mengunyah permen karet.
“Mau ga?”Ucapku kembali seraya menyodorkan bungkus permen karet rasa strawberry favorit Ku.
“Gue, ada. Jelas, gue suka ada dikelas itu, sunyi, sepi, selalu ada waktu buat gue baca buku. Paling-paling kalo gue bosen, gue cuma lampiasin kebosenan gue ke lapangan, terus ikutan anak-anak main bola. Gitu-gitu aja kegiatannya setiap hari,”ucap Arsen seraya membuka bungkus permen karet dan memasukannya ke dalam mulut.
“ih?! Sumpah?! Monoton banget yaa hidup lo dulu hahahahaha”ucap Ku sambil meledek Arsen.
“ya, gitu, gue ga biasa hidup diantara keramaian, gue lebih suka suasana yang tenang. Ga bising. Tentram, adem aja gitu rasanya,” Saut Arsen sambil berjalan dengan sesekali menyentuh pohon-pohon yang tergantung di sepanjang koridor kelas.
Setelah perkataan tersebut, Aku tercengang melihat Arsen, aku berpikir dalam hati “Ada ya, orang kaya gini, bisa gitu hidup sepi?”
Kemudian, selang beberapa langkah sejak perkataan tersebut muncul, aku langsung memberhentikan langkah kakiku dan menatap Arsen dengan wajah yang serius.
“Sen, denger ya, menurut gue, semua orang emang butuh waktu sendiri, tapi ga selamanya, sendiri itu menenangkan. Justru, saat lo sendiri, lo cuma bisa bicara sama diri lo sendiri, intinya itu lo pendem semuanya, bukan malah mengeluarkannya,”ucapku sambil menatap wajah Arsen yang sedikit lebih tinggi dariku.
“Tapi Lin… gue sukaa…” Ucap Arsen memotong pembicaraanku.
“Gue udah sering liat orang-orang kaya lo yang lebih nyaman menyendiri, ketimbang cerita sama orang lain. Nih ya Sen, ada saatnya lo menyendiri walau Cuma satu detik. Tapi, jangan biarin waktu lo terbuang sia-sia hanya karena lo suka menyendiri. Kenal sama lingkungan sekitar tuh seru, lo bisa kenal segala bentuk makhluk yang selama ini belum lo ketahui. Dengerin ya, Bicara dan cerita itu, jangan sendirian, luapin kekesalan lo, meski hanya dengan seekor hewan bahkan tumbuhan,”susulku.
Setelah pembicaraan itu, Arsen menyentil jidatku dan berlari menghindariku agar tidak ku balas sambil berkata “Dih, dih seorang Karliza Orlin ceramahin gue kaya gini? Hahahahaha pengen ngajarin gue gila? Ngomong sama hewan? Apalagi sama pohon?! Liiin, liiiin sadar lin!!”
Aku pun merasa kesal, sudah bicara serius tetapi ditanggapi dengan candaan.
“Eh songong! Gue ngomong serius diajak becanda! Cobain saran gue! Lo bakal ketagihan!”Teriakku seraya mengejar Arsen dengan maksud untuk membalas sentilan tangannya di dahiku.
“Orlin orang gilaa… orlin orang gilaaa,”ucap Arsen sambil berusaha menghindar dari kejaranku.
Tetapi, saat sedang asyik bercanda, tiba-tiba ada suara kencang berbunyi
BUGGG….
Tiba-tiba terdengar suara benturan itu dan aku langsung menahan mulutku dengan tangan, aku sangat kaget. Di mataku sendiri aku melihat Arsen menabrak Bu Tika akibat kecerobohannya yang sejak tadi seperti anak kecil. Berlari kesana kemari tanpa memandang sekitar.
“Sukurin! Emang enak! Hahahaha,”ucapku dalam hati.
Rasanya, aku ingin sekali tertawa dihadapan Arsen, tapi hal itu tidak mungkin. Wajah Bu Tika terlihat bak harimau mencari mangsa. Ia sepertinya marah sekali dengan Arsen. Alhasil aku hanya bisa menatap Arsen dengan ekspresi menahan tawa. Arsen terlihat sangat panic pada saat itu, ia memandangku dengan ekspresi waja yang takut dan kesal. Namun, ia mencoba untuk mencairkan suasana yang sejak tadi kaku.
“Eh, bu Tika hehe maaf bu, baru saya mau ke ruangan ibu,”ucap Arsen dengan cengar-cengir gak jelas.
“ini kamu sudah sampai, kalau mau lari-lari, jangan di sekolah tingkat atas, di taman bermain saja sana! Arsenio Wirayudha!”Ucap Bu Tika seraya menunjuk jarinya ke arah Arsen.
Ternyata, upaya Arsen mencairkan suasana tak berhasil. Setelah Bu Tika marah, Arsen hanya bisa menunduk dan memelas. Ia sesekali memalingkan pandangannya sambil menatapku. Seakan-akan butuh sekali bantuanku, untuk meredam keadaan ini. Tapia pa daya, aku malah senang melihat kejadian ini. Arsen yang sedari tadi konyol dan terus mengejekku, kena batunya juga sekarang.
“Yaudah, kalian tunggu apa lagi sih? Masuk ke ruangan ibu!” Ucap Bu Tika.
“Iya, Bu,”ucap kami kompak.
Aku pun langsung menghampiri Arsen dan mengejeknya “wleee emang enak? Hahahaha!” Ledekku sambil menjulurkan lidah ke arah Arsen.
Setelah masuk ke dalam ruangan Bu Tika.,
“Begini Arsen, Orlin, ibu sudah melihat tugas kalian, ibu merasa tugas kalian berdua adalah yang terbaik dari tugas yang lainnya. Ibu ingin melihat progress tugas kalian sekitar dua sampai tiga kali lagi, sepertinya kalian punya potensi untuk ibu ikutkan olimpiade,”
“HAH?!”Ucap kami kaget.
Aku tidak sadar kalau responku dan Arsen bisa sama, aku pikir Arsen akan senang ikut olimpiade, karena dia kan memang sudah biasa dengan kelas unggulan. Sementara aku, hanya fokus dengan lingkungan sosial.
Namun, yang menjadi pikiranku saat ini, aku masih bingung kenapa Bu Tika malah ingin mengajukan aku sbeagai peserta olimpiade. Dugaanku dan Arsen berarti salah, kami telah berburuk sangka kepada Bu Tika.
“Iya, kalian mau ga? Kok jadi kaget gitu sih,”ucap Bu Tika dengan nada meyakinkan.
“Ngga mau sih sebenernya, bu,”ucapku spontan seraya menutup mulutku yang ceplas-ceplos ini.
“Heh!”Ucap Arsen seraya menyenggol kakinya ke arahku.
“Yaudah Bu, kami mau,”ucap Arsen yakin.
Aku kaget dengan jawaban Arsen, dan merasa marah. Sebab, aku pun belum menyetujuinya. Ia berkata bak pahlawan di depan Bu Tika, tanpa berunding dulu denganku. Aku sangat kesal pada saaat itu.
“Baiklah, mulai besok kalian ikut bimbingan dari ibu, ya,”ucap Bu Tika.
“Iya, Bu. Kami keluar dulu ya, Bu,”ucap Arsen sambil menarik tanganku, mengajakku berdiri
Saat berjalan dan sudah jauh dari ruangan Bu Tika, aku langsung menarik kuping Arsen.
“Sen, lo apa-apaan deh, gue belum setuju juga. Nyebelin ya!”Bentakku.
“Aaa… aaa.. aa… sakit, sakit. Ih gini ya Lin, kalo kita ikut itu, kan kan gue bisa deket terus sama lo,”ucap Arsen kepadaku.
“Ha? Apaan? Kocak lo Sen!”Ucapku sambil menamPakkan raut wajah yang malu.
“EH, kok tugas kita di protes ya sama Bu Tika? padahal kan sama,”tanyaku heran.
“Yaiyalah, nama gue Arsenio Wirayudha, gue ga sebodoh itu menjiplak tugas orang, Lin. Gue bedain beberapa cara, gue acak dikt nomornya, daaaaaaaaan akhirnya lo liat sendiri kan? GA-KE-TA-HU-AN!”Ucap Arsen dengan nada yang sombong.
“Nah, baru nih cara nyontek cerdas hahaha pinter juga lo Sen! Eh, udah ya, gue pulang dulu, gue lupa belom kasih makan kucing gue,” ucapku seraya menepuk pundak Arsen.
“Eh, tunggu Lin. Mau bareng gue ga?”Ucap Arsen seraya menepuk pundakku juga.
“Ngga usah, lagian emang kita satu arah apa?”Ucapku seraya berjalan ke arah gerbang.
“Yaudah kalo gamau mah,”ucap Arsen dengan nada berbisik
“Bye, Sen!”Ucapku seraya melambaikan tanganku kepadanya.
“Iya, dadaaah hati-hati ya, telepon gue kalo kesandung. haha”ucap Arsen sambil berbalik badan dan melambaikan tangan.

Bersambung ....


No comments:

Post a Comment